Tiffany diam! Gadis itu seakan ingin tertawa miris. Ia segera melangkah kembali ke mobilnya dan mengambil kotak obat. Namun, langkah kakinya terhenti saat melihat seorang pria berkacamata hitam berdiri di dekat mobil. Kulit putihnya bersinar. Tampan! Rambut kemerah-merahan yang ia miliki semakin terlihat. Rahang tegas itu sangat ia kenali!Tubuh Tiffany seketika gemetar. Pria itu berbalik, mendongak ke atas, dan membaca kalimat yang berada di atas tugu itu.Selamat Datang di Kota Ibu Kota, Jakarta, Negara Indonesia.Senyumnya tersimpul indah saat menyadari jika ia telah berada di kota ini, kota di mana lima tahun silam ia menetap sebagai orang pindahan. Bertahun-tahun sudah terlewat, ada banyak hal yang aku lupakan. Tapi.... kenapa detakan ini masih sama? Kenapa air mata itu masih tersisa? Apa aku belum benar-benar mengikhlaskannya? Melepaskannya untuk kelegaan diriku dan kebahagiaannya saat ini.Aku pikir, dia layaknya matematika. Di saat rumus-rumus itu dulu melekat erat di otakku
"Kau kembali?" lirih Tiffany seraya semakin mengeratkan pelukannya pada David. Lelaki itu tersenyum, mengusak surai hitam sang gadis dengan sayang. Jujur saja, ia hari ini memang ingin kembali, ingin kembali menemui separuh jiwanya yang ada di Ibu Kota. Namun, ia tak menyangka takdir akan secepat ini menemukannya dengan Tiffany. Setelah ia berhasil, merubah segalanya di Bali, ia memang sudah bertekad ingin menyusul kembali ke Jakarta. Entahlah, semakin lama perasaan ini bukan semakin redup tapi semakin merajalera merasuki dirinya semakin dalam. Tiffany Hwang, gadis yang berhasil meluluhkan hatinya. "Tentu aja, aku kembali. Aku sudah berjanji akan kembali padamu..."Mendengar perkataan David malah semakin membuat Tiffany mengeratkan pelukannya, dengan maksud lain ingin meredam suara tangisannya. Bahkan, ia sudah tidak peduli lagi dengan tatapan orang lain yang ada di sekitar mereka. Mengingat, mereka masih terjebak macet di tengah jalanan Ibu Kota. Sontak saja, itu memancing suara bi
"Kau kembali?" Matthew kembali bertanya lirih.David mengedikkan bahunya, "Ya, seperti yang kau lihat, aku kembali untuk Tiffany."Deg. Matthew yang kini merasa jantungnya berhenti berdetak sontak saja menoleh ke arah Tiffany. Rupanya, gadis itu juga tengah menatapnya dengan wajah yang nampak cemas sekaligus bersalah, entahlah Matthew mengartikan arti mata Tiffany adalah ucapan maaf. Matthew tertawa renyah, lalu melangkah sedikit ke depan David, "Sukses terus. Tapi, sepertinya kau ketinggalan berita. Aku permisi, have fun di sini."Setelah mengatakan itu, pria yang kini menyandang sebagai artis itu sontak saja melangkah pergi dari hadapan Tiffany dan David. Merasa hatinya diremas oleh ribuan duri tajam. Sakit! Rasanya sakit sekali. Entah mengapa, Tiffany belum bisa membuka seluruh hatinya padanya padahal segala cara sudah ia lakukan untuk gadis itu. Tapi, apa? Mengapa balasannya seperti ini. Matthew merasa ini sangat tidak adil baginya.Di lain sisi, David yang mendengar ucapan Matth
Perlahan tapi pasti, David mendekatkan wajahnya ke arah Tiffany hingga kedua hidung mereka saling bersentuhan. Tiffany menegang, ia merasa aliran darahnya seolah berhenti sebentar dari tubuhnya, gleyer aneh langsung memenuhi perutnya, rasa yang belum pernah ia rasakan bersama Matthew. Meski hanya saling bertatapan seperti ini saja sudah membuat Tiffany kesulitan bernapas. Astaga, hatinya benar-benar sudah dipenuhi oleh pria ini.Tiffany sedikit beringsut begitu David malah dengan sengaja mengendus lehernya, hingga membuatnya geli dan risih, namun entah mengapa ia malah menyukainya. Tersenyum, Tiffany tersenyum. Bersama David seolah kebahagiaannya kembali setelah sekian lama ia hilang arah. "Sa- David, kau- sedang apa?" Tiffany bertanya karena sedari tadi David tak hentinya mengendus lehernya dan terkadang menyingkirkan helaian rambutnya yang mengganggu."Kau pakai parfum apa?"Tiffany berkedip, "Eh?""Kau wangi sekali. Kau sengaja menggodaku?""Ah? Ti-tidak, aku tidak bermaksud seper
