"Hah? Apa untungnya bagiku?" tanya Darren heran dan memandang Nana dengan pandangan sinis."Karena kau berpikir bisa menikah denganku!" jawab Nana semakin ngawur."Astaga! Aku suka kau yang sangat percaya diri, tapi sayangnya kau berlebihan!" jawab Darren.Sementara itu Viko masih menatap Nana menuntut jawaban dari sang kekasih yang masih tampak marah-marah kepada Darren."Kalian jangan bertengkar, siapa yang bisa menjelaskan kejadian sebenarnya kepadaku?" tanya Viko yang kemudian menatap Darren dan Nana secara bergantian."Tontonlah pernyataanku kepada wartawan, itulah cerita yang sebenarnya," jawab Darren santai."Nana…," panggil Viko kepada Nana.Sepertinya Viko masih ingin mendengarkan penjelasan dari Nana. Darren tidak tahu hubungan seperti apa yang mereka jalani, bahkan Viko tidak tahu kalau orang tua Nana tidak menyetujuinya dan ingin menjodohkan Nana dengan orang lain."Kau sudah terpengaruh dengan orang ini, terserah kau mau percaya atau tidak sama aku!" jawab Nana berteriak
"Renata, ada apa?" tanya Darren keheranan mendengar Renata yang nangis-nangis di ujung telepon."Aku salah…," ujar Renata lagi."Kamu kenapa? Salah apanya, Renata?" tanya Darren khawatir.Darren sangat khawatir mendengar Renata di ujung telepon yang terus meminta maaf. Padahal Darren belum tahu apa masalah yang dihadapi oleh Renata."Noah…."Renata terbata-bata saat menyebut nama Noah, dan itu semakin membuat Darren terhenyak dan panik."Ada apa dengan Noah?!" tanya Darren berteriak dan berdiri dari duduknya.Darren menyugar kasar rambutnya, dan mondar mandir tidak jelas menunggu Renata menyelesaikan ucapannya."Noah masuk rumah sakit," jawab Renata kemudian setelah terdiam beberapa saat.Deg!Jantung Darren terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan Renata. Dan pastinya Darren keheranan, sebab saat pagi tadi dia meninggalkan rumah Noah dalam keadaan baik-baik saja dan masih ceria."Noah kenapa? Dia sakit apa?" tanya Darren beruntun. Dan melihat reaksi Darren yang seperti
"Ini semua karena dia!"Bukan Renata yang menjawab, tapi Amina dengan tangan menunjuk ke arah Renata. Dan terlihat juga sorot tajam matanya menahan amarah kepada Renata."Bu, apa yang terjadi?" tanya Darren mendekat ke arah Amina dan memeluk wanita paruh baya itu dengan lembut.Darren berusaha menenangkan Amina, karena Darren melihat disini adanya kesalahpahaman. Bahkan Renata tidak melakukan perlawanan sedikitpun. Kecuali hanya menunduk.Darren mengurungkan niatnya untuk mendekati Noah, karena dia pikir Amina yang mesti di tenangkan. Dan juga saat ini Noah sedang tertidur lelap. Darren tidak mau mengganggunya.Darren membimbing Amina untuk kembali duduk dan memberikan ibunya satu botol air mineral, agar emosi Amina segera mereda."Jelaskan kepada Darren pelan-pelan, Bu. Jangan marah-marah, ada apa sebenarnya? Kenapa Noah bisa masuk rumah sakit?" tanya Darren sambil mengelus pundak Amina dengan lembut."Semua karena Renata. Entah apa yang dia inginkan, tiba-tiba hari ini mengajak Noah
"Kenapa? Kamu mau bela dia lagi?" tanya Amina yang sudah kadung emosi. Bahkan Darren saja dibentak."Papa…."Karena suara Amina yang semakin meninggi sudah pasti membuat Noah yang sedang terlelap menjadi terbangun dan langsung memanggil Darren saat melihat Darren sudah ada berdiri di sampingnya.Yang pertama kali di cari oleh Noah saat membuka matanya adalah Darren, padahal Noah juga bisa melihat ada Renata yang juga duduk disampingnya dan menggenggam tangannya dengan erat.Amina langsung terdiam, dia melirik ke arah Darren berkali-kali untuk memastikan kalau Darren tidak marah sebab dia sudah membuat Noah terbangun, padahal Darren sudah mengingatkannya."Iya sayang, papa disini," jawab Darren sambil menyunggingkan senyumannya dan mengelus lembut kepala Noah."Sakit…, huhu," ujar Noah yang langsung menangis saat melihat Darren. Seperti biasanya, Noah akan sangat manja kepada Darren. Semua orang di sekitarnya akan diabaikannya kalau sudah ada Darren bersama dengannya."Sini papa peluk
