Happy Weekend buat semua pembaca.....
“Non, dia lagi-lagi diam saat Non Renata menggendongnya,” ujar Bi Inah dengan sangat antusias.Darren yang melihat itu diam-diam menghapus jejak airmatany, dia sangat terharu melihat interaksi antara Noah dan Renata. “Tidak ada yang bisa memungkiri hubungan ibu dan anak. Bahkan anak yang baru saja dilahirkan sudah mengerti dengan bau ibunya. Noah…, kamu begitu merindukan ibumu.”Sementara itu Renata yang sedang menggendong Noah, tampak hanya terdiam dengan mata yang tidak pernah beranjak dari sang anak. Hatinya begitu tersentuh dengan hal ini, dan ini bukanlah hal pertama, sebab saat dirumah sakit pun, hal seperti ini beberapa kali terjadi.“Apakah kau begitu merindukanku?” tanya Renata dalam hatinya.Renata memperhatikan wajah
“Renata…,” panggil Darren pelan sambil mengambil alih menggendong Noah. Karena Renata benar-benar tidak sudi lagi menggendong anaknya tersebut.Renata memalingkan wajahnya, dia tidak tergerak sedikitpun hatinya meskipun dia melihat Darren memberikan Noah susu dengan sangat telaten. “Kamu sengaja mau membuat aku merasa terikat dengan dia, kan?”Pertanyaan Renata itu membuat Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Bukan seperti itu, sudah aku katakan kalau aku hanya ingin membuat Noah memiliki kenangan yang layak dia ingat tentang ibunya. Kalau masalah ikatan, walaupun sekeras apapun kau memungkirinya ikatan kalian tetaplah kuat. Tidak ada yang bisa memutuskan ikatan ibu dan anak, meskipun kalian berpisah.”“Hentikan omong kosongmu itu, Darren!” kesal Renata berteriak kepada sang suami. Walaupun di dalam hatinya merasa tercubit mendengar apa yang disampaikan oleh Darren.Dan sebenarnya saat ini alasan Renata tidak mau terlalu lama menggendong atau bermain dengan Noah adalah, dia tid
Darren menundukkan kepalanya. “Aku tidak ingin kita bercerai. Dan aku masih berharap kalau kau kembali kepada kami. Karena kami akan terus menunggumu.” Renata menyunggingkan senyumannya. “Kita tidak berjodoh. Dan aku sudah berusaha untuk mencintai kau saja, tapi nyatanya aku tidak bisa. Aku tidak nyaman berada di dekat kau, dan juga aku memiliki mimpi yang harus aku capai sendiri. Jangan pernah menungguku!” Untuk kedua kalinya, Renata mengatakan kepada Darren untuk tidak menunggunya. Itu membuat Darren hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Kau akan pergi kemana?” tanya Darren yang mencoba untuk menyelidiki kemana tujuan Renata pergi. Semakin hari, perasaan Darren kepada Renata semakin jelas. Dan setelah melihat perjuangan Renata melahirkan Noah, perasaannya kepada Renata semakin besar. Sehingga Darren mencoba untuk menghalangi Renata pergi, namun nyatanya tidak bisa. “Aku tidak bisa memberitahukan kemana tujuanku. Karena aku akan hidup di tempat dimana orang-orang tidak ada yang me
Darren hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Jam berapa?”“Keberangkatan jam sepuluh,” jawab Renata santai dan langsung merebahkan tubuhnya ke atas pembaringan tanpa mempedulikan lagi Darren yang masih duduk di sofa dengan pikiran yang kacau.Saat ini yang paling Darren khawatirkan adalah kesehatan dan keselamatan Renata, karena belum satu bulan pasca operasi dia sudah harus pergi menempuh perjalanan yang jauh. “Pagi-paginya kita cek kesehatan kamu dulu, ya?”Renata yang semula berbaring menghadap dinding, sekarang membalikkan kembali tubuhnya. Dia melihat kearah sang suami dengan kening yang mengkerut. “Untuk apa?”“Aku khawatir, karena kamu belum sembuh total,” jawab Darren.“Tidak perlu! Akulah yang tahu dengan tubuhku! Aku yang bisa merasakan apakah tubuhku sehat atau tidak. Jadi, kau tidak perlu berpikir seperti itu. Percayakan saja kepadaku,” jawab Renata tegas.Dan, jika Renata sudah berkata seperti itu maka tidak ada yang bisa membantahnya. Darren sudah cukup mengenal Renata. W
