"Kau mau mencari masalah denganku?!" teriak seseorang yang baru saja masuk ke cafe Darren dengan tergesa-gesa dan penuh dengan kemarahan.Dia adalah Nana. Dia datang dengan wajah yang memerah karena marah. Entah dia sedang berada dimana, sehingga dia dengan begitu cepat datang ke cafe tempat Darren berada."Santai, Nana," ujar Darren sambil menyunggingkan senyumannya."Santai? Kau bilang santai? Setelah apa yang kau lakukan ini? Kau benar-benar membuatku muak, Darren!" teriak Nana sambil menunjuk wajah Darren dengan kemarahan yang memuncak.Darren melihat ke arah Nana dengan senyuman yang terkembang di bibirnya. Dia bahkan tidak berniat menjawab sedikitpun perkataan Nana.Darren menyeruput kopi di hadapannya dengan santai, sehingga membuat Nana semakin emosi."Kau…."Nana menahan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Padahal biasanya Nana tidak pernah menahan kata-katanya."Silakan duduk dan mati kita bicara dengan pelan," ujar Darren kemudian kepada Nana dan melihat kursi yang berada
"Hah? Apa untungnya bagiku?" tanya Darren heran dan memandang Nana dengan pandangan sinis."Karena kau berpikir bisa menikah denganku!" jawab Nana semakin ngawur."Astaga! Aku suka kau yang sangat percaya diri, tapi sayangnya kau berlebihan!" jawab Darren.Sementara itu Viko masih menatap Nana menuntut jawaban dari sang kekasih yang masih tampak marah-marah kepada Darren."Kalian jangan bertengkar, siapa yang bisa menjelaskan kejadian sebenarnya kepadaku?" tanya Viko yang kemudian menatap Darren dan Nana secara bergantian."Tontonlah pernyataanku kepada wartawan, itulah cerita yang sebenarnya," jawab Darren santai."Nana…," panggil Viko kepada Nana.Sepertinya Viko masih ingin mendengarkan penjelasan dari Nana. Darren tidak tahu hubungan seperti apa yang mereka jalani, bahkan Viko tidak tahu kalau orang tua Nana tidak menyetujuinya dan ingin menjodohkan Nana dengan orang lain."Kau sudah terpengaruh dengan orang ini, terserah kau mau percaya atau tidak sama aku!" jawab Nana berteriak
"Renata, ada apa?" tanya Darren keheranan mendengar Renata yang nangis-nangis di ujung telepon."Aku salah…," ujar Renata lagi."Kamu kenapa? Salah apanya, Renata?" tanya Darren khawatir.Darren sangat khawatir mendengar Renata di ujung telepon yang terus meminta maaf. Padahal Darren belum tahu apa masalah yang dihadapi oleh Renata."Noah…."Renata terbata-bata saat menyebut nama Noah, dan itu semakin membuat Darren terhenyak dan panik."Ada apa dengan Noah?!" tanya Darren berteriak dan berdiri dari duduknya.Darren menyugar kasar rambutnya, dan mondar mandir tidak jelas menunggu Renata menyelesaikan ucapannya."Noah masuk rumah sakit," jawab Renata kemudian setelah terdiam beberapa saat.Deg!Jantung Darren terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan Renata. Dan pastinya Darren keheranan, sebab saat pagi tadi dia meninggalkan rumah Noah dalam keadaan baik-baik saja dan masih ceria."Noah kenapa? Dia sakit apa?" tanya Darren beruntun. Dan melihat reaksi Darren yang seperti
"Ini semua karena dia!"Bukan Renata yang menjawab, tapi Amina dengan tangan menunjuk ke arah Renata. Dan terlihat juga sorot tajam matanya menahan amarah kepada Renata."Bu, apa yang terjadi?" tanya Darren mendekat ke arah Amina dan memeluk wanita paruh baya itu dengan lembut.Darren berusaha menenangkan Amina, karena Darren melihat disini adanya kesalahpahaman. Bahkan Renata tidak melakukan perlawanan sedikitpun. Kecuali hanya menunduk.Darren mengurungkan niatnya untuk mendekati Noah, karena dia pikir Amina yang mesti di tenangkan. Dan juga saat ini Noah sedang tertidur lelap. Darren tidak mau mengganggunya.Darren membimbing Amina untuk kembali duduk dan memberikan ibunya satu botol air mineral, agar emosi Amina segera mereda."Jelaskan kepada Darren pelan-pelan, Bu. Jangan marah-marah, ada apa sebenarnya? Kenapa Noah bisa masuk rumah sakit?" tanya Darren sambil mengelus pundak Amina dengan lembut."Semua karena Renata. Entah apa yang dia inginkan, tiba-tiba hari ini mengajak Noah
