Share

Meet

Jatuh hati tidak pernah bisa memilih. Tuhan memilihkan dan kita hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi dan bahagia adalah bonus." - Fiersa Besari.

***

Tampan, kaya raya, pintar, itulah ciri-ciri pria yang sudah hampir punah di dunia. Mungkin, sebagian besar dari mereka masih dapat ditemukan tapi kebanyakan sudah bersegel sold out. Ya, kebanyakan dari mereka sudah memiliki kekasih yang setara dengan tingkat level dan wajahnya. 

David Mahesa, pria berdarah Bali yang terkenal dengan mata elang juga senyumannya yang menawan. Sebenarnya, bukan hanya kali ini mereka mendapati warga asing dari luar kota. Tapi, David yang paling populer di antaranya.

"Mr. David. Yuhu..." pekik seseorang di balik pintu yang membuat Tiffany dan Salsha yang sedang asik berbincang berjengit kaget. Tiffany langsung merasakan hawa tidak enak.

"Astaga, Vina. Apa kau tidak bisa berhenti memanggilnya Mr seperti itu? Terdengar menggelikan." sahut Salsha kesal. Tiffany yang memang tidak tahu apapun hanya diam dan mengikuti Salsha dari belakang. Lagi-lagi, ia menjadi pusat perhatian di dalam ruangan ini. Bahkan, seseorang yang sebelumnya sedang sibuk di depan komputer malah menatapnya dari atas hingga bawah.

"Aku tidak bisa. Saat aku memanggilnya Mr seperti itu terlihat sangat seksi. Ah, dia benar-benar sangat tampan." balas gadis yang bernama Vina Anastasia atau akrab di sapa Vina seraya merengek.

"Dia siapa? Astaga, cantik sekali." Vina memelankan suaranya di akhir kalimat menutupi rasa kagumnya pada Tiffany. Gadis centil itu berjalan menghampiri seraya menatap Tiffany dari ujung kaki sampai kepala. 

"Dia sepupuku dari Seoul."

"Wah, dari Seoul? Astaga, dia benar-benar seperti aktris Korea yang ada di drama. Siapa namanya? Aku Vina Anastasia, kau bisa memanggilku dengan sebutan Vina."

"Aku Tiffany Hwang." Tiffany hanya membalas ucapan Vina tanpa berniat membalas jabatan tangan Vina. Mulut Vina menganga.

"Wah, namamu sangat bagus! Semoga kita bisa menjadi teman baik di Divisi ini seperti aku dan Salsha. Jika perlu apa-apa, aku siap membantu, kau tinggal sebut saja namaku."

"Ya." 

"Ya?" Vina sontak memekik saat mengatakannya. Entah bagaimana, ia mendapat teman satu Divisi yang angkuh dan sesombong Tiffany.

Sejak tadi, Salsha sudah menahan tawanya. Melihat wajah Tiffany yang tak berdosa dan wajah Vina yang nampak terkejut benar-benar hiburan baginya. Ya, begitulah seorang Tiffany Hwang. Salsha yakin jika sikapnya masih terus seperti itu akan ada banyak orang yang membencinya kelak.

"Permisi, kau yang bernama Tiffany Hwang?" sela seorang pria berkacamata yang datang dengan beberapa kertas. 

"Ya." 

"Aku Bryan, ketua Divisi Keuangan. Aku ingin menyerahkan berkas ini yang sepertinya tertinggal."

"Oh, iya. Aku melupakannya tadi." Tiffany dengan sigap langsung meraih dua map bersampul coklat. Ah, melihat itu membuatnya kembali teringat dengan pria bermata elang tadi.

"Tiffany."

"Hm."

"Kau-" Belum sempat Salsha melanjutkan ucapannya saat seorang pria masuk ke dalam ruangan mereka membuat suasana yang sebelumnya nampak gaduh kini mendakak hening. Dari penampilannya, Tiffany menyimpulkan bahwa sosok pria itu adalah orang yang cukup terpengaruh. Dengan cepat, Salsha menarik kursi dan duduk di samping Tiffany.

"Dia siapa?" Tiffany bertanya saat melihat sosok itu malah menghampiri Vina dan duduk di sebelahnya dengan senyuman manis. 

"Pria itu bernama Aditya, dia kekasih Vina. Aditya juga pria yang cukup populer di sini, dia sekretaris CEO. Mereka sudah menjalin hubungan saat Vina bekerja di sini. Kapanpun itu saat waktu luang, Aditya akan menyempatkan diri ke sini untuk menemui Vina, aku rasa dia sangat mencintai Vina."

Tiffany berdecih, "Romansa yang menggelikan."

Salsha terkekeh, "Kau tidak boleh berkata seperti itu. Bukannya wajar jika dua insan yang saling mencintai memadu kasih."

"Kau berkata seperti itu seolah kau pernah mengalaminya."

"Aku setuju denganmu, terlihat menggelikan. Tapi, itu hanya berlaku bagi orang-orang yang belum tahu apa artinya jatuh cinta."

"Jatuh cinta? Itu lelucon. Kau pernah jatuh cinta?"

Salsha menggeleng, "Bahkan, aku tidak tahu rasanya menyukai bagaimana jatuh cinta."

