"Oh iya? Boleh aku bicara dengannya?" tanya suara di ujung telepon dengan begitu nyaring.Darren mengarahkan wajahnya di depan kamera, dan….Deg!Jantungnya terasa berhenti berdetak saat memperhatikan seorang perempuan cantik lawan bicaranya sangat mirip dengan papanya."Hai, aku Darren," ujar Darren memperkenalkan diri dan mencoba menghilangkan rasa gugupnya.Darren berusaha menyunggingkan senyumannya kepada Alisa walaupun matanya terlihat berkaca-kaca, karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang yang sangat mirip dengan papanya, bahkan dia bisa melihat papanya dalam versi perempuan.“Iya, tadi mama sudah cerita. Salam kenal,” jawab Alisa sambil tersenyum hangat ke arah Darren.“Kamu sibuk?” tanya Darren lagi.Alisa menggelengkan kepalanya. “Gak. Kan Alisa bekerja sebagai pelayan di salah satu rumah makan cepat saji. Kalau sudah pulang ke rumah ya gak ada lagi beban pekerjaan.”Alisa bercerita dengan penuh keriangan, dan Darren melirik ke arah Hailey yang tampak membulatkan
Pagi ini di kantor bank Duta…."Jadi, ada apa?" tanya Arras menyambut kedatangan Darren di kantornya. Sesuai dengan janji rahasia yang mereka sepakati di warung nasi goreng tempi hari, keduanya hari ini akan bertemu di tempat biasa yaitu kantor pusat Bank Duta.Sebenarnya Darren juga heran, mengapa Arras selalu mengajak bertemu di tempat kerjanya. Menurut Darren bukankah itu sangat berbahaya? Namun, Arras selalu mengabaikan pertanyaan Darren, dan dia menjamin pertemuan mereka akan tetap aman-aman saja.Sebelum menjawab pertanyaan Arras, Darren menghela nafas berat. Bahkan sampai terlihat kalau saat ini sedang ada masalah yang ditanggungnya."Bapak kenal Hailey, kan?" tanya Darren kemudian."Tidak kenal, hanya tahu saja," jawab Arras santai.Darren bahkan tidak menyangka kalau Arras akan mengakui secepat ini. Dia pikir Arras akan bersikap seperti Amina yang berusaha menghindarinya saat dia mengajukan pertanyaan mengenai ibu tirinya itu. Namun, Arras berbeda. Dia langsung mengakuinya.
"Bapak mau ikut menemui Alisa?" tanya Darren mengernyitkan keningnya.Darren heran saat mendengar seorang seperti Arras mau ikut dengannya bertemu dengan adiknya.Arras menganggukkan kepalanya. "Iya. Kita bisa lihat anak itu bersama-sama."Sebenarnya Darren menyimpan begitu banyak tanya mengenai niat Arras ikut dengannya untuk menemui Alisa. Namun, Darren pendam dulu pertanyaannya. Dia tidak mau rencananya terganggu."Baiklah, akan lebih menyenangkan kalau kita berjalan bersama," jawab Darren kemudian."Jam berapa penerbangan kamu? Soalnya aku mau urus cuti dulu," ujar Arras kepada Darren. Dan juga Arras tidak mau pekerjaannya terbengkalai walaupun hanya sehari atau dua hari."Jam 10," jawab Darren singkat. Darren juga melirik jam di dinding ruangan Arras yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat tuga puluh menit. Dan itu artinya ada waktu sekitar satu jam lebih untuk Arras mempersiapkan semuanya."Hmm… kalau gak sempar, kita akan beda penerbangan. Dan kita bertemu setelah di kota s
Darren dan Arras keluar dari bandara, seperti yang telah dia janjikan kepada Alisa kalau mereka akan segera bertemu saat Darren sudah mendarat."Lisa, aku sudah tiba di kota kamu. Bisa kita ketemunya di hotel?" tanya Darren di ujung sambungan telepon."Hah?" Alisa terdengar kaget saat mendengar Darren mengajaknya bertemu di hotel. Dan itu membuat pikirannya kemana-mana."Maksudnya, aku baru tiba disini dan menginap di hotel. Kalau kamu tidak nau di hotel, kamu bisa share lokasinya," ujar Darren yang seolah paham dengan jalan pikiran Alisa.Sepertinya Alisa juga masih takut kalau Darren bukanlah orang baik, sehingga Alisa ragu untuk mengiyakan ajakan Darren bertemu di hotel."Di hotel juga kita bertemu di lobby kalau kamu tidak mempercayaiku. Aku tidak mau dirumah kamu, sebab takutnya ada yang melaporkan sama bu Hailey," lanjut Darren.Lama Alisa terdiam, sepertinya dia sedang mempertimbangkan ajakan dari Darren tersebut."Baiklah, aku akan datang ke hotel saja. Sebutkan hotelnya dima
