Pagi ini di kantor bank Duta…."Jadi, ada apa?" tanya Arras menyambut kedatangan Darren di kantornya. Sesuai dengan janji rahasia yang mereka sepakati di warung nasi goreng tempi hari, keduanya hari ini akan bertemu di tempat biasa yaitu kantor pusat Bank Duta.Sebenarnya Darren juga heran, mengapa Arras selalu mengajak bertemu di tempat kerjanya. Menurut Darren bukankah itu sangat berbahaya? Namun, Arras selalu mengabaikan pertanyaan Darren, dan dia menjamin pertemuan mereka akan tetap aman-aman saja.Sebelum menjawab pertanyaan Arras, Darren menghela nafas berat. Bahkan sampai terlihat kalau saat ini sedang ada masalah yang ditanggungnya."Bapak kenal Hailey, kan?" tanya Darren kemudian."Tidak kenal, hanya tahu saja," jawab Arras santai.Darren bahkan tidak menyangka kalau Arras akan mengakui secepat ini. Dia pikir Arras akan bersikap seperti Amina yang berusaha menghindarinya saat dia mengajukan pertanyaan mengenai ibu tirinya itu. Namun, Arras berbeda. Dia langsung mengakuinya.
"Bapak mau ikut menemui Alisa?" tanya Darren mengernyitkan keningnya.Darren heran saat mendengar seorang seperti Arras mau ikut dengannya bertemu dengan adiknya.Arras menganggukkan kepalanya. "Iya. Kita bisa lihat anak itu bersama-sama."Sebenarnya Darren menyimpan begitu banyak tanya mengenai niat Arras ikut dengannya untuk menemui Alisa. Namun, Darren pendam dulu pertanyaannya. Dia tidak mau rencananya terganggu."Baiklah, akan lebih menyenangkan kalau kita berjalan bersama," jawab Darren kemudian."Jam berapa penerbangan kamu? Soalnya aku mau urus cuti dulu," ujar Arras kepada Darren. Dan juga Arras tidak mau pekerjaannya terbengkalai walaupun hanya sehari atau dua hari."Jam 10," jawab Darren singkat. Darren juga melirik jam di dinding ruangan Arras yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat tuga puluh menit. Dan itu artinya ada waktu sekitar satu jam lebih untuk Arras mempersiapkan semuanya."Hmm… kalau gak sempar, kita akan beda penerbangan. Dan kita bertemu setelah di kota s
Darren dan Arras keluar dari bandara, seperti yang telah dia janjikan kepada Alisa kalau mereka akan segera bertemu saat Darren sudah mendarat."Lisa, aku sudah tiba di kota kamu. Bisa kita ketemunya di hotel?" tanya Darren di ujung sambungan telepon."Hah?" Alisa terdengar kaget saat mendengar Darren mengajaknya bertemu di hotel. Dan itu membuat pikirannya kemana-mana."Maksudnya, aku baru tiba disini dan menginap di hotel. Kalau kamu tidak nau di hotel, kamu bisa share lokasinya," ujar Darren yang seolah paham dengan jalan pikiran Alisa.Sepertinya Alisa juga masih takut kalau Darren bukanlah orang baik, sehingga Alisa ragu untuk mengiyakan ajakan Darren bertemu di hotel."Di hotel juga kita bertemu di lobby kalau kamu tidak mempercayaiku. Aku tidak mau dirumah kamu, sebab takutnya ada yang melaporkan sama bu Hailey," lanjut Darren.Lama Alisa terdiam, sepertinya dia sedang mempertimbangkan ajakan dari Darren tersebut."Baiklah, aku akan datang ke hotel saja. Sebutkan hotelnya dima
“Jadi, dia membiayaimu dengan mengemis di jalanan?” tanya Darren yang seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Alisa.Dan jika memang apa yang dikatakan oleh Alisa itu adalah benar, maka Darren bisa memastikan kalau kedatangan Hailey menemuinya sudah pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu. Toh, dia membiayai hidupnya hanya berdua dengan Alisa saja saat ini mengandalkan dari gaji Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. “Mama selalu menyalahkan aku. Katanya kalau aku tidak lahir ke dunia ini, meskipun papa meninggal hidupnya tidak akan susah.”Darren benar-benar tidak habis pikir ada orang seperti Hailey yang menganggap anak sebagai beban dan sekarang meminta imbalan kepada anaknya.“Apakah karena alasan ekonomi kamu tidak melanjutkan sekolah?” tanya Darren kepada Alisa. Dia merasa kasihan melihat kehidupan Alisa yang sangat mengenaskan. Hidup dengan ibu kandungnya, namun selalu mendapat perlakuan yang menyedihkan.“Iya, karena gaji yang aku dapatkan tidak akan cukup
