Darren memandang wajah Daffa penuh tanya. Dia heran, bagaimana bisa seorang tamu datang lebih pagi dari jadwal masuk kantor."Baiklah, suruh tunggu di ruang tunggu dulu. Nanti saya akan kabari lagi," ujar Darren kepada customer service sebelum menutup panggilan tersebut."Baik, Pak."Darren mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, dan pandangannya tidak beralih dari Daffa."Dia normal apa tidak? Mengapa datang bertamu sepagi ini?" tanya Darren pelan sambil memainkan pena di tangannya.Darren tidak habis pikir, bagaimana ada seorang ibu-ibu yang mau bertemu dengannya dan rela datang ke kantornya beberapa hari berturut-turut dan hari ini datang lebih pagi bahkan melebihi dari paginya seorang karyawan.Ada rasa takut yang sedikit menyelinap di hati Darren, sebab dia tidak pernah mengenal seseorang yang bernama Hailey di dalam hidupnya dia takut orang itu datang sebagai mata-mata dari musuh atau datang untuk membahayakannya."Tapi, kalau orang itu berani melakukan tindak kejahatan, aku
"Pribadi?" tanya Darren keheranan, sebab selama ini Darren tidak pernah memiliki masalah ataupun urusan dengan wanita yang ada di hadapannya ini.Hailey mengangguk. "Iya, aku hanya perlu berbicara berdua saja denganmu."Setelah terdiam beberapa saat dan saling pandang dengan sekretarisnya itu, Darren akhirnya menganggukkan kepalanya ke arah Daffa."Tapi…-," ujar Daffa dengan ragu."Gapapa, aku akan mendengarkan apa yang akan bu Hailey katakan. Dan kamu tolong tunda dulu meeting pagi ini," ucap Darren kepada Daffa.Karena memang pagi ini ada jadwal meeting produksi bulanan yang biasanya rutin Darren ikuti, karena dia juga harus mengetahui produksi yang dihasilkan oleh perusahaan mereka."Sebelumnya, kamu tolong mintakan Anya untuk mengantarkan minuman untuk bu Hailey," pesan Darren kepada Daffa untuk meminta office girl di kantornya menyajikan minuman untuk tamunya.Daffa menganggukkan kepalanya, dia meninggalkan ruangan Darren meskipun hatinya berat. Dan juga dia khawatir kalau Hailey
"Aku adalah seseorang yang pernah ditolong oleh Rudi," jawab Hailey.Darren terdiam saat mendengar jawaban yang diberikan oleh Hailey, dia tidak tahu apakah perkataan Hailey bisa dipercaya atau tidak."Jangan berbohong," ujar Darren pelan sambil menenggak air mineral yang berada di hadapannya.Hailey menggelengkan kepalanya. "Aku tidak berbohong. Selama ini aku tidak pernah mencarimu karena takut akan keselamatan kita semua. Tapi, saat melihat kamu berani muncul di televisi, aku yakin kalau kamu sudah memiliki keberanian dan kekuatan."Darren masih memilih diam. Dia mengamati Hailey dengan seksama, dia tidak mau masuk ke dalam jebakan perempuan itu."Aku bukan anak Rudi, dan kalau boleh tahu kau pernah di tolong seperti apa?" tanya Darren penasaran. Sebab Darren bisa melihat kalau di mata Hailey juga penuh dendam, tapi bukan untuknya."Aku mengenalmu dan pernah bertemu denganmu seminggu sebelum kejadian. Jadi, aku sangat tahu kamu seperti apa," jawab Hailey."Siapa kamu?" tanya Darren
"Untuk apa? Kau dan anakmu tidak mati, bahkan tidak berpengaruh sedikitpun," tanya Darren pelan.Sebenarnya, Darren sudah merasa malas dan jenuh dengan pembicaraan bersama Hailey. Bahkan semua pekerjaan tidak ada yang selesai karena Hailey tidak kunjung pergi dari ruangannya."Kehidupan kami hancur, kami harus hidup menjauhi kota ini hanya demi menyelamatkan diri," jawab Hailey."Kenapa tidak membantuku saat di persidangan?" tanya Darren lagi.Saat ini, Darren merasa tidak ada lagi yang perlu disembunyikan dari Hailey, bahkan secara tidak langsung Darren sudah mengakui kepada Hailey kalau dia adalah anak dari Rudi Zervano."Apa yang bisa aku lakukan untuk melawan mereka yang punya uang dan kekuasaan? Yang ada kita akan mati bersama," jawab Hailey kemudian.Darren hanya menganggukkan kepalanya, perkataan Hailey ada benarnya. Bahkan dia bisa hidup saat ini karena Amina yang merubah datanya dan mereka juga tinggal di luar kota."Aku tidak bisa memutuskan apa-apa saat ini, karena aku seda
