“Hah? Berani banget kau bilang seperti itu kepadaku?” tanya Nana kepada Renata.Mungkin Nana tidak menyangka kalau ternyata ada orang yang berani kepadanya, bahkan Renata dengan lantangnya mengatakan dia tidak mengenal Nana.“Memangnya kenapa? Kau siapa aku harus takut?” tanya Renata tetap tidak bergeming di tempatnya.Darren menahan tawa dalam hatinya, dia melihat raut wajah Nana yang sangat tidak mengenakkan mendengar Renata berbicara seperti itu.“Ku tidak kenal aku? Memangnya di rumahmu tidak ada televisi?” tanya Nana kemudian kepada Renata.“Tidak ada! Aku tidak butuh TV, karena tidak ada acara yang berbobot,” jawab Renata lantang.Nana menghela nafas, tangannya terkepal. Nana benar-benar ingin menghabiskan Renata sepertinya. Bahkan Nuna memperhatikan Renata dari bawah hingga atas. Mungkin mereka sangat heran karena ada orang yang tidak mengenal Nana.Bahkan terlihat dari wajah Renata itu dia tidaklah bohong. Dan itu wajar kalau Renata tidak mengenal Nana, sebab selama ini Renata
"Kenapa? Banyak pekerjaan lain yang harus aku kerjakan. Jadi, aku tidak punya waktu untuk mengurus masalahmu," jawab Darren santai sambil melihat ke arah Nana.Mendengar pengusiran dari Darren, kali ini Nuna yang berdiri di depan Nana. Sebagai seorang manager pastinya dia bertanggung jawab terhadap Nana, karena tujuan mereka mendatangi rumah Darren juga awalnya untuk mencari solusi bersama. Bukan malah bertengkar seperti ini."Darren, mohon maaf sebelumnya kalau aku mencampuri kalian. Disini selain sebagai manager, aku juga sebagai kakaknya Nana. Sebaiknya kita cari solusinya bersama-sama yang sama-sama menguntungkan," ujar Nuna pelan.Darren melihat ke arah Nuna, ada rasa kasihan sebenarnya. Namun, Darren juga sudah terlanjur marah kepada Nana."Solusi apa? Rasanya aku tidak akan memiliki solusi yang tepat untuk masalah ini, sebab aku bukanlah seseorang dari kalangan artis. Dan juga wartawan sudah melihat sendiri apa yang Nana lakukan," jawab Darren sambil menggelengkan kepalanya.Nu
Darren menggelengkan kepalanya. "Yang bilang gratis siapa? Kamu bisa beli atau sewa bangunan itu tergantung dengan kemampuanmu.""Lihat saja nanti, aku mau pikirkan lagi," jawab Renata cuek.Darren menganggukkan kepalanya, dia tahu dengan sifat Renata yang tidak akan mudah mengalah. Apalagi dengan bantuan Darren, dia takkan mudah menerimanya. Gengsi Renata terlalu tinggi."Hubungi aku kalau kau membutuhkannya. Tapi, jangan lama-lama. Takutnya sudah didahului orang lain. Karena yang memanage itu juga bukan aku, tapi dibantu Daffa," ujar Darren menjelaskan kepada Renata.Memang ada beberapa bisnis Darren dibantu oleh Daffa dalam mengaturnya. Karena Darren tidak akan sanggup kalau bekerja sendirian. Dan bangunan toko itu adalah uji coba dari Darrren. Dia ingin belajar merambah bisnis property. "Oke."Renata menjawab singkat dan tampak terdiam memperhatikan arus jalan yang cukup padat.Darren mengantarkan Renata hingga tepat di depan hotel, seperti sopir taksi. Bahkan tidak ada lagi pemb
“Namanya Darren Zervano,” jawab lelaki dengan setelan jas sambil menatap layar kaca dengan tatapan yang tajam.“Nama orang tuanya? Bukankah dia pernah menjadi karyawan dan juga menantumu?” tanya lelaki beruban itu lagi.Dua orang itu adalah Martano dan Buston. Mereka bertemu di sebuah ruangan pribadi di rumah Buston yang terletak di sebuah perumahan elit. Buston baru saja kembali ke negeri ini untuk keperluan pribadi, yaitu melihat cucunya yang baru lahir.Selama ini Bustin menetap di luar negeri, namun tetap menjalin hubungan dengan Martano. Sehingga saat kembali ke tanah air, keduanya pasti menyempatkan diri untuk bertemu.Banyak bisnis gelap yang mereka jalani, dan sebagai pelaksana lapangannya tentu saja Martano, sedangkan Buston akan memantau dari kejauhan.“Iya. Tapi, data dan surat menyurat yang dimilikinya menyatakan dia bukanlah anak Rudi. Ayahnya bernama Arif dan ibunya bernama Amina,” jawab Martano kemudian.Iya, saat ini keduanya sedang memantau berita mengenai Darren. Dan
