Uhuk!Darren yang baru saja hendak minum segelas air mineral yang diberikan oleh Amina langsung terbatuk mendengar apa yang dikatakan oleh Hailey. Bahkan tanpa di sengaja beberapa percik air sampai keluar dari mulutnya.“Apa tadi? Aku kurang jelas mendengarnya?” tanya Darren sambil melihat ke arah Hailey.Sebenarnya di dalam hati Darren rasanya ingin tertawa tergelak-gelak. Karena pada akhirnya Hailey perlahan-lahan menunjukkan niatnya menemui Darren.“Aku menuntut hak warisan untuk Hailey dari Rudi!” jawab Hailey dengan tegas dan tanpa basa basi, bahkan terdengar setengah memaksa.Darren menyipitkan matanya melihat ke arah Hailey, dan meletakkan kembali gelas yang ada di tangannya dengan perlahan.“Memangnya kalian siapa? Dan aku siapa?” tanya Darren menyunggingkan senyumannya.Darren masih menahan emosinya, walaupun sebenarnya ingin sekali dia memaki Hailey dan membuka semua kelakuan Hailey. Namun, sebelum mendapatkan bukti kalau Alisa adalah adiknya Darren akan menahan dirinya.Dan
"Kenapa? Kau terpancing saat aku menyebut nama Rudi?" tanya Hailey yang seolah sengaja untuk memancing emosi Darren."Mungkin kau lupa, saat di kantormu hari itu kau sangat takut kalau aku adalah mata-mata Martano. Mau mengelak seperti apa lagi?" lanjut Hailey lagi.Darren tidak menjawab perkataan Haikey, dia sedang sibuk dengan ponselnya. Tidak diketahui siapa yang dia hubungi.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" teriak Darren dari dalam.Dan saat pintu terbuka, tampak dua orang satpam memberikan hormat kepada Darren.Amina dan Hailey menatap Darren penuh selidik, keduanya pasti tidak menyangka kalau Darren memanggil satpam ke rumahnya."Pak Darren memanggil kami?" tanya salah satu satpam itu dengan hormat."Bawa orang ini keluar, dan pastikan dia tidak masuk ke kompleks ini lagi," ujar Darren sambil memberikan beberapa lembar uang kepada satpam itu.Kedua satpam itu keheranan, mereka saling pandang. Karena mereka tahu beberapa hari ini orang yang Darren maksud itu adalah tamu di rumah itu. Dan
"Astaga! Separah itu ternyata," ujar Darren sambil menyugar kasar rambutnya.Darren benar-benar tidak habis pikir dengan Hailey kalau memang apa yang dikatakannoleh Amina benar. Dan Darren percaya akan hal itu, sebab jika melihat dari apa yang dilakukan Hailey, maka sangat masuk akal kalau dia kecanduan judi. Entah itu judi online ataukah offline."Tapi, ini belum tentu benar juga. Karena kita juga gak melihat secara langsung apa yang dia lakukan. Takutnya itu hanyalah prasangka kita saia," ucap Amina kemudian.Amina tidak mau kalau mereka menduga hal yang salah."Iya, Darren tahu. Kita juga perlu mencari tahu kebenarannya untuk memastikannya. Tapi, dengan sedikit kita tahu kalau dia seperti itu, membuat aku semakin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alisa," jawab Darren.Amina hanya menganggukkan kepalanya, yang jelas Amina meminta Darren untuk terus berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaannya."Sekarang dia malah tidak mau pergi," gumam Amina. Namun, Darren masih bisa mendengar
Alisa menggelengkan kepalanya dengan lesu.“Mama kamu marah?” tanya Darren yang sudah tidak sabar untuk mengetahui reaksi Hailey saat tahu kalau Alisa pergi dari rumah.“Dia tidak marah aku pergi dari rumah. Hanya saja, beliau mengajukan syarat kalau aku harus mengirimkannya uang jauh lebih banyak dari biasanya. Dan saat aku bilang aku tidak bisa, beliau marah,” cerita Alisa.“Jangan sedih. Tadi, sebelum aku pergi aku sudah memberikan bu Hailey uang yang cukup banyak. Dan aku rasa kalau untuk dia hidup normal sendirian itu bisa bertahan untuk dua tahun,” jelas Darren.Alisa hanya menganggukkan kepalanya, ada rasa sedih di hatinya saat melihat orang tuanya yang tidak pernah berubah sejak dulu hingga saat ini.“Aku bahkan berharap kalau nanti hasil tes kita tidak cocok,” ujar Alisa setelah terdiam beberapa saat.Darren sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Alisa yang malah berharap kalau mereka bukanlah saudara.“Mengapa? Kamu tidak nyaman kalau aku adalah kakakmu? Apa aku s