"Aku ada kegiatan lain," jawab Renata sambil menunduk.Darren mengernyitkan keningnya mendengar jawaban yang diberikan oleh Renata, sebab terlihat dengan jelas kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh Renata."Yakin?" tanya Darren penuh penekanan.Renata menganggukkan kepalanya, dan terlihat kalau Renata sedang berbohong.Darren menatap Renata dengan tatapan penuh dengan kecurigaan, yang Darren takutkan adalah terjadinya sesuatu antara Renata dan Amina saat dia tidak ada."Iya, aku harus ke butik. Ada sedikit masalah di butik," jawab Renata mengalihkan pandangannya.Renata selalu menghindari kontak mata dengan Darren.Dan hal itu pastinya membuat Darren semakin penasaran. Karena tidak biasanya Renata bersikap seperti itu."Sejak dulu kamu itu tidak pernah bisa berbohong, aku tahu ada sesuatu yang kamu tutupi," ujar Darren kemudian.Renata menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Darren. "Serius, aku ada keperluan di butik.""Ibu berbuat sesuatu? Atau mengatakan sesuatu?" tanya Da
“Pandai sekali kau berakting!”Sontak suara Amina membuat Darren dan Renata langsung melihat ke sumber suara, kedaunya penasaran karena yang mereka tahu kalau Amina sudah masuk ke kamarnya. Dan sekarang tiba-tiba kembali ke ruang tamu.“Bu, ada apa sebenarnya? Kenapa ibu marah-marah terus?” tanya Darren berusaha santai.“Gak ada apa-apa, aku hanya tidak mau kau dipermainkan untuk yang kedua kalinya oleh perempuan yang sama. Jangan sampai dia seenaknya memanfaatkan kamu!” jawab Amina menatap Renata dengan tatapan yang tajam.Amina benar-benar masih belum percaya dengan Renata, karena pengalaman Renata pernah mencampakkan Darren itu sangat sulit diterimanya.Walaupun Darren bukanlah anak kandungnya, tapi Amina tidak akan rela jika ada orang yang menyakiti Darren. Apalagi Renata jelas-jelas adalah anak dari komplotan pembunuhan orang tua Darren.“Bu, Renata minta maaf atas apa yang pernah Renata lakukan. Tapi, saat ini sedikitpun tidak ada niat di hatiku untuk menyakiti mereka. Dan untuk
Darren mengerem secara mendadak mobil yang sedang dikendarainya. Dia menatap ke arah Renata dengan pandangan yang penuh selidik.“Maksud kamu?” tanya Darren tidak mengerti.Darren juga merasa tidak pernah menceritakan secara detail tentang kedua orang tuanya kepada Renata, apalagi hubungan Martano dan orang tuanya. Dia tidak menyangka kalau Renata malah mengetahuinya.“Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan dari aku. Aku sudah tahu siapa orang yang membunuh kedua orang tuamu, salah satunya adalah papaku. Dan masalah perusahaan peninggalan orang tua kamu ada dibawah perusahaan papa, itu karena papa mengambil alih perusahaan itu,” jawab Renata dengan santi.Darren menghela nafas berat mendengarkan apa yang disampaikan oleh Renata. Dia tidak menyangka kalau Renata mengetahui semuanya sampai sejauh itu.Bahkan Darren menjadi waspada kepada Renata, karena dia tidak mau kalau Renata bekerja untuk Martano dan mau menghancurkannya seperti Martano menghancurkan papanya.“Sejak kamu mengatakan k
“Jangan melawan orang tua sendiri, aku tidak mau kamu melakukan itu,” jawab Darren mengalihkan pandangannya dan kembali melajukan kembali mobilnya.“Tapi aku serius, aku tidak bisa membiarkan hal itu. Padahal aku tahu apa yang terjadi, dan apa yang aku curigai tadi semua benar, kan?” tanya Renata menyelidik.Darren tidak menjawab. Dan Renata menganggap diamnya Darren itu adalah mengiyakan, itu artinya semuanya benar.“Kemana kamu selama ini? Kenapa kamu baru muncul sekarang? Dan siapa sebenarnya Amina?” tanya Renata memberondong Darren dengan pertanyaan.Semua itu karena Renata mendapatkan informasi di internet mengatakan kalau Darren kalah dalam persidangan. Putusan pengadilan menarik semua harta peninggalan orang tuanya untuk melunasi semua hutang-hutangnya.Dan sekarang, Renata jadi ragu apakah benar orang tua Darren memiliki hutang ataukah itu hanyalah alasan musuhnya semata. Toh, mereka semua sudah meninggal jadi tidak bisa memberikan pembelaan dan kesaksian.“Amina adalah pemili
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.