"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
“Bunuh mereka semua! Jangan sampai ada yang masih hidup!”Seorang pria tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan napas yang tidak beraturan. Mimpi buruk itu kembali datang. Bahkan, sudah 10 tahun berlalu sejak kejadian tersebut, Darren masih begitu lekat mengingat kejadian mengerikan itu.10 tahun lalu, saat usianya masih 12 tahun, sekelompok pria bertopeng menyerang rumahnya. Semua orang yang ada di rumah dibantai habis, beruntung Darren remaja berhasil lolos dari kejadian nahas itu. Miris, meski telah kehilangan orang tua, Darren remaja pun harus legowo menerima takdir kehilangan seluruh aset yang ditinggalkan ayahnya.Pengadilan memutuskan perusahaan papanya, Daze Company bangkrut dan harus dijual untuk bisa melunasi hutang yang ditinggalkan ayahnya. Belum lagi, pengadilan tidak menjatuhkan hukuman pada terduga pembunuh, karena hal tersebut dinilai sebagai suatu kewajaran."Tidak, mimpi itu lagi!" Darren mengusap wajahnya yang sudah lepek dengan peluh.Tidak lama, sebuah tendangan m
“Tidak ada tapi-tapian!”Upaya Darren untuk bernegosiasi itu pun langsung lenyap saat mama mertuanya kembali berteriak. Setelahnya, kedua mertuanya itu langsung meninggalkan Darren yang masih sibuk dengan pecahan beling di tangannya.Hanya ada satu orang yang begitu manusiawi memperlakukan Darren di rumah ini. Dialah Bi Asih, pembantu utama rumah ini. Wanita paruh baya itu bahkan tak sungkan menawarkan bantuan pada Darren. "Tuan, biar bibi saja. Semua ini bukan tugas Tuan, apalagi Tuan adalah menantu di rumah ini."Darren tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Bi. Biar saya yang bereskan, ini semua memang kesalahan saya."Darren jelas menolak. Kalau dia membiarkan Bi Asih membantu, mertuanya itu pasti akan kembali mencari perkara lain. Darren hanya tidak ingin memperparah keributan, untuk itu dia pun membereskan kekacauan pagi ini sendirian.**"Selamat pagi ...."Darren selalu menyapa karyawan di tempat kerjanya dengan ramah. Dari banyaknya karyawan yang dia sapa, banyak di antaranya yang
“Papa ....”Darren telah menyelesaikan pekerjaannya dan duduk di ruangan kecil tempat cleaning service biasa berkumpul di sela jam kerja. Kembali Darren melihat dokumen yang tadi sempat dia foto, dan kembali dia merenung dengan semuanya.Saat Daze Company dialihkan kepemilikannya pada orang lain, Darren masih remaja. Dia tidak tahu apa-apa saat itu. Setelah kejadian nahas itu, Darren hanya sibuk untuk meneruskan hidup. Pria itu bahkan sempat tinggal di panti asuhan selama setahun, sebelum panti itu akhirnya digusur. Berkat kebaikan hati ibu pengurus panti lah, Darren bisa berada di Kota X ini."Abitex, Daze." Darren terus mengulang-ulang menyebutkan perusahaan sang mertua, dengan perusahaan mendiang orangtuanya. "Aku harus bertanya kepada siapa?” keluhnya sedikit frustrasi.Namun tiba-tiba, Darren teringat akan satu benda yang pernah papanya berikan untuk dia simpan. Tak ingin gegabah, Darren memilih untuk menunggu sampai jam bekerja selesai untuk mengetahui isi dari benda yang belum
Alih-alih langsung bergegas ke Bank Duta bagian pusat, Darren justru memutuskan untuk menunda kepergiannya ke sana. Semua ini karena pekerjaan di Abitex dan kesulitannya untuk mengajukan cuti. Darren harus benar-benar cermat memikirkan rencana, karena jika salah sedikit saja ... Hanya kehancuran yang dia terima.Pria itu baru akan mengajukan cuti di Hari Rabu, dengan persetujuan atau tanpa persetujuan managernya, kali ini dia akan pastikan untuk tetap pergi. Menjelang malam, Darren baru sampai di rumah. Baru menginjakkan kaki di teras, teriakan yang datang dari mama mertuanya sudah terdengar menggema.“Kau sudah berani melawan dan mengabaikan panggilanku?”Darren menunduk, tidak terlihat kaget karena sudah memprediksi kemarahan dari mama mertuanya. “Maaf, Ma. Ada yang harus Darren kerjakan sebelum pulang."“Sok sibuk kau! Padahal hanyalah seorang cleaning service! Memangnya kau kira, kau akan jadi presiden direktur di kantor itu sehingga selalu mencari kesempatan untuk mendapatkan per
"Rudi, anakmu masih hidup!" Pria bernama Arras itu kemudian menarik Darren ke dalam pelukan. Darren hanya diam saja, dia masih memiliki ketakutan untuk membalas pelukan Arras, karena sadar dia bukanlah siapa-siapa dibandingkan dengan lelaki yang memeluknya itu, dia adalah bos besar di bank tersebut."Jadi, bapak benar teman papa?" tanya Darren setelah Arras melepaskan pelukannya dan mempersilakan Darren duduk pada kursi yang ada di hadapannya.Darren ingin lebih meyakinkan hatinya, dia tidak mau menemui orang yang salah yang akan membuat semuanya berantakan. Dia harus mendengar dari Arras, agar dia lebih yakin."Iya." Setelahnya, pria itu pun menjelaskan bagaimana hubungan Arras dengan papanya, Rudi. "Kami berasal dari panti yang sama. Kami juga bahkan tidak tahu siapa orang tua kami. Dan bukan hanya kami, mama kamu juga adalah anak panti yang sama."Darren mengangguk, karena itu juga dia sudah tahu sebab, dia bahkan tidak memiliki keluarga seorangpun.Kemudian mengalunlah cerita Arr
"Siapa?" tanya Darren lagi dengan rasa penasaran yang mendalam.Arras menghela nafas berat, dia tampak ragu untuk mengatakannya. "Martano dan Buston."Darah Darren terasa berhenti mengalir saat mendengar jawaban dari Arras. Bagaimana tidak, orang yang membuat hidupnya hancur adalah berada sangat dekat dengannya. Bahkan saat ini dia menjadi babu bagi orang tersebut."Berarti ini hubungannya," gumam Darren dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia melihat kembali dokumen yang sudah dia arsipkan di ponselnya itu. "Dia dalangnya."Tangan Darren mengepal, rahangnya mengeras. "Aku harus membalasnya!" Melihat perubahan Darren yang cukup signifikan membuat Areas tampak keheranan, karena wajah Darren seolah-olah menunjukkan sesuatu saat melihat ponselnya."Ada apa? Apa ada yang terjadi?" tanya Arras pelan.Darren kemudian menyodorkan ponselnya ke arah Arras, meminta lelaki paruh baya itu membaca apa yang beberapa hari lalu dia temukan, dan karena itu juga lah yang membuat Darren berada