Darren mengerem secara mendadak mobil yang sedang dikendarainya. Dia menatap ke arah Renata dengan pandangan yang penuh selidik.“Maksud kamu?” tanya Darren tidak mengerti.Darren juga merasa tidak pernah menceritakan secara detail tentang kedua orang tuanya kepada Renata, apalagi hubungan Martano dan orang tuanya. Dia tidak menyangka kalau Renata malah mengetahuinya.“Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan dari aku. Aku sudah tahu siapa orang yang membunuh kedua orang tuamu, salah satunya adalah papaku. Dan masalah perusahaan peninggalan orang tua kamu ada dibawah perusahaan papa, itu karena papa mengambil alih perusahaan itu,” jawab Renata dengan santi.Darren menghela nafas berat mendengarkan apa yang disampaikan oleh Renata. Dia tidak menyangka kalau Renata mengetahui semuanya sampai sejauh itu.Bahkan Darren menjadi waspada kepada Renata, karena dia tidak mau kalau Renata bekerja untuk Martano dan mau menghancurkannya seperti Martano menghancurkan papanya.“Sejak kamu mengatakan k
“Jangan melawan orang tua sendiri, aku tidak mau kamu melakukan itu,” jawab Darren mengalihkan pandangannya dan kembali melajukan kembali mobilnya.“Tapi aku serius, aku tidak bisa membiarkan hal itu. Padahal aku tahu apa yang terjadi, dan apa yang aku curigai tadi semua benar, kan?” tanya Renata menyelidik.Darren tidak menjawab. Dan Renata menganggap diamnya Darren itu adalah mengiyakan, itu artinya semuanya benar.“Kemana kamu selama ini? Kenapa kamu baru muncul sekarang? Dan siapa sebenarnya Amina?” tanya Renata memberondong Darren dengan pertanyaan.Semua itu karena Renata mendapatkan informasi di internet mengatakan kalau Darren kalah dalam persidangan. Putusan pengadilan menarik semua harta peninggalan orang tuanya untuk melunasi semua hutang-hutangnya.Dan sekarang, Renata jadi ragu apakah benar orang tua Darren memiliki hutang ataukah itu hanyalah alasan musuhnya semata. Toh, mereka semua sudah meninggal jadi tidak bisa memberikan pembelaan dan kesaksian.“Amina adalah pemili
“Kau mau makan?” tanya Renata kepada Darren untuk mengalihkan pembicaraan mereka.Darren menggelengkan kepalanya, dia tidak sedang ingin makan atau menikmati makanan lainnya, dia hanya ingin mendapatkan jawaban dari Renata. Yang Darren takutkan adalah Renata mendapat dana dari Martano, dan itu akan mengikat Renata.“Aku masih kenyang. Aku hanya mau mendengar alasan kamu. Asal kamu tahu, selama kamu pergi ada dua orang yang mengaku sahabat kamu, dan mereka bilang kamu ada hutang,” jawab Darren sambil menjelaskan.Renata membulatkan matanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Dia tidak menyangka kalau ada temannya yang malah memanfaatkan kesempatan itu.“Siapa?” tanya Renata ingin tahu.“Kamu tidak perlu tahu siapa, yang pasti sudah aku berikan pelajaran. Karena aku tidak percaya dengan apa yang mereka katakan,” jawab Darren.Darren tidak mau membuat Renata marah dan kesal. Dia tahu watak Renata yang keras, dan takutnya malah itu akan menjadi masalah, dan akhirnya semua orang
“Tidak!” Renata menjawab dengan tegas apa yang dikatakan oleh Darren. Bahkan karena pembahasan dari Darren tersebut membuat Renata tidak bernafsu lagi melanjutkan makannya.Renata merasa sangat terganggu dengan pembahasan itu, sebab dia tidak bisa memberikan alasan yang tepat mengapa dia menolak Darren yang mengajaknya kembali.“Berilah aku alasan agar aku paham dan mengerti,” pinta Darren kepada Renata.Darren masih belum bisa terima dengan alasan dari Renata yang tampaknya ada yang dirahasiakan darinya.“Aku belum siap,” jawab Renata mengalihkan pandangannya dan menyesap air putih yang berada di depannya.Untuk saat ini, Renata tidak akan menjawab apapun dengan keinginan Darren. walaupun dia juga sangat ingin memperbaiki semuanya, tapi dia tidak akan membiarkan Darren dalam bahaya.Dan juga, Renata belum tahu apa yang akan direncanakan oleh Darren. Juga kalau dia menikah dengan Darren, sudah pasti akan memudahkan Martano untuk menyelidiki siapa sebenarnya Darren. Renata tidak mau ha
