"Papa?" tanya Renata yang seolah tidak percaya dengan kedatangan Martano yang lebih cepat dari biasanya.Renata menggelengkan kepalanya; "Bahkan bukan hanya Darren yang dipecat dari pekerjaannya yang pulang lebih awal, yang memecatnya pun pulangnya tidak seperti bisa. Ada apa ini?" Renata terkekeh melihat hal itu. "Apakah papa yang mengantar Darren pulang?" tanya Renata lagi."Papa dibuat stress dengan lelaki gila ini, papa butuh istirahat. Dan ternyata di rumah malah bertemu lagi hal-hal seperti ini. Pertengkaran, dan bahkan dia mau mengajak kamu keluar dari rumah ini," jawab Martano kemudian.Darren masih memilih diam, dia ingin tahu apa yang akan dilanjutkan oleh sang ayah mertua."Tidak ada seorangpun yang boleh membawa Renata keluar dari rumah ini!" bentak Martano kemudian."Kenapa?" tanya Darren menatap Martano dengan tajam."Dia anakku! Dan akan selamanya berada di rumah ini!" jawab Martano.Renata membulatkan matanya kesal mendengar apa yang Martano katakan. "Tapi, Renata mau
Tap!Renata menghentikan langkahnya, dan kemudian tersenyum ke arah Martano; "Itu lebih baik daripada aku terus dijadikan jaminan."Martano membelalakkan matanya mendengar jawaban yang diberikan oleh Renata. Bahkan giginya gemerutuk; "Kau mau dihapus sebagai ahli waris?" tanya Martano kemudian."Renata tidak butuh itu," jawab Renata kemudian menarik kopernya dan melangkah dengan pasti meninggalkan rumah besar itu.Gia tampak semakin panik, ketika melihat Renata pergi tanpa lagi melihat ke belakang. "Renata! Kau akan menyesal!" teriak Gia mengejar Renata, namun tangan Gia di tahan oleh Martano. Walaupun Gia berteriak agar Renata tidak meninggalkan mereka, namun sang suami tetap membiarkan Renata pergi bersama Darren. Dan tangannya terkepal marah, menatap tajam dengan mata memerah ke arah Darren."Atas nama Darren?" sebuah taksi berhenti di depan keduanya tepat saat mereka baru saja keluar dari pagar rumah Martano.Darren menganggukkan kepalanya, kemudian memasukkan tas ke dalam taksi d
Darren tersenyum ke arah Renata dan menganggukkan kepalanya. "Iya, inilah rumah yang akan kita tempati."Renata masih mematung tidak percaya, hingga mulutnya bergumam pelan; "Ini rumah siapa?" tanya Renata kepada Darren. Renata benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat di depan matanya itu."Rumah kita, yang aku belikan untuk tempat kita bernaung. Kita akan hidup bersama disini menghabiskan waktu kita," jawab Darren yang kemudian meraih tangan Renata dan mengajaknya memasuki halaman rumah itu.Renata berjalan pelan; Ini benar-benar seperti mimpi. Siapa kamu sebenarnya?" Bukan tanpa alasan Renata bertanya seperti itu, karena rumah yang ada di depan matanya ini tidaklah seperti yang ada di dalam bayangannya. Melainkan sebuah rumah mewah besar yang seperti istana megah. Walaupun di beberapa bagian tampaknya belum selesai. Tapi, terlihat kalau rumah itu benar-benar mewah dan besar."Aku beli rumah ini memang seperti ini. Ada orang yang belum selesai membangun rumahnya dan dapa
"Perusahaan itu sudah hilang, sebaiknya kita lupakan saja," jawab Darren kemudian dan mencoba tersenyum ke arah Renata.Namun, sepertinya tidak bagi Renata. Dia tidak akan menyerah kalau apa yang dia tanyakan belum mendapatkan jawabannya. "Aku mencurigai sesuatu, dimana perusahaan itu sekarang? Apa selama ini kau pura-pura miskin? Atau memang kau memang miskin?"Darren hanya bisa menghela nafas berat mendengar pertanyaan dari Renata. Karena dia rasanya tidak bisa menceritakan semuanya kepada Renata. Dia tidak mau membuat seorang anak membenci orang tuanya."Perusahaan itu saat ini berada di bawah bendera Abitex dengan nama Martin," jawab Darren pelan.Akhirnya Darren harus menjawab dengan jujur mengenai perusahaan tersebut. Sebab sebelum dia menjawab, Renata pastinya akan terus mengejar jawabannya.Renata mengernyitkan keningnya mendengar jawaban yang diberikan oleh Darren. "Mengapa bisa dibawah Abitex? Bangkrut? Atau dijual?" desak Renata.Bahkan saat ini keduanya belum memasuki ruma