"Baguslah. Jatuh cinta hanya membuang-buang waktu, itu tidak penting. Bagaimana bisa kau berkonsentrasi pada pekerjaanmu jika terus di ganggu seperti itu. Kalau mereka saling mencintai kenapa tidak menikah saja."

"Menikah? Kurasa, itu akan menjadi target terakhir dalam hidup Vina. Gadis centil pecinta nomor satu pria tampan. Apalagi Direktur Bali itu."

"Apa maksudmu? Direktur Bali?"

Vina mengangguk, "Beberapa bulan yang lalu, perusahaan ini mendapatkan Direktur Utama baru karena yang sebelumnya memilih pensiun. Biasanya tidak akan seheboh ini sebelumnya karena bukan pertama kali perubahan ini menerima orang dari luar kota. Tapi, pria yang satu ini berbeda. Direktur Bali sangat berbakat, karena ketika dia ada di sini semuanya nampak stabil dan berjalan normal, hampir tidak pernah ada masalah. Juga, dia memiliki kemampuan bahasa asing yang bagus. Itu yang membuatnya sangat mudah populer apalagi dengan wajah tampannya itu. Bahkan, akan menjadi suatu keberuntungan jika kau berhasil melihat lesung pipinya yang membuatnya semakin tampan. Banyak orang yang bilang, dia memiliki tubuh yang seksi, banyak gadis di sini yang menggilainya, bukan hanya Vina."

"Ah, apa kau salah satunya juga?"

Salsha mengedikkan bahunya, "Aku tidak bohong jika aku mengakuinya dia tampan. Dia menunjukkan keberhasilannya menjadi CEO di usianya yang masih muda. Kurasa, itu yang membuat gadis di sini menyebutnya menantu atau suami idaman. Dia sangat bekerja keras."

"Benarkah?"

Salsha mengangguk, "Tapi, aku rasa kau tidak perlu berurusan dengannya. Meski, dia adalah sosok populer di sini, tapi tak ada seorangpun yang mau berteman dengannya. Mungkin, Aditya tergiur gaji tinggi."

"Memangnya kenapa?"

"Ada rumor yang mengatakan bahwa keluarganya di Bali adalah buronan polisi dan dia ke sini untuk bersembunyi. Aku tidak tahu itu hanya berita miring saja atau kebenaran. Tapi, banyak sekali yang menghindarinya karena itu. Lagipula, wajahnya yang dingin menambah kesan misterius yang malah membuat kita semakin curiga. Di sini ada banyak gadis yang menyukainya tapi tak ada satupun yang berani mendekatinya. Bahkan, dia tidak segan-segan menatap tajam seseorang yang terang-terangan memperhatikannya. Ah, dia mengerikan."

"Tapi, kenapa dia bisa menjadi Direktur di sini jika latar belakang dan juga sikapnya yang seperti itu."

"Aku juga tidak tahu. Aku akui jika sudah berurusan dengan pekerjaan, dia akan jauh lebih serius dan nampak seperti biasa saja. Mungkin, jika di depan kolega dia ramah."

"Mungkin, bisa saja dia menyuap pimpinan perusahaan ini agar dia bisa bersembunyi dengan aman. Lagipula, kalau memang dia adalah seorang buronan kenapa tidak ada yang menangkapnya atau dikembalikan saja ke daerah asalnya."

"Aku juga tidak tahu. Yang kutahu, hidup pria itu memang penuh dengan teka-teki."

"Ta-"

Tiffany tak melanjutkan ucapannya kala suasana mendadak hening dan terasa canggung. Tiffany dan Salsha serempak menengadahkan kepalanya, melihat apa yang sedang terjadi di depan sana.

Samar-samar, Tiffany melihat sesosok pria yang sedang berjalan dengan angkuhnya melewati Divisi mereka. Ruangan yang ada di perusahaan ini memang hanya di lapisi oleh kaca pembatas yang di mana dapat melihat suasana ruangan lain dan juga aktivitas luar. Bahkan, tidak ada celah juga dengan ruangan CEO yang menghadap langsung ke arah Divisi mereka bagian belakang. 

Para gadis terpesona dengannya. Vina yang memang sejak tadi mengharapkan sosok itu kini menatapnya dengan penuh binar seolah tidak peduli bahwa sang kekasih ada di sampingnya. 

Barulah, saat sosok itu sudah menghilang suasana kembali kondusif. Aditya yang notabenenya adalah sekretaris pria itu langsung bangkit setelah sebelumnya mengecup kening Vina kilat. 

"David Mahesa, Direktur Utama."

"Dia?"

Salsha mengangguk seraya pindah ke bilik kerjanya, "Sudahlah, kita di pantau dua puluh empat jam. Kerjakan pekerjaanmu, Tiffany." 

Tak ada sahutan, Tiffany nampaknya masih memikirkan pria itu. Tidak asing, begitu pikirnya. Dan, ketika ia hendak berkutat dengan komputernya tanpa sengaja ia menatap lurus ke arah depan yang berhadapan langsung dengan ruangan CEO. Tiffany terdiam, lagi-lagi pria itu muncul di hadapannya seakan ingin menjelaskan sekali lagi akan besarnya pesona pria itu di tempat ini. 

"Hey, Tiffany. Kenapa kau menatapnya seperti itu? Apa kau juga menyukainya?"

"Tentu saja, tidak." balas Tiffany kikuk. Matanya merunduk saat lagi-lagi pria itu tersenyum padanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status