"Aku masih menyayangimu, Tiffany."Setelahnya, kedua benda kenyal tak bertulang mereka bertemu dengan lembut ditambah dengan lumatan kecil yang bergerak lincah di dalam bibir sang gadis.Tiffany tak bereaksi apapun, kedua matanya hanya membeliak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengannya. David baru saja menciumnya! Ya, menciumnya tepat di bibir. Astaga! Kedua mata Tiffany berkedip begitu ia merasa David menggigit bibir bawahnya, mungkin pria itu merasa bahwa Tiffany hanya diam saja dan tak membalas ciumannya. Tiffany merasa bersalah, ia tahu ini salah. Tapi, entah mengapa, tubuhnya justru malah menikmatinya. Sialnya, tubuhnya malah ingin menginginkan lebih. Sontak saja, kedua matanya terpejam, menikmati sentuhan bibir dan juga lidah David yang mengabsen seluruh isi bibir miliknya. Perlahan, karena ia juga merasa terdapat tekanan pada pinggulnya, ia mencoba ingin membalas ciuman David. Ah, malam ini ia harus menghabiskan banyak tenaga. Menyadari hal itu, David diam-diam ter
Langkah kaki Yeri dengan tergesa langsung berlari menyusuri lorong panjang yang akan membawanya bertemu dengan Vero. Tadi, setelah Luna memberitahunya jika Vero sedang dilarikan ke rumah sakit, ia tanpa aba-aba langsung meninggalkan Arga, ia langsung memesan taksi dan menuju rumah sakit yang Luna maksud.Jantung Yeri semakin berdetak tak karuan. Bukannya apa, jika penyakit Vero sedang kambuh, mau tak mau ia harus menjalani sebuah perawat yang harus memantaunya dua puluh empat jam. Ya, sudah satu tahun belakangan ini Vero mengidap penyakit bipolar yang membuat kinerja otaknya sedikit terganggu. Dan, selama itu pula Yeri yang bertugas merawatnya. Sungguh, ia benar-benar sangat khawatir dengan pria yang bernotabene sebagai kekasihnya itu.Brak.Pintu itu terbuka dan ia langsung mendapati Matthew yang tengah terduduk dengan pandangan kosong. Di sampingnya ada Salsha yang juga tengah memperhatikannya. "Matthew."Sontak saja, kedua anak manusia itu langsung berbalik menatapnya."Kurasa, ak
Matthew menatap Tiffany dengan alis yang menungging naik. Sedangkan, Tiffany hanya terdiam membisu dengan ekspresi yang tidak terbaca. Pikirannya sedang bercabang. Entah mengapa, kata itu yang spontan saja keluar dari mulutnya. Sungguh, ia tak suka mendengar perkataan Matthew yang barusan. Dalam arti, ia tak ingin kehilangan pria itu. Tapi, bukankah seharusnya seperti ini? David sudah kembali, cintanya sudah kembali. Seharusnya, mudah bagi Tiffany untuk melepaskan Matthew. Tapi, kenapa ia sangat tidak rela.***David menghela napasnya. Ini sudah ke berapa kalinya ia melakukan hal yang seperti itu. Tiffany masih belum bisa dihubungi. Ia harus mencari gadis itu kemana? Tak ada satupun yang ia kenal di sini. Tapi, ia ingat jika Tiffany memiliki sepupu di sini. Tapi, dimana ia harus mencarinya?Tak menyerah, David kembali memencet nomor Tiffany dan berharap gadis itu mengangkat panggilannya. Rasanya, David sudah menyerah begitu sampai dering ke lima sama sekali tak ada sahutan dari gadis
"Kau tidak ingin menjelaskan apapun padanya?" tanya Matthew yang membuat dua orang manusia itu menoleh kepadanya dan itu membuat Tiffany benar-benar gugup."David." cicit Tiffany seraya meremas kedua jemarinya. David yang mendapati respon dari gadisnya itu sontak menoleh."Sebenarnya, aku dan Matthew adalah sepasang kekasih." ucapnya dengan tarikan sehela napas. Menurutnya, ini memang sudah saatnya yang tepat untuk menceritakan semuanya pada David daripada semakin lama kebohongan ini akan semakin menyakitkan. Dan, David hanya terdiam. Pria itu mengerjap lalu terkekeh, "Wah, aku tidak tahu jika aku ketinggalan berita. Pantas saja kalian sangat aneh. Sepertinya, aku juga sudah terlambat. Menyakitkan memang, tapi sepertinya itu yang harus aku terima. Jadi, sejak kapan kalian bersama?"Matthew melirik ke arah Tiffany yang kini tengah menatap David sangat dalam. Ia tahu jika gadisnya itu masih mencintai David. Namun, apa ia harus mengalah lagi sekarang? "I-itu—""Tidak. Itu dulu, sekaran