"Tidak bisakah biarkan aku tenang?" tanya Darren entah kepada siapa.Daffa memandang Darren dengan penuh keanehan saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Darren."Bukan kamu!" ujar Darren saat menyadari kalau Daffa masih menatapnya lekat.Darren bahkan tersenyum saat melihat ekspresi Daffa yang tampak canggung dan serba salah. "Barusan Nana yang menelepon, bikin kesal aja. Saat diajak baik-baik dia membuat masalah. Dan dia pikir mentang-mentang dia seorang artis aku takut. Sekarang dia yang jadi kelabakan sendiri," lanjut Darren menumpah uneg-uneg yang ada di kepalanya.Ternyata masalah dengan Nana belumlah selesai, sang artis masih tidak bisa menerima kekacauan itu. Padahal berita itu saat ini sudah dilupakan oleh semua orang.Orang-orang sudah bosan dengan drama para artis yang selalu saja membuat kehebohan, dan pada akhirnya berusaha untuk menaruh semua kesalahan kepada yang lemah.Bahkan Darren mendapat dukungan dari masyarakat dan penggemar Nana, karena berani mengatakan
"Bapak kenal?" bisik Daffa kepada Darren, karena Daffa heran saat melihat Arras menyapa Darren."Iya, beliau adalah salah satu staff bank Duta," jawab Darren sambil tersenyum.Arras memilih untuk duduk tidak di meja yang sama dengan Darren. Sepertinya mereka berdua cukup profesional dalam berpura-pura. Mereka hanya menunjukkan kalau saling kenal sekilas.Darren mengeluarkan ponselnya, dan mengetikkan sesuatu.'[Aku butuh bertemu dengan bapak, ada hal yang harus aku bahas. Salah satunya seorang perempuan bernama Hailey.]'Send!Setelah mengetikkan itu Darren langsung mengirimkannya kepada Arras. Meskipun mereka sudah bertemu secara langsung, tapi mereka tidak bebas membahas hal khusus.Tampak di meja yang bersebelahan, Arras sedang membaca sebuah pesan dan kemudian tersenyum. Namun, Arras tidak membalasnya."Setelah ini, aku sepertinya akan pulang lebih cepat," ujar Darren kepada Daffa setelah menghabiskan makanan di hadapannya.Daffa hanya menganggukkan kepalanya. "Mau kembali menguru
Amina menggeleng dan akan meninggalkan Darren, namun tangannya ditahan oleh Darren."Bu, Darren tidak akan marah. Darren hanya ingin tahu, mohon beritahu Darren," ujar Darren memohon."Dulu dia sering datang ke panti bersama papamu," jawab Amina kemudian.Darren menyugar kasar rambutnya, dan menghela nafas kesal."Ternyata papa memang mengkhianati mama," gumam Darren pelan sambil berjalan gontai masuk ke dalam rumahnya.Dia berharap kalau Hailey berbohong, namun saat mendengar dari mulut Amina semuanya menjadi sirna. Tidak ada yang bisa disangkalnya lagi. Tidak mungkin Amina berbohong.Amina mengelus pundak Darren dengan lembut, dulu Amina tidak tahu kalau Hailey adalah istri kedua. Yang dia tahu, pasangan suami istri itu adalah orang baik yang rutin berdonasi di pantinya."Jangan mendendam. Mungkin papa kamu ada alasan tersendiri menikahinya," ujar Amina mencoba menguatkan Darren."Kasihan mama, dikhianati selama bertahun-tahun. Bahkan hingga mati tidak tahu kalau suaminya mendua," u
“Kau mengusirku?” tanya Hailey merasa tersinggung dengan pertanyaan Darren.Darren tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia tidak berniat mengusir. Hanya saja sata ini Darren merasa tidak ada lagi yang perlu dia dengar dari Hailey. Semuanya sudah jelas kalau Hailey memanglah ibu tirinya.Bahkan Darren juga merasa tidak perlu lagi mendengar penjelasan dari Arras. Tapi, karena sudah terlanjur membuat janji, Darren pastinya akan tetap mengunjungi satu-satunya sahabat papanya itu.“Jangan tersinggung, aku tidak mengusir. Hanya saja aku bertanya, sebab aku tiba-tiba saja kepikiran untuk mengantarkan bu Hailey pulang sekalian aku bertemu dengan Alisa,” jawab Darren kemudian.Mendengar apa yang dikatakan oleh Darren membuat Amina membelalakkan matanya, beliau sangat heran mengapa tiba-tiba sekali Darren ingin bertemu dengan adiknya itu. Padahal sejak awal Amina melihat kalau Darren sangat tidak menyukai Hailey.“Kamu mau pergi keluar kota?” tanya Amina.“Baru rencana, Bu. Sebab sejak tadi