“Jadi, dia membiayaimu dengan mengemis di jalanan?” tanya Darren yang seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Alisa.Dan jika memang apa yang dikatakan oleh Alisa itu adalah benar, maka Darren bisa memastikan kalau kedatangan Hailey menemuinya sudah pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu. Toh, dia membiayai hidupnya hanya berdua dengan Alisa saja saat ini mengandalkan dari gaji Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. “Mama selalu menyalahkan aku. Katanya kalau aku tidak lahir ke dunia ini, meskipun papa meninggal hidupnya tidak akan susah.”Darren benar-benar tidak habis pikir ada orang seperti Hailey yang menganggap anak sebagai beban dan sekarang meminta imbalan kepada anaknya.“Apakah karena alasan ekonomi kamu tidak melanjutkan sekolah?” tanya Darren kepada Alisa. Dia merasa kasihan melihat kehidupan Alisa yang sangat mengenaskan. Hidup dengan ibu kandungnya, namun selalu mendapat perlakuan yang menyedihkan.“Iya, karena gaji yang aku dapatkan tidak akan cukup
Alisa melirik ke arah Darren, karena Alisa juga sepertinya bingung dengan maksud dari Hailey.Darren memberikan kode agar Alisa menanyakan maksudnya."Alisa tidak mengerti, Ma," jawab Alisa kemudian."Tidak perlu mengerti! Cukup turuti saja apa yang aku katakan!" jawab Hailey dengan berteriak."Iya, Ma."Setelah itu Hailey mematikan sambungan telepon tersebut, dan Alisa juga mematikan ponselnya. Dia tidak mau lagi diganggu Hailey, karena dia takut kalau Hailey akan tahu kalau saat ini dia sedang bersama Darren."Lisa tidak mengerti maksud mama. Entah apa yang akan dia katakan sama kamu," ujar Alisa menunduk dan merasa bersalah dengan apa yang terjadi, padahal itu bukanlah kesalahannya."Biar nanti aku cari tahu sendiri. Pastinya saat aku pulang ke rumah bu Hailey akan mengatakannya kepadaku," jawab Darren sambil tersenyum. Karena Darren tidak mau Alisa merasa bersalah dengan apa yang tidak diketahuinya.Alisa hanya menganggukkan kepalanya. Dan mereka sudah tiba di bandara dan sudah be
Uhuk!Darren yang baru saja hendak minum segelas air mineral yang diberikan oleh Amina langsung terbatuk mendengar apa yang dikatakan oleh Hailey. Bahkan tanpa di sengaja beberapa percik air sampai keluar dari mulutnya.“Apa tadi? Aku kurang jelas mendengarnya?” tanya Darren sambil melihat ke arah Hailey.Sebenarnya di dalam hati Darren rasanya ingin tertawa tergelak-gelak. Karena pada akhirnya Hailey perlahan-lahan menunjukkan niatnya menemui Darren.“Aku menuntut hak warisan untuk Hailey dari Rudi!” jawab Hailey dengan tegas dan tanpa basa basi, bahkan terdengar setengah memaksa.Darren menyipitkan matanya melihat ke arah Hailey, dan meletakkan kembali gelas yang ada di tangannya dengan perlahan.“Memangnya kalian siapa? Dan aku siapa?” tanya Darren menyunggingkan senyumannya.Darren masih menahan emosinya, walaupun sebenarnya ingin sekali dia memaki Hailey dan membuka semua kelakuan Hailey. Namun, sebelum mendapatkan bukti kalau Alisa adalah adiknya Darren akan menahan dirinya.Dan
"Kenapa? Kau terpancing saat aku menyebut nama Rudi?" tanya Hailey yang seolah sengaja untuk memancing emosi Darren."Mungkin kau lupa, saat di kantormu hari itu kau sangat takut kalau aku adalah mata-mata Martano. Mau mengelak seperti apa lagi?" lanjut Hailey lagi.Darren tidak menjawab perkataan Haikey, dia sedang sibuk dengan ponselnya. Tidak diketahui siapa yang dia hubungi.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" teriak Darren dari dalam.Dan saat pintu terbuka, tampak dua orang satpam memberikan hormat kepada Darren.Amina dan Hailey menatap Darren penuh selidik, keduanya pasti tidak menyangka kalau Darren memanggil satpam ke rumahnya."Pak Darren memanggil kami?" tanya salah satu satpam itu dengan hormat."Bawa orang ini keluar, dan pastikan dia tidak masuk ke kompleks ini lagi," ujar Darren sambil memberikan beberapa lembar uang kepada satpam itu.Kedua satpam itu keheranan, mereka saling pandang. Karena mereka tahu beberapa hari ini orang yang Darren maksud itu adalah tamu di rumah itu. Dan