Langit malam ini sangat indah. Cerah dan dihiasi taburan bintang. Kejora berkelip manja di bagian timur langit, seperti mata seorang gadis yang menggoda pemuda kecintaannya. Angin bertiup semilir, nyaris tak terasa di kulit meski tidak tertutup apa pun. Satu kata untuk malam ini, sempurna. Crystal duduk di pangkuan Astrid di balkon kamar tidurnya. Sejak selesai makan malam mereka duduk di sana, memandangi langit yang terlihat lebih indah dari biasanya. Mereka meninggalkan Edmund di ruangannya bersama salah seorang temannya, seorang bangsawan dari kota. Pria itu sebulan sekali pasti datang ke kediaman mereka di Rainbow Hill, menceritakan segalanya yang terjadi di kota pada Edmund. Obrolan yang tidak terlalu penting itu biasanya akan berakhir setelah lewat tengah malam, disambung besok ketika dia kembali berkunjung. Mereka –para wanita– tidak pernah tertarik dengan obrolan mengenai politik semacam itu. Astrid selalu membawa Crystal menjauh –biasanya ke kamar tidurnya, dan menemaninya
"Jangan pernah sekali-kali lagi kau mencoba untuk belajar bersama Pangeran Alexant." Selena menggeram tertahan. "Cukup Fasha saja yang mengajarimu, kau tidak memerlukan guru yang lain!" Dengan kasar Selena mengempaskan lengan Beatrice yang dicengkeramnya. Ini sudah keterlaluan! Apa yang dilakukan Beatrice sangat memalukan. Bisa-bisanya dia kembali kedapatan berada di perpustakaan pribadi raja, bersama Alexant yang sedang belajar ilmu alam. Ini sudah yang kesekian kali. Lord Damian –guru ilmu alam Alexant– sudah dua kali melaporkan padanya tentang masalah ini. Begitu juga dengan Madam Petrova. Guru etika dan tata krama itu mengeluhkan kehadiran Beatrice di perpustakaan. Katanya, Beatrice mengganggu dan sulit untuk diajari tata krama. Madam Petrova tidak mengusir Beatrice seperti yang dilakukan guru-guru Alexant lainnya, dia justru mengajarinya. Sayangnya, Beatrice tidak pernah bisa melakukan seperti yang diperintahkannya. Tidak bisa berjalan anggun selayaknya wanita bangsawan, atau
Sunyi, senyap, tak terdengar suara, bahkan helaan napas. Ruangan luas ini seolah meredam semua bunyi-bunyian yang ada. Beatrice menggigil di tempatnya, di kaki sofa tempat Selena menghempaskannya. Dia tidak berani bergerak sejak beberapa saat yang lalu, posisinya tetap sama. Kedua tangan memeluk lutut, kepalanya terbenam di antara kedua lutut, menunduk dalam-dalam sehingga hanya sebuah gundukan berwarna pirang yang terlihat, dan bahu mungil yang bergetar. Beatrice menangis tanpa suara saking takutnya dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Mama.Tidak ada yang lebih mengerikan dari ancaman Mama barusan. Berpisah dari Alexant merupakan mimpi buruk baginya, dia tak ingin itu terjadi. Alexant adalah segalanya, bersama Alexant selamanya adalah mimpinya. Jika harus dipisahkan dari Alexant, lebih baik mati rasanya. Mungkin terlalu berlebihan bagi seorang anak yang masih berusia sepuluh tahun untuk berpikir tentang kematian dan lain sebagainya. Masalah itu adalah masalah orang dewasa, t
Alexant celingukan, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri berkali-kali seperti sedang mencari sesuatu. Sudah sejak beberapa menit yang lalu ia melakukannya, sampai sekarang pun masih. "Ke mana Beatrice? Kenapa aku tidak melihatnya akhir-akhir ini?"Pertanyaan itu terlontar dari mulut Alexant setelah ia tidak juga menemukan yang dicarinya. Beatrice Llyod menghilang dari pandangannya sepuluh hari terakhir, dan itu sangat mengganggunya. Ia mengkhawatirkannya, takut jika terjadi sesuatu yang tidak-tidak padanya. Beatrice jelas-jelas tersiksa dengan sikap Ibu kandungnya yang selalu menyalahkannya atas semua hal buruk yang terjadi. Namun, di depannya dia selalu berusaha tersenyum dengan sewajarnya. Jujur saja, Alexant sudah terbiasa dengan kehadiran Beatrice dalam dua tahun terakhir. Beatrice yang selalu bersemangat dan pantang menyerah membuatnya tidak menyerah pada waktu. Iya, ini menyangkut Crystal. Ia hampir menyerah padanya karena berkali-kali mencari, tetapi tak pernah menemukan.
