Amina menggeleng dan akan meninggalkan Darren, namun tangannya ditahan oleh Darren."Bu, Darren tidak akan marah. Darren hanya ingin tahu, mohon beritahu Darren," ujar Darren memohon."Dulu dia sering datang ke panti bersama papamu," jawab Amina kemudian.Darren menyugar kasar rambutnya, dan menghela nafas kesal."Ternyata papa memang mengkhianati mama," gumam Darren pelan sambil berjalan gontai masuk ke dalam rumahnya.Dia berharap kalau Hailey berbohong, namun saat mendengar dari mulut Amina semuanya menjadi sirna. Tidak ada yang bisa disangkalnya lagi. Tidak mungkin Amina berbohong.Amina mengelus pundak Darren dengan lembut, dulu Amina tidak tahu kalau Hailey adalah istri kedua. Yang dia tahu, pasangan suami istri itu adalah orang baik yang rutin berdonasi di pantinya."Jangan mendendam. Mungkin papa kamu ada alasan tersendiri menikahinya," ujar Amina mencoba menguatkan Darren."Kasihan mama, dikhianati selama bertahun-tahun. Bahkan hingga mati tidak tahu kalau suaminya mendua," u
“Kau mengusirku?” tanya Hailey merasa tersinggung dengan pertanyaan Darren.Darren tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia tidak berniat mengusir. Hanya saja sata ini Darren merasa tidak ada lagi yang perlu dia dengar dari Hailey. Semuanya sudah jelas kalau Hailey memanglah ibu tirinya.Bahkan Darren juga merasa tidak perlu lagi mendengar penjelasan dari Arras. Tapi, karena sudah terlanjur membuat janji, Darren pastinya akan tetap mengunjungi satu-satunya sahabat papanya itu.“Jangan tersinggung, aku tidak mengusir. Hanya saja aku bertanya, sebab aku tiba-tiba saja kepikiran untuk mengantarkan bu Hailey pulang sekalian aku bertemu dengan Alisa,” jawab Darren kemudian.Mendengar apa yang dikatakan oleh Darren membuat Amina membelalakkan matanya, beliau sangat heran mengapa tiba-tiba sekali Darren ingin bertemu dengan adiknya itu. Padahal sejak awal Amina melihat kalau Darren sangat tidak menyukai Hailey.“Kamu mau pergi keluar kota?” tanya Amina.“Baru rencana, Bu. Sebab sejak tadi
"Oh iya? Boleh aku bicara dengannya?" tanya suara di ujung telepon dengan begitu nyaring.Darren mengarahkan wajahnya di depan kamera, dan….Deg!Jantungnya terasa berhenti berdetak saat memperhatikan seorang perempuan cantik lawan bicaranya sangat mirip dengan papanya."Hai, aku Darren," ujar Darren memperkenalkan diri dan mencoba menghilangkan rasa gugupnya.Darren berusaha menyunggingkan senyumannya kepada Alisa walaupun matanya terlihat berkaca-kaca, karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang yang sangat mirip dengan papanya, bahkan dia bisa melihat papanya dalam versi perempuan.“Iya, tadi mama sudah cerita. Salam kenal,” jawab Alisa sambil tersenyum hangat ke arah Darren.“Kamu sibuk?” tanya Darren lagi.Alisa menggelengkan kepalanya. “Gak. Kan Alisa bekerja sebagai pelayan di salah satu rumah makan cepat saji. Kalau sudah pulang ke rumah ya gak ada lagi beban pekerjaan.”Alisa bercerita dengan penuh keriangan, dan Darren melirik ke arah Hailey yang tampak membulatkan
Pagi ini di kantor bank Duta…."Jadi, ada apa?" tanya Arras menyambut kedatangan Darren di kantornya. Sesuai dengan janji rahasia yang mereka sepakati di warung nasi goreng tempi hari, keduanya hari ini akan bertemu di tempat biasa yaitu kantor pusat Bank Duta.Sebenarnya Darren juga heran, mengapa Arras selalu mengajak bertemu di tempat kerjanya. Menurut Darren bukankah itu sangat berbahaya? Namun, Arras selalu mengabaikan pertanyaan Darren, dan dia menjamin pertemuan mereka akan tetap aman-aman saja.Sebelum menjawab pertanyaan Arras, Darren menghela nafas berat. Bahkan sampai terlihat kalau saat ini sedang ada masalah yang ditanggungnya."Bapak kenal Hailey, kan?" tanya Darren kemudian."Tidak kenal, hanya tahu saja," jawab Arras santai.Darren bahkan tidak menyangka kalau Arras akan mengakui secepat ini. Dia pikir Arras akan bersikap seperti Amina yang berusaha menghindarinya saat dia mengajukan pertanyaan mengenai ibu tirinya itu. Namun, Arras berbeda. Dia langsung mengakuinya.
