Suara seorang perempuan mengagetkan langkah kaki Darren yang akan menaiki tangga. "Upps."Ternyata Gia, mama mertuanya menyadari kedatangannya. Sehingga dia menatap Darren dengan tatapan tajam sambil berkacak pinggang. "Kenapa tidak menjawab?!""Mama," sapa Darren."Jangan panggil aku seperti itu! Cukup jawab pertanyaanku saja!" bentak Gia kepada sang menantu.Darren menyunggingkan senyumannya. "Papa telah memecatku. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain pulang."Sontak saja, jawaban yang diberikan oleh Darren itu membuat Gia membelalakkan matanya. Dia tidak percaya kalau sang suami melakukan hal itu; "Jangan bohong! Tidak mungkin kau dipecat. Kalau kau dipecat, itu artinya kau akan menjadi benalu di rumah ini!" "Memangnya yang aku lakukan setiap hari mengerjakan pekerjaan rumah itu tidak ada artinya, Ma?" tanya Darren menahan kesalnya.Darren mencoba menahan emosinya, kekesalannya kepada Martano belum tersalurkan dan tiba di rumah, Gia pun sama membuatnya kesal."Kalau menurut
"Jangan bercanda, karena itu tidak lucu!" teriak Gia sambil terkekeh.Dia merasa kalau mimpi Darren terlalu muluk, sebab dia tahu bagaimana kehidupan Darren yang miskin dan tidak akan bisa menghidupi Renata.Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya; "Aku tidak pernah berbohong dan juga tidak akan melucu. Aku akan membawa Renata keluar dari rumah ini, dan kalian tidak akan bisa mendikte aku ataupun Renata lagi!" jawab Darren dengan tegas.Darren juga tahu, kalau sebenarnya kehidupan Renata bersama kedua orang tuanya juga tidak baik-baik saja, Renata sering dijadikan umpan untuk memancing rekan bisnis Martano. Walaupun belum sampai ke tahap di jual, tapi Renata sering diajak untuk menemui rekannya sebagai pajangan. Dan juga Renata harus mengikuti kemauan mereka, bahkan jurusan kuliah saja mereka yang mengatur. Dan keluarga Martano merasa kecolongan ketika Renata hamil, karena selama ini mereka memberikan Renata kebebasan, tapi bukan berarti Renata melakukan hubungan dengan sembarang o
"Papa?" tanya Renata yang seolah tidak percaya dengan kedatangan Martano yang lebih cepat dari biasanya.Renata menggelengkan kepalanya; "Bahkan bukan hanya Darren yang dipecat dari pekerjaannya yang pulang lebih awal, yang memecatnya pun pulangnya tidak seperti bisa. Ada apa ini?" Renata terkekeh melihat hal itu. "Apakah papa yang mengantar Darren pulang?" tanya Renata lagi."Papa dibuat stress dengan lelaki gila ini, papa butuh istirahat. Dan ternyata di rumah malah bertemu lagi hal-hal seperti ini. Pertengkaran, dan bahkan dia mau mengajak kamu keluar dari rumah ini," jawab Martano kemudian.Darren masih memilih diam, dia ingin tahu apa yang akan dilanjutkan oleh sang ayah mertua."Tidak ada seorangpun yang boleh membawa Renata keluar dari rumah ini!" bentak Martano kemudian."Kenapa?" tanya Darren menatap Martano dengan tajam."Dia anakku! Dan akan selamanya berada di rumah ini!" jawab Martano.Renata membulatkan matanya kesal mendengar apa yang Martano katakan. "Tapi, Renata mau
Tap!Renata menghentikan langkahnya, dan kemudian tersenyum ke arah Martano; "Itu lebih baik daripada aku terus dijadikan jaminan."Martano membelalakkan matanya mendengar jawaban yang diberikan oleh Renata. Bahkan giginya gemerutuk; "Kau mau dihapus sebagai ahli waris?" tanya Martano kemudian."Renata tidak butuh itu," jawab Renata kemudian menarik kopernya dan melangkah dengan pasti meninggalkan rumah besar itu.Gia tampak semakin panik, ketika melihat Renata pergi tanpa lagi melihat ke belakang. "Renata! Kau akan menyesal!" teriak Gia mengejar Renata, namun tangan Gia di tahan oleh Martano. Walaupun Gia berteriak agar Renata tidak meninggalkan mereka, namun sang suami tetap membiarkan Renata pergi bersama Darren. Dan tangannya terkepal marah, menatap tajam dengan mata memerah ke arah Darren."Atas nama Darren?" sebuah taksi berhenti di depan keduanya tepat saat mereka baru saja keluar dari pagar rumah Martano.Darren menganggukkan kepalanya, kemudian memasukkan tas ke dalam taksi d