Sepuluh hari, dan itu bukan waktu yang sebentar bagi Beatrice. Rasanya seperti sepuluh abad. Meskipun dia tidak tahu apa itu sepuluh abad, tetapi dia yakin pasti hitungan waktu yang sangat lama. Itulah yang dirasakannya sekarang. Setiap menit, setiap detik berlalu dengan sangat lambat. Tanpa ada Alexant semuanya terasa tidak menyenangkan. Semangatnya hilang, selera makannya berkurang. Dia sangat ingin bertemu Alexant, tetapi takut pada ancaman Mama. Dia tidak ingin berpisah dari Alexant, ingin terus bersamanya, ingin terus berada di dekatnya. Meskipun mereka tidak bisa bertemu, dia rela, asal tinggal di satu atap yang sama. Dia akan menahan semua rasa sakitnya, asalkan bisa mendengar kabar tentang Alexant setiap harinya. Hari kesepuluh sudah berjalan menuju akhir. Matahari sudah berada di sebelah barat sejak beberapa menit yang lalu, beberapa jam lagi kedudukannya akan digantikan oleh bulan. Beatrice mencoba untuk melangkah keluar. Dia membuka pintu kamar dengan hati-hati, melongok
"Kita tidak bisa melanjutkan mencari Beatrice sekarang, George. Jenderal Wallace pasti sudah menunggu kita."George tersentak. Kenapa ia baru menyadarinya? Alexant benar, sekarang adalah jam mereka berlatih. Para orang dewasa –termasuk ayahnya– pasti berpikir apa yang mereka lakukan tidak penting. Keselamatan seorang anak yang bukan anak mereka, bukanlah urusan mereka. Tidak akan ada yang peduli pada Beatrice, meskipun seandainya Selena menyiksanya. Apalagi, yang melakukan itu adalah ibu kandungnya sendiri, tidak akan ada yang mau ikut campur. Semua orang di istana ini berlomba hanya untuk keselamatan dan kepentingan mereka. George hanya berharap ayahnya tidak termasuk ke dalam golongan itu, yang hanya mementingkan diri sendiri. "Baik, Yang Mulia. Maafkan saya!" pinta George sambil masih terus mengikuti langkah Alexant yang semakin lebar saja. Bahkan sekarang mereka sudah setengah berlari. Entah apa yang terjadi, tetapi langkah kaki Alexant semakin cepat menuju taman bagian selatan
"Kau tidak apa-apa, Beatrice?" tanya Alexant. Tangannya berada di bahu Beatrice yang bergetar. Beatrice masih menangis, pipinya yang pucat basah oleh air matanya, padahal Selena dan Fasha sudah tidak berada bersama mereka lagi. Kedua wanita tersebut sudah meninggalkan taman sejak lima belas menit yang lalu. Namun, Beatrice masih terus saja menangis, tubuhnya juga masih gemetar. Tidak ada jawaban, Beatrice masih belum menemukan suaranya. Dia hanya bisa mengangguk, itu pun dengan gerakan yang kaku. Dia masih menggigil. Suara Mama yang mengguntur dan tindakannya yang hampir menamparnya masih belum dapat dilupakannya. Keringat masih membasahi pelipis dan leher Beatrice, padahal angin sore berembus semilir, tidak akan membuatmu berkeringat. Air mata juga tidak bisa berhenti keluar, dia sudah mencoba untuk menghentikannya, tetap tidak bisa. Dadanya semakin sesak jika dia mencoba untuk menahannya. "Kau tidak perlu takut lagi, Beatrice. Kupikir, Selena tidak akan berani lagi mengganggumu.
