"Jika, kau sudah mengerti maksudku apa, seharusnya kau juga tahu bahwa sekarang kau sudah menjadi milikku, Tiffany. Bukankah begitu?" Perkataan David satu itu membuat semua orang mendelik juga menjerit kaget, termasuk Tiffany sendiri. Tiffany menggelengkan kepalanya, heran. Pria di hadapannya ini yang sialnya tampan sungguh gila! Bagaimana bisa orang yang sama sekali tidak mengenal pun dapat menjalin sebuah hubungan dalam kurung waktu tidak lebih dari dua puluh empat jam! "Kau salah paham, surat-""Ah, aku sangat lapar." David memotong ucapan Tiffany seraya memegang perutnya. Semua gadis yang ada di sana berkedip, bersama Tiffany membuat mereka melihat untuk pertama kalinya sang bos tampan berlagak seperti anak kecil yang merengek."K-kau-""Ayo! Temani aku.""Kau gila?!" Tiffany memekik, kali ini ia tidak bisa menutupi raut terkejutnya."Kau sangat menggemaskan, Tiffany. Tapi, aku sangat lapar dan aku ingin kau temani.""Aku tidak mau!" "Oh, ayolah. Kita ini sudah sepasang kekasi
Berada di belakang kantor, jauh dari pusat keramaian jalanan ibu kota membuat taman kecil ini menjadi tempat favorit para karyawan saat sedang tengah hari seperti ini. Duduk di kursi dengan semilir angin yang berhembus, menerbangkan helai rambut Tiffany yang sedang menikmati makan siangnya. Saat ini, taman sedang ramai-ramainya karena sudah jam makan siang. Menurut gadis itu, tidak ada yang membuatnya kecewa sepanjang ia memperhatikan sekitar, apalagi hanya selisih satu lorong untuk pergi membeli makanan di cafetaria. Tempat ini memang sangat cocok untuk bersantai, melepas penat dari pekerjaan.Kepala gadis itu memutar ke arah lorong yang terhubung dengan kantin. Sebenarnya, Tiffany tidak sendirian di sana, ada Vina dan juga Salsha yang sedang membeli jus. Namun, gerakan matanya terhenti pada sosok pria yang sedang berjalan ke arahnya dengan wajah datar seperti biasa. Tiffany terdiam. Pikirannya seketika terasa kosong saat pria itu memilih duduk di kursi kosong di sebelahnya. Demi
Belum sempat Tiffany menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja dari arah berlawanan seseorang menabraknya dengan cukup kencang hingga menumpahkan warna kuning jus jeruk itu pada blouse putih yang Tiffany kenakan, menampilkan pakaian dalamnya. Tak hanya Tiffany dan juga Salsha yang terkejut, tapi semua mata memandang yang ada di situ membeliak kaget. Tiffany menggerakkan giginya."Kau buta?! Kau tidak bisa melihat ada orang di sini?!" "A-aku- tidak sengaja. Aku sedang terburu-buru. Ma-maafkan aku, Tiffany." Nampak terlihat jelas raut takut dari gadis berambut pendek ini."Maaf? Mudah sekali kau bicara maaf seperti itu! Kau tidak melihat bajuku sekarang! Kau senang melihat tubuhku di pandang banyak orang?!" "Ma-afkan aku, Tiffany. A-aku akan menggantinya.""Menggantinya?" Tiffany berbalik ke arah Salsha, mengambil paksa minuman si sepupu dan membawanya pada gadis yang tengah berdiri gemetar di depannya. "Kau juga harus merasakannya."Byurr...Sekali lagi, semua orang yang berada di te
Tiffany yang baru saja kembali dari bilik toilet sontak saja terkejut ketika ada banyak sekali kantong belanja yang mengerubungi David yang sedang bersandar seraya memainkan ponselnya."Kau-"David menoleh, tatapan setajam elang itu lagi-lagi Tiffany dapatkan. "Kita pulang sekarang. Kau bawa ini semua." Tiffany menjatuhkan rahangnya yang mengeras, barang sebanyak ini harus ia yang bawa sendiri! Pria itu sungguh gila! Dengan amarah yang menyelubungi rongga dadanya, Tiffany terpaksa mengambil satu persatu kantong belanjaan itu yang dapat di hitung sekitar sepuluh. Hey, ini David Mahesa! Pria satu-satunya yang begitu berani dengannya dan sialnya Tiffany selalu kalah. ***Take A Bit Cafe JakartaCafe ini merupakan salah satu tempat yang menawarkan suasana layaknya berada di dunia Harry Potter yang terletak di kawasan Pluit.Bukan hanya desain arsitekturnya yang kental akan penggambaran dunia Harry Potter, beberapa pilihan menunyapun menggunakan nama-nama ramuan ala Hogwarts. Ada Butter