Martano hanya menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak. Aku hanya takut kalau dia menyimpan dendam kepada kita."Buston tampak tersenyum."Dia tidak akan sempat menyimpan dendam, untuk hidup saja dia pasti kesusahan," kekeh Buston sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya, sehingga ruangan itu dipenuhi dengan asap.Ruangan tempat pertemuan mereka itu memang ruang bebas merokok, terletak di lantai paling atas dengan sirkulasi udara yang memadai."Kalau begitu, aku pamit," ujar Martano dan segera meninggalkan rumah Buston. Dia harus mengurus semuanya, dan tidak mau adanya kesalahan."Silakan. Jangan lupa, pastikan kau mendapatkan informasi yang bisa dipercaya," jawab Buston.Martano memacu mobil mewahnya meninggalkan rumah mewah milik Buston. Dia juga harus mengetahui secepatnya mengenai perubahan drastis Darren. **Sementara itu….Kring! Kring! Kring!Darren yang sedang tertidur pulas terganggu dengan suara ponselnya yang menjerit-jerit karena dia lupa mematikannya sebelum tidur malam i
Keesokan harinya….“Daffa, hari ini aku akan pulang lebih cepat. Aku akan menemui seseorang,” ujar Darren kepada sekretarisnya saat waktu istirahat akan segera tiba.Daffa menganggukkan kepalanya. “Tidak kembali lagi ke kantor, Pak?”“Sepertinya tidak, karena tidak tahu pertemuan ini apakah akan memakan waktu lama, atau hanya pertemuan biasa,” jawab Darren seraya bersiap-siap untuk segera meninggalkan kantornya.Jarak dari restoran ayam jago dari kantornya memang cukup jauh, makanya Darren memilih untuk langsung pulang setelah menemui Martano.“Oke, hati-hati pak,” pesan Daffa kepada Darren.Darren hanya mengangguk dan melambaikan tangannya kepada Daffa. Dia segera menuju ke parkir mobil dan melajukan kendaraannya dengan cepat.“Martano pasti ada maunya, karena orang seperti dia tidak akan bernafas kalau tidak memiliki niat buruk kepada orang lain,” ujar Darren sepanjang perjalanan membelah kemacetan. Karena ini jam makan siang, kondisi jalanan cukup padat dan macet. Apalagi kalau ber
Darren menyunggingkan senyumannya mendengar apa yang dikatakan oleh Martano. “Baiklah, terima kasih atas undangannya.”Darren segera berdiri dan meninggalkan meja tersebut, walaupun sangat marah dia tetap menahan emosinya untuk saat ini.“Kurang ajar! Lelaki tua itu hanya membuat aku menghirup aroma makanan, tanpa diberikan kesempatan untuk menikmatinya. Dia benar-benar mempermalukanku,” ujar Darren kesal setelah keluar dari restoran yang sangat terkenal itu.Di depan Restoran Ayam Jago, Darren melihat ada sebuah warung makan yang cukup ramai juga, dan sepertinya makanan disana juga cukup menggoda. Sehingga untuk mengisi perutnya yang kosong, Darren memilih makan disana.Dan seperti yang Darren duga, dua orang bodyguard Martano mengikutinya. Bahkan keduanya juga ikut masuk ke dalam warung yang sama dengan Darren. mereka berpura-pura menjadi pelanggan dan mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari Darren.“Dia pikir aku tidak tahu dengan niat liciknya? Bahkan dia mengirimkan dua orang
“Tenang, Bu. Darren gapapa kok,” ujar Darren sambil menyunggingkan senyumannya dan menggenggam tangan Amina dengan lembut.Darren tahu, ibunya pasti sangat mendengar hal semacam itu, karena Amina tahu pasti bagaimana kejamnya Martano dan Buston menghabisi kedua orang tua Darren. Dahulu, berita kematian Rudi Zervano dan istrinya selalu menghiasi surat kabar dan televisi. Bahkan lebih dari dua bulan. Dan akhirnya lenyap bagaikan di telan bumi.“Bagaimana ibu bisa tenang. Sudah ibu katakan kamu harus hati-hati dengan Renata, bagaimanapun juga dia adalah anak satu-satunya dari Martano,” jawab Amina menatap Darren dengan pandangan yang khawatir.“Renata tidak ada hubungannya dengan ini, Bu. Jangan khawatir dengan Renata bersekongkol, walaupun mereka ayah dan anak. Tapi, hubungan keduanya tidaklah baik. Renata tidak akan ikut campur,” ujar Darren menjelaskan kepada Amina tentang Renata.Darren masih begitu yakin dengan Renata yang tidak akan melakukan hal semacam itu untuk membahayakannya.