Darren tersenyum ke arah Renata dan menganggukkan kepalanya. "Iya, inilah rumah yang akan kita tempati."Renata masih mematung tidak percaya, hingga mulutnya bergumam pelan; "Ini rumah siapa?" tanya Renata kepada Darren. Renata benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat di depan matanya itu."Rumah kita, yang aku belikan untuk tempat kita bernaung. Kita akan hidup bersama disini menghabiskan waktu kita," jawab Darren yang kemudian meraih tangan Renata dan mengajaknya memasuki halaman rumah itu.Renata berjalan pelan; Ini benar-benar seperti mimpi. Siapa kamu sebenarnya?" Bukan tanpa alasan Renata bertanya seperti itu, karena rumah yang ada di depan matanya ini tidaklah seperti yang ada di dalam bayangannya. Melainkan sebuah rumah mewah besar yang seperti istana megah. Walaupun di beberapa bagian tampaknya belum selesai. Tapi, terlihat kalau rumah itu benar-benar mewah dan besar."Aku beli rumah ini memang seperti ini. Ada orang yang belum selesai membangun rumahnya dan dapa
"Perusahaan itu sudah hilang, sebaiknya kita lupakan saja," jawab Darren kemudian dan mencoba tersenyum ke arah Renata.Namun, sepertinya tidak bagi Renata. Dia tidak akan menyerah kalau apa yang dia tanyakan belum mendapatkan jawabannya. "Aku mencurigai sesuatu, dimana perusahaan itu sekarang? Apa selama ini kau pura-pura miskin? Atau memang kau memang miskin?"Darren hanya bisa menghela nafas berat mendengar pertanyaan dari Renata. Karena dia rasanya tidak bisa menceritakan semuanya kepada Renata. Dia tidak mau membuat seorang anak membenci orang tuanya."Perusahaan itu saat ini berada di bawah bendera Abitex dengan nama Martin," jawab Darren pelan.Akhirnya Darren harus menjawab dengan jujur mengenai perusahaan tersebut. Sebab sebelum dia menjawab, Renata pastinya akan terus mengejar jawabannya.Renata mengernyitkan keningnya mendengar jawaban yang diberikan oleh Darren. "Mengapa bisa dibawah Abitex? Bangkrut? Atau dijual?" desak Renata.Bahkan saat ini keduanya belum memasuki ruma
"Jawab aku!" teriak Martano di ujung panggilan telepon tersebut.Darren hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau Martano malah mengikuti mereka sampai disini. "Ini rumah majikanku. Kami tinggal di rumah bagian belakang," jawab Darren kemudian mematikan sambungan telepon tersebut. Saat ini dia tidak mau membuat Martano kembali mencurigainya.Darren melihat dari celah jendela, ternyata memang ada sebuah mobil yang terparkir di depan pagar, dan itu pastinya sang ayah mertua. "Papa pasti mengikuti kita, karena beliau ingin melihat aku tinggal di rumah reot dan menderita dan aku akan segera merengek pulang," ujar Renata yang mendengar pembicaraan Darren dan Martano."Tapi, maaf papa. Ternyata semua tidak seperti yang papa harapkan," kekeh Renata kemudian.Darren menghela nafas lega ketika melihat akhirnya Martano pergi meninggalkan rumah mereka. Dan ternyata Martano percaya kalau disini Darren hanya bekerja sebagai pembantu."Tapi, kenapa perusahaan orang tua kau saat ini
Darren hanya terdiam, dan beranjak untuk meninggalkan Renata di dalam kamar itu. Dia tidak ingin membuat Renata hilang kepercayaan kepada ayah kandungnya sendiri.“Jangan pergi! Kau harus jawab pertanyaanku dulu, Darren!” teriak Renata.Langkah kaki Darren terhenti, dia juga tidak punya pilihan lain selain hanya mengangguk. “Tapi, aku belum bisa memastikan ini benar atau salah. Aku harus memastikan dulu apakah itu memang PT. Daze atau bukan.”Darren juga tidak akan langsung mengklaim itu perusahaan ayahnya, dia tetap akan mencari informasi terlebih dahulu mengenai perusahaan itu. Dan saat ini Darren juga belum mau kesana, dia akan membangun pondasi kekuatan terlebih dahulu.“Astaga! Aku tidak menyangka kalau seperti ini. Dan aku berharap kau salah, aku tidak akan bisa menerima orang yang selama ini ku panggil papa bisa melakukan hal yang buruk,” ujar Renata sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.“Jangan dipikirkan, dan tolong jangan beri tahu papamu kalau rumah ini adalah rumah