"Jawab aku!" teriak Martano di ujung panggilan telepon tersebut.Darren hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau Martano malah mengikuti mereka sampai disini. "Ini rumah majikanku. Kami tinggal di rumah bagian belakang," jawab Darren kemudian mematikan sambungan telepon tersebut. Saat ini dia tidak mau membuat Martano kembali mencurigainya.Darren melihat dari celah jendela, ternyata memang ada sebuah mobil yang terparkir di depan pagar, dan itu pastinya sang ayah mertua. "Papa pasti mengikuti kita, karena beliau ingin melihat aku tinggal di rumah reot dan menderita dan aku akan segera merengek pulang," ujar Renata yang mendengar pembicaraan Darren dan Martano."Tapi, maaf papa. Ternyata semua tidak seperti yang papa harapkan," kekeh Renata kemudian.Darren menghela nafas lega ketika melihat akhirnya Martano pergi meninggalkan rumah mereka. Dan ternyata Martano percaya kalau disini Darren hanya bekerja sebagai pembantu."Tapi, kenapa perusahaan orang tua kau saat ini
Darren hanya terdiam, dan beranjak untuk meninggalkan Renata di dalam kamar itu. Dia tidak ingin membuat Renata hilang kepercayaan kepada ayah kandungnya sendiri.“Jangan pergi! Kau harus jawab pertanyaanku dulu, Darren!” teriak Renata.Langkah kaki Darren terhenti, dia juga tidak punya pilihan lain selain hanya mengangguk. “Tapi, aku belum bisa memastikan ini benar atau salah. Aku harus memastikan dulu apakah itu memang PT. Daze atau bukan.”Darren juga tidak akan langsung mengklaim itu perusahaan ayahnya, dia tetap akan mencari informasi terlebih dahulu mengenai perusahaan itu. Dan saat ini Darren juga belum mau kesana, dia akan membangun pondasi kekuatan terlebih dahulu.“Astaga! Aku tidak menyangka kalau seperti ini. Dan aku berharap kau salah, aku tidak akan bisa menerima orang yang selama ini ku panggil papa bisa melakukan hal yang buruk,” ujar Renata sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.“Jangan dipikirkan, dan tolong jangan beri tahu papamu kalau rumah ini adalah rumah
Darren tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Renata. Dia bahkan tidak menyangka seorang ibu tega mengatakan anak kandungnya sendiri dengan anak sialan."Hati-hati dengan ucapanmu, Renata. Walaupun dia belum lahir dia bisa merasakan kalau kau tidak menyayanginya. Dia juga tidak bisa memilih harus terlahir dari siapa, jadi tolong sayangi dan jaga dia," ujar Darren yang kemudian pergi meninggalkan Renata yang mencibirnya."Ada apa sih? Kenapa dia bersikeras? Sudah jelas-jelas ini bukan anaknya!" kesal Renata yang masih sempat di dengar oleh Darren.Darren tidak peduli, dia pergi untuk mengecek semua kondisi rumahnya. Karena memang dia belum sempat melihat bagian-bagian rumah tersebut, proses jual belinya terjadi begitu cepat.Setelah keluar dari kamar, Darren menghela nafas berat. Dia tidak mau Renata mengacaukan rencananya. "Semoga Renata tidak gegabah."Sesuai dengan rencananya, mulai keesokan harinya Darren akan memulai sebuah usaha. Dan sebelum dia memutuskan akan melakukan bis
“Hmm,” ujar Darren menghela nafas berat.Saat ini sepertinya masih sangat berat, karena memang dia belum memiliki rencana apapun untuk kedepannya. “Aku ingin membalas perbuatan mereka. Nyawa harus mereka bayar dengan nyawa.”Arrs menggelengkan kepalanya mendengar jawaban yang diberikan oleh Darren. “Tidak! Kau tidak boleh melakukan itu.”Darren sangat terkejut. Ekspresinya langsung melihat ke arah Arras dengan penuh tanya. “Kenapa? Bukankah mereka juga harus mendapatkan hal yang sepadan? Aku kehilangan kedua orang tuaku yang mereka bunuh secara tragis di depan mataku sendiri.”Darren tidak terima kalau dia dilarang mmebalas dendam, sebab semua orang pastinya tidak akan tahu apa yang dialaminya dalam hidupnya, dan bagaimana perasaannya yang terus saja dihantui mimpi buruk itu setiap kali dia memejamkan matanya.Arras menepuk pundak Darren dengan lembut, beliau sepertinya sedang memberikan ketenangan kepada Darren yang penuh dengan dendam. Bahkan sorot mata Darren penuh dengan amarah.“