"Kenapa? Kamu mau bela dia lagi?" tanya Amina yang sudah kadung emosi. Bahkan Darren saja dibentak."Papa…."Karena suara Amina yang semakin meninggi sudah pasti membuat Noah yang sedang terlelap menjadi terbangun dan langsung memanggil Darren saat melihat Darren sudah ada berdiri di sampingnya.Yang pertama kali di cari oleh Noah saat membuka matanya adalah Darren, padahal Noah juga bisa melihat ada Renata yang juga duduk disampingnya dan menggenggam tangannya dengan erat.Amina langsung terdiam, dia melirik ke arah Darren berkali-kali untuk memastikan kalau Darren tidak marah sebab dia sudah membuat Noah terbangun, padahal Darren sudah mengingatkannya."Iya sayang, papa disini," jawab Darren sambil menyunggingkan senyumannya dan mengelus lembut kepala Noah."Sakit…, huhu," ujar Noah yang langsung menangis saat melihat Darren. Seperti biasanya, Noah akan sangat manja kepada Darren. Semua orang di sekitarnya akan diabaikannya kalau sudah ada Darren bersama dengannya."Sini papa peluk
"Aku ada kegiatan lain," jawab Renata sambil menunduk.Darren mengernyitkan keningnya mendengar jawaban yang diberikan oleh Renata, sebab terlihat dengan jelas kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh Renata."Yakin?" tanya Darren penuh penekanan.Renata menganggukkan kepalanya, dan terlihat kalau Renata sedang berbohong.Darren menatap Renata dengan tatapan penuh dengan kecurigaan, yang Darren takutkan adalah terjadinya sesuatu antara Renata dan Amina saat dia tidak ada."Iya, aku harus ke butik. Ada sedikit masalah di butik," jawab Renata mengalihkan pandangannya.Renata selalu menghindari kontak mata dengan Darren.Dan hal itu pastinya membuat Darren semakin penasaran. Karena tidak biasanya Renata bersikap seperti itu."Sejak dulu kamu itu tidak pernah bisa berbohong, aku tahu ada sesuatu yang kamu tutupi," ujar Darren kemudian.Renata menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Darren. "Serius, aku ada keperluan di butik.""Ibu berbuat sesuatu? Atau mengatakan sesuatu?" tanya Da
“Pandai sekali kau berakting!”Sontak suara Amina membuat Darren dan Renata langsung melihat ke sumber suara, kedaunya penasaran karena yang mereka tahu kalau Amina sudah masuk ke kamarnya. Dan sekarang tiba-tiba kembali ke ruang tamu.“Bu, ada apa sebenarnya? Kenapa ibu marah-marah terus?” tanya Darren berusaha santai.“Gak ada apa-apa, aku hanya tidak mau kau dipermainkan untuk yang kedua kalinya oleh perempuan yang sama. Jangan sampai dia seenaknya memanfaatkan kamu!” jawab Amina menatap Renata dengan tatapan yang tajam.Amina benar-benar masih belum percaya dengan Renata, karena pengalaman Renata pernah mencampakkan Darren itu sangat sulit diterimanya.Walaupun Darren bukanlah anak kandungnya, tapi Amina tidak akan rela jika ada orang yang menyakiti Darren. Apalagi Renata jelas-jelas adalah anak dari komplotan pembunuhan orang tua Darren.“Bu, Renata minta maaf atas apa yang pernah Renata lakukan. Tapi, saat ini sedikitpun tidak ada niat di hatiku untuk menyakiti mereka. Dan untuk
Darren mengerem secara mendadak mobil yang sedang dikendarainya. Dia menatap ke arah Renata dengan pandangan yang penuh selidik.“Maksud kamu?” tanya Darren tidak mengerti.Darren juga merasa tidak pernah menceritakan secara detail tentang kedua orang tuanya kepada Renata, apalagi hubungan Martano dan orang tuanya. Dia tidak menyangka kalau Renata malah mengetahuinya.“Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan dari aku. Aku sudah tahu siapa orang yang membunuh kedua orang tuamu, salah satunya adalah papaku. Dan masalah perusahaan peninggalan orang tua kamu ada dibawah perusahaan papa, itu karena papa mengambil alih perusahaan itu,” jawab Renata dengan santi.Darren menghela nafas berat mendengarkan apa yang disampaikan oleh Renata. Dia tidak menyangka kalau Renata mengetahui semuanya sampai sejauh itu.Bahkan Darren menjadi waspada kepada Renata, karena dia tidak mau kalau Renata bekerja untuk Martano dan mau menghancurkannya seperti Martano menghancurkan papanya.“Sejak kamu mengatakan k