"Bapak mau ikut menemui Alisa?" tanya Darren mengernyitkan keningnya.Darren heran saat mendengar seorang seperti Arras mau ikut dengannya bertemu dengan adiknya.Arras menganggukkan kepalanya. "Iya. Kita bisa lihat anak itu bersama-sama."Sebenarnya Darren menyimpan begitu banyak tanya mengenai niat Arras ikut dengannya untuk menemui Alisa. Namun, Darren pendam dulu pertanyaannya. Dia tidak mau rencananya terganggu."Baiklah, akan lebih menyenangkan kalau kita berjalan bersama," jawab Darren kemudian."Jam berapa penerbangan kamu? Soalnya aku mau urus cuti dulu," ujar Arras kepada Darren. Dan juga Arras tidak mau pekerjaannya terbengkalai walaupun hanya sehari atau dua hari."Jam 10," jawab Darren singkat. Darren juga melirik jam di dinding ruangan Arras yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat tuga puluh menit. Dan itu artinya ada waktu sekitar satu jam lebih untuk Arras mempersiapkan semuanya."Hmm… kalau gak sempar, kita akan beda penerbangan. Dan kita bertemu setelah di kota s
Darren dan Arras keluar dari bandara, seperti yang telah dia janjikan kepada Alisa kalau mereka akan segera bertemu saat Darren sudah mendarat."Lisa, aku sudah tiba di kota kamu. Bisa kita ketemunya di hotel?" tanya Darren di ujung sambungan telepon."Hah?" Alisa terdengar kaget saat mendengar Darren mengajaknya bertemu di hotel. Dan itu membuat pikirannya kemana-mana."Maksudnya, aku baru tiba disini dan menginap di hotel. Kalau kamu tidak nau di hotel, kamu bisa share lokasinya," ujar Darren yang seolah paham dengan jalan pikiran Alisa.Sepertinya Alisa juga masih takut kalau Darren bukanlah orang baik, sehingga Alisa ragu untuk mengiyakan ajakan Darren bertemu di hotel."Di hotel juga kita bertemu di lobby kalau kamu tidak mempercayaiku. Aku tidak mau dirumah kamu, sebab takutnya ada yang melaporkan sama bu Hailey," lanjut Darren.Lama Alisa terdiam, sepertinya dia sedang mempertimbangkan ajakan dari Darren tersebut."Baiklah, aku akan datang ke hotel saja. Sebutkan hotelnya dima
“Jadi, dia membiayaimu dengan mengemis di jalanan?” tanya Darren yang seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Alisa.Dan jika memang apa yang dikatakan oleh Alisa itu adalah benar, maka Darren bisa memastikan kalau kedatangan Hailey menemuinya sudah pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu. Toh, dia membiayai hidupnya hanya berdua dengan Alisa saja saat ini mengandalkan dari gaji Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. “Mama selalu menyalahkan aku. Katanya kalau aku tidak lahir ke dunia ini, meskipun papa meninggal hidupnya tidak akan susah.”Darren benar-benar tidak habis pikir ada orang seperti Hailey yang menganggap anak sebagai beban dan sekarang meminta imbalan kepada anaknya.“Apakah karena alasan ekonomi kamu tidak melanjutkan sekolah?” tanya Darren kepada Alisa. Dia merasa kasihan melihat kehidupan Alisa yang sangat mengenaskan. Hidup dengan ibu kandungnya, namun selalu mendapat perlakuan yang menyedihkan.“Iya, karena gaji yang aku dapatkan tidak akan cukup
Alisa melirik ke arah Darren, karena Alisa juga sepertinya bingung dengan maksud dari Hailey.Darren memberikan kode agar Alisa menanyakan maksudnya."Alisa tidak mengerti, Ma," jawab Alisa kemudian."Tidak perlu mengerti! Cukup turuti saja apa yang aku katakan!" jawab Hailey dengan berteriak."Iya, Ma."Setelah itu Hailey mematikan sambungan telepon tersebut, dan Alisa juga mematikan ponselnya. Dia tidak mau lagi diganggu Hailey, karena dia takut kalau Hailey akan tahu kalau saat ini dia sedang bersama Darren."Lisa tidak mengerti maksud mama. Entah apa yang akan dia katakan sama kamu," ujar Alisa menunduk dan merasa bersalah dengan apa yang terjadi, padahal itu bukanlah kesalahannya."Biar nanti aku cari tahu sendiri. Pastinya saat aku pulang ke rumah bu Hailey akan mengatakannya kepadaku," jawab Darren sambil tersenyum. Karena Darren tidak mau Alisa merasa bersalah dengan apa yang tidak diketahuinya.Alisa hanya menganggukkan kepalanya. Dan mereka sudah tiba di bandara dan sudah be