Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Kisah kita seperti Calendula, penuh kehangatan, romansa cinta, duka dan kesedihan.***Tiffany Hwang, gadis cantik dengan balutan dress berwarna pink itu saat ini sedang berdiri, menatap lurus ke bangunan bertingkat dua di depannya. Sekilas, rumah ini memang terlihat mirip dengan konsep rumah Eropa pada umumnya. Karena, beberapa bulan yang ia tahu jika Anita begitu menyukai hal-hal yang berbau Eropa, entah apa alasannya."Jadi, apakah ibuku tinggal di sini?" Tiffany membuka kaca mata hitamnya perlahan."Tentu saja, ibumu bahkan menyiapkan segalanya untuk membentuk setiap ornamen rumah ini layaknya rumah Eropa sungguhan. Aku tidak mengerti dengan obsesi baru Ibumu itu.""Orang itu sangat suka sekali bepergian ke luar kota dan luar negeri. Aku tidak habis pikir, kenapa dia membuat rumah ini sebegitu mewahnya. Toh, dia sendiri pasti akan jarang menempatinya. Buang-buang uang.""Aku tidak tahu pasti, tapi dari yang pernah aku dengar bahwa
Tahukah kamu? Bagaimana rasanya tersiksa merindukanmu tapi tak mampu untuk bertemu?***Kepala itu mendongak, menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di depannya dengan seksama. Ini kali pertamanya, seorang Tiffany Hwang memulai karirnya setelah pendidikan terakhirnya selesai. Seharusnya, hari ini ia mengurus segala pindahannya, tapi kata sang Ibu biar ia saja dan menyuruh Tiffany fokus untuk hari ini.Kedua tangan Tiffany terlipat di depan dada. Sesekali, ia menatap beberapa karyawan lain yang berlomba-lomba masuk ke dalam karena sepertinya awan akan menumpahkan isinya. Dan, Tiffany cukup mengerti jika beberapa orang meliriknya seraya berbisik. Untuk seukuran karyawan baru, Tiffany tidaklah masuk kategori. Wajahnya angkuh sudah mendapat penghargaan kesombongan. Di tambah lagi tidak ada senyuman melainkan lirikannya yang tajam."Ayo, Non Tif."Tiffany hanya mengangguk tanpa menunjukkan ekspresi apapun, ia melangkah seraya m
Jatuh hati tidak pernah bisa memilih. Tuhan memilihkan dan kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi dan bahagia adalah bonus." - Fiersa Besari.***Tampan, kaya raya, pintar, itulah ciri-ciri pria yang sudah hampir punah di dunia. Mungkin, sebagian besar dari mereka masih dapat ditemukan tapi kebanyakan sudah bersegel sold out. Ya, kebanyakan dari mereka sudah memiliki kekasih yang setara dengan tingkat level dan wajahnya.David Mahesa, pria berdarah Bali yang terkenal dengan mata elang juga senyumannya yang menawan. Sebenarnya, bukan hanya kali ini mereka mendapati warga asing dari luar kota. Tapi, David yang paling populer di antaranya."Mr. David. Yuhu..." pekik seseorang di balik pintu yang membuat Tiffany dan Salsha yang sedang asik berbincang berjengit kaget. Tiffany langsung merasakan hawa tidak enak."Astaga, Vina. Apa kau tidak bisa berhenti memanggilnya Mr seperti itu? Terdengar menggelikan." sahut Salsha kesal. Tiffany yang