Semakin lama, pertukaran oksigen mereka semakin intens. Bahkan tangan Darren sudah menggerayangi tubuh Renata.Renata memejamkan matanya, dia sadar apa yang mereka lakukan itu salah. Namun, dia juga tidak bisa menahan hasrat yang bergejolak dalam dirinya. Saat ini, tangan Darren sudah membuka kancing teratas baju Renata. Mereka seakan melupakan saat ini status mereka yang hanyalah mantan suami istri.Tok! Tok! Tok!Disaat tubuh Darren sudah sepenuhnya diatas tubuh Renata, tiba-tiba pintu diketuk dan membuat keduanya terkejut serta kelabakan menyelesaikan aksinya."Bu, ini ada paket yang baru saja tiba." Suara ketukan diiringi dengan sebuah suara seorang perempuan yang pastinya itu adalah suara Gina, orang kepercayaan Renata."Masuk, Gin," jawab Renata setelah merapikan kembali pakaian dan rambutnya yang sempat berantakan.Ceklek!Pintu terbuka, tampak wajah Gina dengan penuh senyuman masuk ke dalam ruangan dengan membawa dokumen pengiriman yang harus ditandatangani oleh Renata.Semen
"Jangan gunakan Renata sebagai alat kamu membalas dendam," ujar Amina mengingatkan.Darren mengedikkan bahunya keheranan, sebab sejak awal Amina tidak menyetujui Renata kembali kepada Darren. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba Amina juga tidak boleh kalau Darren memanfaatkan Renata."Kenapa?" tanya Darren bingung."Sejak awal aku sudah melarang kamu bersama dengannya, karena kalian hanya akan mendatangkan masalah saja kalau bersama. Hubungan kalian akan semakin rumit," jawab Amina kemudian.Darren terdiam, dia tidak akan menjawabnya karena dia tahu apa yang akan terjadi nantinya."Kamu bilang kalau kamu mencintainya, jadi jangan gunakan dia sebagai alat balas dendammu. Dan juga seperti yang kamu katakan, kalau Renata tidak ada hubungannya dengan kelakuan orang tuanya," lanjut Amina setelah beberapa saat.Darren menganggukkan kepalanya saat mendengar alasan dari Amina. Dan dia bangga kepada ibunya, sebab walaupun tidak merestui Renata tapi beliau tetap tidak mau Darren menyakiti Renata."
Darren memandang wajah Daffa penuh tanya. Dia heran, bagaimana bisa seorang tamu datang lebih pagi dari jadwal masuk kantor."Baiklah, suruh tunggu di ruang tunggu dulu. Nanti saya akan kabari lagi," ujar Darren kepada customer service sebelum menutup panggilan tersebut."Baik, Pak."Darren mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, dan pandangannya tidak beralih dari Daffa."Dia normal apa tidak? Mengapa datang bertamu sepagi ini?" tanya Darren pelan sambil memainkan pena di tangannya.Darren tidak habis pikir, bagaimana ada seorang ibu-ibu yang mau bertemu dengannya dan rela datang ke kantornya beberapa hari berturut-turut dan hari ini datang lebih pagi bahkan melebihi dari paginya seorang karyawan.Ada rasa takut yang sedikit menyelinap di hati Darren, sebab dia tidak pernah mengenal seseorang yang bernama Hailey di dalam hidupnya dia takut orang itu datang sebagai mata-mata dari musuh atau datang untuk membahayakannya."Tapi, kalau orang itu berani melakukan tindak kejahatan, aku
"Pribadi?" tanya Darren keheranan, sebab selama ini Darren tidak pernah memiliki masalah ataupun urusan dengan wanita yang ada di hadapannya ini.Hailey mengangguk. "Iya, aku hanya perlu berbicara berdua saja denganmu."Setelah terdiam beberapa saat dan saling pandang dengan sekretarisnya itu, Darren akhirnya menganggukkan kepalanya ke arah Daffa."Tapi…-," ujar Daffa dengan ragu."Gapapa, aku akan mendengarkan apa yang akan bu Hailey katakan. Dan kamu tolong tunda dulu meeting pagi ini," ucap Darren kepada Daffa.Karena memang pagi ini ada jadwal meeting produksi bulanan yang biasanya rutin Darren ikuti, karena dia juga harus mengetahui produksi yang dihasilkan oleh perusahaan mereka."Sebelumnya, kamu tolong mintakan Anya untuk mengantarkan minuman untuk bu Hailey," pesan Darren kepada Daffa untuk meminta office girl di kantornya menyajikan minuman untuk tamunya.Daffa menganggukkan kepalanya, dia meninggalkan ruangan Darren meskipun hatinya berat. Dan juga dia khawatir kalau Hailey
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.