"Jadi…?" tanya Alisa terbata-bata.Renata menganggukkan kepalanya. "Iya, aku adalah anak dari salah satu orang yang membuat papa kalian meninggal.""Darren tahu?" tanya Alisa penasaran, karena rasanya sangat aneh melihat hubungan mereka yang tampak saling mencintai. Namun, menyimpan rahasia yang begitu besar."Tahu. Dan aku melindungi Darren jangan sampai identitasnya diketahui oleh papaku. Karena bisa jadi, akan menimbulkan masalah kalau papaku tahu," jawab Renata.Alisa menggelengkan kepalanya, semua itu masih membuat Alisa bingung. Dan rasanya susah sekali menerima apa yang dikatakan oleh Renata.Bahkan, Alisa tidak menyangka kalau ternyata Renata yang tampak baik, lembut dan ramah itu adalah anak dari seorang pembunuh."Bagaimana bisa seperti ini? Aku dibuat menjadi sangat bingung. Aku benar-benar terkejut," ujar Alisa pelan."Maafkan aku. Inilah salah satu alasan mengapa aku dan Darren sulit untuk kembali. Walaupun Darren berkali-kali membujukku, aku tidak bisa membiarkannya mend
'[Selamat siang, ini dari rumah sakit Jasmine. Hasil tes atas nama Darren Zervano dan Alisa Hadana sudah bisa diambil. Terima kasih.]'Begitulah bunyi pesan yang masuk ke ponsel Darren dan itu membuat tangan Darren bergetar."Apapun hasilnya aku akan terima," gumam Darren pada dirinya sendiri.Kring! Kring! Kring!Tidak berapa lama, ponsel Darren berdering dan itu dari Alisa."Aku baru saja menerima pesan dari rumah sakit," ujar Alisa setelah panggilan itu mendapatkan jawaban dari Darren."Iya, dua jam lagi aku jemput ya. Sekarang aku masih ada kerjaan yang harus diselesaikan terlebih dahulu," jawab Darren menanggapi perkataan Alisa.Darren paham maksud dari Alisa meneleponnya. Karena jujur, keduanya sama-sama tidak sabar untuk mengetahui hasilnya agar mereka bisa menjalankan kehidupan normal tanpa tanda tanya."Oke." Alisa menjawab dengan singkat dan kemudian mematikan sambungan telepon tersebut.Darren hanya mengangguk, walaupun dia tahu kalau Alisa tidak melihat anggukan kepalanya.
“Astaga, kenapa harus ketemu?” tanya Darren dalam hatinya dengan sangat kesal.Darren membalikkan badannya dan terlihat Nana berdiri di belakangnya dengan senyuman sinisnya. Padahal Darren sangat menghindari bertemu dengan Nana, karena hidupnya akan sangat kacau kalau sudah berurusan dengan artis tersebut.Sementara itu, Alisa yang tahu kalau itu adalah Nana langsung Nampak berbinar. Karena pastinya moment yang sangat langka orang sepertinya bisa bertemu Nana secara langsung dengan jarak yang sangat dekat.“Kau memblokir nomorku?” tanya Nana kemudian.“Iya.” Darren menjawab pertanyaan Nana dengan sangat santai. Bahkan dia tidak mengelak ataupun mencari pembelaan.“Kita tidak ada lagi urusan. Dan juga sekarang berita yang tidak penting itu sudah menghilang, jadi aku rasa untuk apa lagi kita saling kontak-kontakan. Lebih baik anggap saja kita tidak saling mengenal, biar hidupku menjadi lebih tenang,” lanjut Darren yang segera mengajak Alisa untuk segera pergi meninggalkan Nana.Darren t
“Siap, aku akan memberikan harga khusus untuk Alisa,” jawab Renata dengan wajah yang berbinar.“Tidak boleh. Berikan saja harga seperti biasanya, aku tidak mau merugikan usaha kamu,” ucap Darren melarang Renata memberikan dia harga khusus.Darren tidak mau diperlakukan dengan istimewa. Hubungan mereka tidak boleh dicampur adukkan dalam bisnis. Walaupun mereka memiliki hubungan yang dekat, masalah bisnis tetap bisnis.“Kamu dia aja, gak perlu ikut campur. Ini masalah wanita, lebih baik kamu tidur saja!” ujar Renata.Darren hanya tersenyum, dia merasa senang karena saat ini Renata tidak lagi merasa canggung kepadanya. Renata sudah lebih rileks dan tidak lagi tampak menjaga imagenya di depan Darren.“Satu lagi, besok kamu bisa ajak Alisa ke salon? Soalnya aku gak tahu salon terbaik dimana, dan aku juga banyak pekerjaan di kantor yang harus aku selesaikan,” ujar Darren kemudian saat Renata dan Alisa akan keluar dan menuju ke butik di lantai bawah.Renata menghentikan langkah kakinya dan m
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.