Kata sahabat yang keluar dari mulut Alexant terdengar sedikit mengganggu bagi Beatrice, tetapi dia tetap mengangguk membenarkan. Kedua anak laki-laki ini adalah dua orang yang selalu menolongnya, selalu memberikan perlindungan yang dibutuhkannya. George juga sama seperti Alexant. Beberapa kali George membantunya terlepas dari hukuman yang ingin diberikan oleh Lady Elsa Baige padanya. Lady Elsa seusia dengannya, dan tidak menyukainya. Oleh sebab itu, Lady Elsa selalu mencari kesalahannya agar dapat memberikan hukuman. Jangan bertanya kenapa seorang putri perdana menteri juga bisa menghukumnya. Semua itu tentu saja karena peraturan kerajaan. Baik itu kerajaan Namira maupun kerajaan lainnya, setiap bangsawan diperbolehkan memberikan hukuman kepada siapa pun itu asal berkedudukan lebih rendah dari mereka. Entah apa yang menyebabkan Lady Elsa tidak pernah menyukainya. Seingatnya, dia tidak pernah bersinggungan dengannya, tidak pernah membuat masalah dengannya. Namun, Lady Elsa selalu in
Dua hari lagi ia tidak akan sendiri lagi di kamar ini, akan ada Crystal yang menemaninya. Tempat tidur besar itu akan diisi oleh mereka berdua, begitu juga dengan barang-barang yang mengisi kamar. Ia yakin, pasti akan ada tambahan nantinya, entah itu lemari atau apa pun. Oleh sebab itu, ia tidak mengisi kamar tidurnya dengan banyak barang. Biarkan nanti Crystal yang memilih perabotan apa saja yang cocok untuk kamar tidur mereka. Untuk saat ini, hanya ada satu set sofa dan sebuah kursi santai berwarna perak yang diletakkan di dekat jendela menghadap taman. Dua buah lemari pakaian berukuran besar yang diletakkan berdampingan di bagian kanan kamar. Salah satu lemari sudah terisi dengan pakaian-pakaiannya, sebuah lagi masih kosong. Mungkin besok mereka akan mengisinya dengan gaun-gaun cantik untuk Crystal. Akan ada tambahan beberapa set sofa lagi. Mungkin dua set agar ruangan ini tidak terlihat kosong, dan suara mereka tidak bergema. Akan sangat konyol jika apa yang mereka lakukan di d
Istana Namira memang tidak sebesar istana Alastoire. Dinding-dindingnya didominasi warna keemasan dan perak dengan pilar-pilar penyangga berwarna sama. Satu yang pasti, istana Namira selalu hangat karena dibanjiri sinar matahari sepanjang tahun. Bukannya tak ada salju, hanya saja di Namira lebih banyak sinar matahari dibandingkan dengan Alastoire yang beriklim dingin sepanjang tahunnya. Lance Loire selalu menikmati setiap kunjungannya ke Namira. Tak hanya beriklim hangat, gadis-gadis Namira juga terkenal dengan kecantikannya. Sudah bukan rahasia lagi jika ia gemar bermain wanita. Sudah banyak wanita yang ditidurinya, baik itu di Namira, Rans, ataupun Alastoire yang merupakan daerah kekuasaannya sendiri. Siapa yang dapat menolak pesonanya, para wanita itu malah berlomba untuk bisa menghabiskan waktu satu malam saja bersamanya. Meskipun tidak dibayar, mereka akan dengan sukarela mengangkang untuknya. Dasar para wanita murahan! Putri tunggalnya sendiri sudah mengetahui kebiasaannya i