"Ah, maaf. Aku jadi banyak bicara. Maafkan aku." Tiffany merunduk lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Benaknya berpikir akan satu hal, mengapa ia dengan mudahnya secara gamblang bercerita mengenai kehidupannya dengan David yang jelas-jelas baru ia kenal selama dua hari ini. Lagi-lagi, bersama David, Tiffany seperti bukan dirinya.Tiffany menjatuhkan bokongnya, mengikuti David yang sudah lebih duduk pada bangku panjang yang tersedia di depan sebuah toko kue."Lalu, bagaimana denganmu? Tentu, kau pasti memiliki alasan mengapa memutuskan untuk menetap di sini. Sejujurnya, aku mendengar sesuatu tentang desas-desus keluargamu yang menjadi buronan di Bali. Apa itu benar? Lalu, bagaimana dengan keluargamu di sana?""Memangnya, kau percaya dengan berita itu?""Hm?"David menyunggingkan senyumnya saat melihat Tiffany malah memalingkan wajahnya seraya mengusak rambutnya ke belakang. David tahu, meski nampak angkuh, Tiffany adalah sosok gadis yang selalu mementingkan perasaan orang lain. L
jari tiffany yang sedang bergerak lincah di atas keyboard perlahan mulai berhenti. lagi-lagi, isi pikirannya di penuhi dengan david. sialnya, berapa kali ia memilih untuk menyibukkan diri, bayangan david seolah melekat di pikirannya. namun, kali ini juga terselip perkataan salsha beberapa saat lalu."aku tahu kau bisa menjaga dirimu sendiri. aku juga yakin kau tak akan mungkin semudah itu jatuh ke tangan seorang pria. tapi, bagaimana dengan pak david? ingat, tiffany. kau bahkan tidak tahu siapa pak david sebenarnya. asal-usul pria itu saja masih belum jelas. aku juga tidak habis pikir, bagaimana bisa pak david diterima sebagai seorang ceo di sini."salsha benar. ia bahkan tidak tahu apapun tentang david. ia memang sudah seharusnya berhati-hati. apalagi, pria itu sendiri yang mengatakan bahwa ia pernah masuk penjara akibat kasus pembunuhan. bukankah itu mengerikan? wajar jika banyak orang yang takut dan tak mau berurusan lebih dengan david selain masalah kerajaan. sejarah kehidupan pri
Tiffany terdiam, mengabaikan ucapan Vina yang kini masih meneruskan umpatan kebenciannya. Kedua mata minimalis Tiffany menatap lurus ke arah Zea dengan tatapan menyelidik. Ia mengakui bahwa gadis itu sangat cantik. Dia memiliki rambut panjang bergelombang yang indah, bermata besar, hidung mancung, bibir mungil serta kulit cerah bersih yang menawan. Nampak jelas semua orang yang berteriak di sini menggilai gadis itu. Namun, di hati kecil Tiffany entah bagian mana, ia juga tidak suka dengan Zea. Entah apa artinya itu, hanya saja Tiffany berharap itu bukanlah rasa cemburunya. "A-aku tahu kau telah memiliki kekasih sekarang. Tidak, aku sama sekali tidak bermaksud menganggu hubunganmu. Tapi, aku juga tidak bisa menahan perasaan ini lebih lama lagi, aku bisa gila dibuatnya. A-aku juga tahu, aku pasti masih memiliki kesempatan, 'kan?"David tak menjawab, ia hanya memperhatikan Zea dari atas hingga bawah seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Zea yang mendapati itu sontak sa
Di dunia ini, memang tak ada yang sempurna yang ada hanya keberuntungan. Jadi, kehidupan Tiffany yang hampir semuanya terpenuhi dapat di bilang sempurna atau hanya keberuntungan? Siapapun yang melihat Tiffany berasumsi bahwa hidup gadis itu sangat bahagia. Tiffany bahkan tak perlu repot-repot memikirkan bagaimana caranya mengubah penampilan agar lebih terlihat cantik dan menarik dengan berbagai produk kecantikan juga fashion ternama. Atau, tanpa perlu memikirkan bagaimana susahnya mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari. Memang, selama hidupnya, Tiffany sama sekali tidak pernah memikirkan itu semua. Dari kecil, bahkan hidupnya sudah lebih dari cukup terpenuhi. Rasanya mencari bahkan tak pernah ia rasakan, apapun yang ia mau akan mudah terpenuhi dalam sekali ucap. Sungguh kesempurnaan yang indah.Namun, kini kesempurnaan itu seolah tercela. Ada banyak sekali cemoohan dan bisikan rasa kasihan yang menyebutkan dirinya semenjak kejadian di loby utama. Menurut Tiffany, ini benar-benar yan