Alisa melirik ke arah Darren, karena Alisa juga sepertinya bingung dengan maksud dari Hailey.Darren memberikan kode agar Alisa menanyakan maksudnya."Alisa tidak mengerti, Ma," jawab Alisa kemudian."Tidak perlu mengerti! Cukup turuti saja apa yang aku katakan!" jawab Hailey dengan berteriak."Iya, Ma."Setelah itu Hailey mematikan sambungan telepon tersebut, dan Alisa juga mematikan ponselnya. Dia tidak mau lagi diganggu Hailey, karena dia takut kalau Hailey akan tahu kalau saat ini dia sedang bersama Darren."Lisa tidak mengerti maksud mama. Entah apa yang akan dia katakan sama kamu," ujar Alisa menunduk dan merasa bersalah dengan apa yang terjadi, padahal itu bukanlah kesalahannya."Biar nanti aku cari tahu sendiri. Pastinya saat aku pulang ke rumah bu Hailey akan mengatakannya kepadaku," jawab Darren sambil tersenyum. Karena Darren tidak mau Alisa merasa bersalah dengan apa yang tidak diketahuinya.Alisa hanya menganggukkan kepalanya. Dan mereka sudah tiba di bandara dan sudah be
Uhuk!Darren yang baru saja hendak minum segelas air mineral yang diberikan oleh Amina langsung terbatuk mendengar apa yang dikatakan oleh Hailey. Bahkan tanpa di sengaja beberapa percik air sampai keluar dari mulutnya.“Apa tadi? Aku kurang jelas mendengarnya?” tanya Darren sambil melihat ke arah Hailey.Sebenarnya di dalam hati Darren rasanya ingin tertawa tergelak-gelak. Karena pada akhirnya Hailey perlahan-lahan menunjukkan niatnya menemui Darren.“Aku menuntut hak warisan untuk Hailey dari Rudi!” jawab Hailey dengan tegas dan tanpa basa basi, bahkan terdengar setengah memaksa.Darren menyipitkan matanya melihat ke arah Hailey, dan meletakkan kembali gelas yang ada di tangannya dengan perlahan.“Memangnya kalian siapa? Dan aku siapa?” tanya Darren menyunggingkan senyumannya.Darren masih menahan emosinya, walaupun sebenarnya ingin sekali dia memaki Hailey dan membuka semua kelakuan Hailey. Namun, sebelum mendapatkan bukti kalau Alisa adalah adiknya Darren akan menahan dirinya.Dan
"Kenapa? Kau terpancing saat aku menyebut nama Rudi?" tanya Hailey yang seolah sengaja untuk memancing emosi Darren."Mungkin kau lupa, saat di kantormu hari itu kau sangat takut kalau aku adalah mata-mata Martano. Mau mengelak seperti apa lagi?" lanjut Hailey lagi.Darren tidak menjawab perkataan Haikey, dia sedang sibuk dengan ponselnya. Tidak diketahui siapa yang dia hubungi.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" teriak Darren dari dalam.Dan saat pintu terbuka, tampak dua orang satpam memberikan hormat kepada Darren.Amina dan Hailey menatap Darren penuh selidik, keduanya pasti tidak menyangka kalau Darren memanggil satpam ke rumahnya."Pak Darren memanggil kami?" tanya salah satu satpam itu dengan hormat."Bawa orang ini keluar, dan pastikan dia tidak masuk ke kompleks ini lagi," ujar Darren sambil memberikan beberapa lembar uang kepada satpam itu.Kedua satpam itu keheranan, mereka saling pandang. Karena mereka tahu beberapa hari ini orang yang Darren maksud itu adalah tamu di rumah itu. Dan
"Astaga! Separah itu ternyata," ujar Darren sambil menyugar kasar rambutnya.Darren benar-benar tidak habis pikir dengan Hailey kalau memang apa yang dikatakannoleh Amina benar. Dan Darren percaya akan hal itu, sebab jika melihat dari apa yang dilakukan Hailey, maka sangat masuk akal kalau dia kecanduan judi. Entah itu judi online ataukah offline."Tapi, ini belum tentu benar juga. Karena kita juga gak melihat secara langsung apa yang dia lakukan. Takutnya itu hanyalah prasangka kita saia," ucap Amina kemudian.Amina tidak mau kalau mereka menduga hal yang salah."Iya, Darren tahu. Kita juga perlu mencari tahu kebenarannya untuk memastikannya. Tapi, dengan sedikit kita tahu kalau dia seperti itu, membuat aku semakin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alisa," jawab Darren.Amina hanya menganggukkan kepalanya, yang jelas Amina meminta Darren untuk terus berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaannya."Sekarang dia malah tidak mau pergi," gumam Amina. Namun, Darren masih bisa mendengar
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.