"Selamat ulang tahun, Nak!"Kata-kata itu keluar dari bibir Lance Loire yang ditujukannya kepada sang putri tercinta. Tidak ada acara meriah pada ulang tahunnya kali ini. Crystal juga tidak berkunjung ke Alastoire, ulang tahunnya hanya dirayakan di Namira, itu pun tanpa pesta ataupun tamu undangan. Pertambahan usianya hanya dirayakan dengan acara makan malam bersama dan tiup lilin. Lance Loire yang kali ini datang ke Namira, tanpa ada seorang pun yang tahu. Entah bagaimana caranya ia melewati pemeriksaan di pelabuhan sehingga kedatangannya tak terdeteksi. Yang pasti, ia tiba di Rainbow Hill dengan selamat tepat beberapa saat sebelum usia Crystal berganti."Kau sudah dewasa sekarang. Lihatlah!" Tidak ada senyum atau apa pun menyertai perkataannya itu. Raut wajah Lance tetap saja datar dengan sorot mata yang dingin. "Charlotte pasti bangga padamu."Crystal tersenyum lebar. "Mama pasti akan lebih bangga lagi padaku saat aku berdiri di depan altar."Lance mengembuskan napas kasar melalui
"Anda dari mana, Nona?"Elsi yang tengah memasuki kamar tidurnya dengan mengendap dikejutkan oleh pertanyaan itu. Dia berjengit, menegakkan tubuh, dan melepas bandana yang menutupi kepalanya, lalu tersenyum lebar untuk menghapus kecurigaan Bibi Jane kepadanya. Bibi Jane adalah pengasuhnya. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu sudah merawatnya sejak dia kecil. Di kastil ini, hanya Bibi Jane yang menyayangi dan menghargainya –menurutnya. Kedua orang tuanya selalu memojokkannya. Apalagi Papa, selalu membandingkannya dengan semua orang. Papa selalu menyebut nama keluarga Bryne setiap kali mengomelinya. Tak jarang kata-kata Papa sangat menyakitkan. Tak hanya baginya, tetapi Bibi Jane juga pasti merasakannya. Bibi Jane selalu menangis tersedu setiap kali mendengar Papa mengomel, apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan George hanya karena dia perempuan. Itulah sebabnya dia meminta George untuk mengajarinya semua yang biasa dilalukan pria. Maksudnya, membela diri, agar Papa ti
Tak ada yang tahu bagaimana perasaannya karena ia tak memberi tahu siapa pun. Ia menyimpannya rapat-rapat agar tak ada seorang pun yang menyadari jika ia tengah menjalin hubungan secara diam-diam dengan putri dari musuh keluarganya. Hubungan mereka seolah sesuatu yang terlarang, padahal tidak demikian. Seandainya saja keluarga mereka tidak saling bermusuhan, tidak akan ada kata terlarang di antara mereka. Mereka akan dapat dengan bebas mendeklarasikan hubungan mereka di depan publik. Sayangnya, permusuhan keluarga yang sudah terjadi selama bertahun-tahun membuat mereka tidak bisa melakukannya. Bertemu pun mereka harus diam-diam di pinggiran hutan dengan Elsi yang mengenakan pakaian laki-laki agar tidak ada yang mengenali, mereka seperti sepasang penjahat saja. "Selamat sore, Yang Mulia!" George membungkuk hormat di depan Alexant yang tengah duduk di bangku taman. Dia sedang membersihkan pedangnya. Seharian ini George menghabiskan waktunya bersama Elsi. Mereka tidak hanya mengobrol
"Kau harus yakin pada kekuatan cinta, Elsi. Jika pangeran Alexant dan Lady Mars bisa melewati tujuh tahun berpisah dan masih saling mencintai, begitu juga dengan kita." George meraih wajah Elsi, membingkainya dengan kedua tangannya. "Percayalah, kita juga pasti bisa menghadapi rintangan bersama-sama. Alexant dan Crystal dapat melewati waktu karena mereka saling yakin dan percaya, kita juga pasti bisa mendapatkan restu dari kedua orang tuamu." Elsi mengangguk, membuat dua bulir bening menuruni pipinya. Kata-kata George begitu mengena di hatinya. George benar, mereka harus bisa bertahan, harus kuat. Mereka tak boleh menyerah, seperti pangeran Alexant dan Lady Crystal Mars yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Mereka berdua dapat mengatasi jarak dan waktu yang memisahkan mereka. Mereka yakin jika pasangan mereka juga memiliki perasaan yang sama kuat dengan mereka. Dia juga harus kuat seperti Lady Mars, harus yakin jika mereka pasti dapat mengatasi segala rintangan dalam per