Darren hanya menyunggingkan senyuman nya setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Martano tersebut. Dalam hatinya dia menjawab; “Iya, besok aku memang akan mengantarkan Renata untuk pergi ke suatu tempat. Tapi, buka ke rumah kau.”Darren mematikan daya ponselnya dan meletakkannya diatas meja. Dia tidak ingin ada yang mengganggu lagi dengan semua telepon yang tidak penting tersebut.“Dan kau harus merasakan kehilangan anakmu, Martano. Meskipun kau tidak menyayanginya, tapi setelah ini kau benar-benar akan merasakan kehilangan orang yang bisa memancing para investor. Kau membuat aku kehilangan kedua orang tuaku saat aku masih belia, nanti setelah kalian tua pasti akan merasakan bagaimana sakitnya saat anak tidak mau mendekat,” gumam Darren sambil menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam.Dengan perlahan Darren mengembuskan asap putih yang berbentuk garis lurus, dan tidak berapa lama semua asap itu tersebar karena tertiup angin malam. “Kalau seperti ini, memang lebih baik
“Dia sudah keluar,” ujar Darren kemudian sambil menggelengkan kepalanya.Suara yang mereka dengar baru saja itu pasti sang pelaku jatuh terjun dari pagar yang cukup tinggi. Darren hanya bisa menghela nafas berat.“Kok bisa ada orang yang nekat naik pagar ini? sebenarnya apa yang dia inginkan?” tanya Joko keheranan.“Kita harus menambahkan tinggi pagar ini agar tidak ada lagi orang yang nekat memanjatnya. Ini memang belum sempat kita kerjakan,” ujar Darren kemudian.Memang, pekerjaan para tukang yang saat ini sedang menyelesaikan pembangunan rumah itu belumlah sampai di area pagar. Dan awalnya Darren berpikir kalau tetap aman, karena setidaknya sudah ada pagar yang cukup tinggi. Namun, siapa sangka ada oknum yang bahkan rela memanjatnya.Hingga pagi menjelang, Darren akhirnya tidak tidur sedikitpun. Matanya tidak bisa lagi terpejam, bahkan kantuk yang tadi cukup mengganggunya sekarang hilang begitu saja.“Kau tidak tidur?” tanya Renata yang pagi ini terbangun dan tidak mendapati Darren
Wajah mereka semakin dekat, bahkan Renata bisa merasakan embusan nafas Darren.“Menjauhlah! Aku tidak sudi bermain denganmu!” teriak Renata yang mencoba mendorong tubuh Darren menjauh darinya. Namun, Darren tidak menggubrisnya.Bibir Darren mulai mendekati bibir Renata, bibir yang selama ini selalu menjadi impiannya dan juga bibir yang selalu mengeluarkan kata-kata kasar untuk Darren.Dan tiba-tiba….Bruk!Renata mengangkat kakinya dan menendang tepat di alat vital Darren. Hingga Darren jatuh ke lantai sambil mengaduh.“Aduh! Sakit sekali,” rintih Darren memejamkan matanya menahan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.Darren tidak menyangka kalau ternyata Renata akan melakukan hal seperti itu, bahkan sasaran Renata tidak main-main sehingga membuat dia kesulitan untuk bergerak.Renata menatap Darren dengan pandangan tajam. “Sudah aku katakan kau untuk menjauh, dank au malah nekat mndekat. Jangan paksakan aku untuk melakukan kekerasan, karena aku tahu cara menaklukkan
Sekeras apapun Renata menepis mengenai Noah, tapi hati seorang ibu pastinya akan melunak kalau masalah anak.Dada Renata rasanya begitu sesak. "Izinkan aku menggendongnya untuk yang terakhir kali, Bi."Melihat hal itu, Darren memalingkan wajahnya dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Dia tahu, di dalam hati Renata pastinya berat meninggalkan Noah seperti ini."Jadilah anak yang baik, dan nurutlah pada Papa Darren," ujar Renata pelan sambil mencium pipi Noah untuk yang pertama dan terakhir kalinya.Dengan sekuat tenaga dia menahan air matanya, namun nyatanya bulir-bulir bening itu tetap tidak bisa di tahannya.Bahkan Renata tidak tahu mengapa dia menangis, padahal selama ini dia tidak pernah peduli dengan Noah. Namun ternyata hatinya berkata lain, tanpa dia sadari, hatinya telah terpaut."Ayo, aku tidak mau terlalu buru-buru," ujar Renata kemudian yang mengajak Darren untuk segera pergi menuju bandara.Darren hanya menganggukkan kepalanya dan tidak banyak bicara. Keduanya mu