"Tidak apa, melakukan apa pun aku mau asal kau yang memintaku untuk melakukannya."Elsi mengangkat sebelah alisnya menatap George. Meskipun berpakaian seperti pria, kecantikan Elsi tidak bisa disembunyikan. Satu-satunya jalan agar tak kentara terlihat seperti perempuan, dia selalu bersikap angkuh dan dingin. Itu pun terkadang tidak pernah berhasil, apalagi di depan George. Pernah suatu waktu dia ditantang seorang pria bertubuh besar dengan perutnya yang buncit untuk minum alkohol. Sebagai seorang gadis bangsawan yang terhormat, pantang baginya tidak menerima tantangan. Sebagai gadis bangsawan juga dia tidak diperbolehkan meminum alkohol. Selain karena usianya yang belum mencukupi, alkohol juga tidak disarankan untuk kaum perempuan, terutama mereka yang belum dewasa. "Kau suruh apa pun, pasti akan kulakukan untukmu, Lady Baige!" George membungkukkan separuh badannya dengan tangan di dada, memberi hormat pada gadis yang dicintainya. Elsi membuang muka melihatnya, menyembunyikan wajah
Lily of the Valley, bunga yang sangat beracun. Namun, anehnya Crystal sangat menyukai bunga berwarna putih tersebut. Bentuknya yang seperti lonceng dan mungil memang terlihat sangat cantik dan menggemaskan. Persis seperti Crystal, termasuk racunnya. Bagi Alexant, Crystal sangatlah beracun, dan racun itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya sehingga ia tidak bisa berkutik lagi. Racun yang disebarkan Crystal pada dirinya membuatnya bertekuk lutut di bawah kakinya. Satu setengah tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka. Hanya tinggal enam bulan lagi, maka mereka akan bertemu dan tidak akan terpisahkan. Alexant mengerang, bertanya kesal dalam hati, kenapa waktu setengah tahun terasa lebih lama dari satu setengah tahun. Sungguh, sejak dulu ia sangat ingin mempercepat waktu, agar ia dan Crystal tak lagi berpisah. Rasanya sangat menyiksa tidak bisa bertemu seperti ini. Waktu enam bulan yang tersisa sangat menggemaskan rasanya. Jika bisa ia ingin langsung saja melewatinya. Sayang
"Astaga, apa yang kau lakukan?" Beatrice membelalak gemas pada bocah berambut pirang di depannya. Tinggi bocah itu tak sampai sepinggangnya, hanya sebatas lutut bagian atas. Dia bahkan harus membungkuk untuk dapat melihatnya. "Dengarkan aku, Leon! Aku sudah membersihkan lantai ini beberapa kali, tidakkah kau kasihan kepadaku?" Keadaan rumah mungil itu tak pernah lagi damai seperti biasa. Semenjak Leon lahir, semakin dia besar keributan semakin sering terjadi. Leon yang sudah berusia delapan belas bulan sedang aktif-aktifnya, dan dia sangat senang mengganggu Beatrice. Seperti pagi ini, Fasha meminta Beatrice untuk membersihkan lantai ruang tamu mereka, dan Beatrice sudah melakukannya sebanyak tiga kali. Seandainya saja Leon tidak mengganggunya dengan selalu mengotori lantai setiap selesai dibersihkannya, Beatrice tak perlu melakukannya secara berulang-ulang seperti sekarang. Ini adalah yang keempat kali Beatrice mengepel lantai ruang tamu rumah mereka, dan dia harus kembali mengulan