Darren hanya menyunggingkan senyuman nya setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Martano tersebut. Dalam hatinya dia menjawab; “Iya, besok aku memang akan mengantarkan Renata untuk pergi ke suatu tempat. Tapi, buka ke rumah kau.”Darren mematikan daya ponselnya dan meletakkannya diatas meja. Dia tidak ingin ada yang mengganggu lagi dengan semua telepon yang tidak penting tersebut.“Dan kau harus merasakan kehilangan anakmu, Martano. Meskipun kau tidak menyayanginya, tapi setelah ini kau benar-benar akan merasakan kehilangan orang yang bisa memancing para investor. Kau membuat aku kehilangan kedua orang tuaku saat aku masih belia, nanti setelah kalian tua pasti akan merasakan bagaimana sakitnya saat anak tidak mau mendekat,” gumam Darren sambil menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam.Dengan perlahan Darren mengembuskan asap putih yang berbentuk garis lurus, dan tidak berapa lama semua asap itu tersebar karena tertiup angin malam. “Kalau seperti ini, memang lebih baik
“Dia sudah keluar,” ujar Darren kemudian sambil menggelengkan kepalanya.Suara yang mereka dengar baru saja itu pasti sang pelaku jatuh terjun dari pagar yang cukup tinggi. Darren hanya bisa menghela nafas berat.“Kok bisa ada orang yang nekat naik pagar ini? sebenarnya apa yang dia inginkan?” tanya Joko keheranan.“Kita harus menambahkan tinggi pagar ini agar tidak ada lagi orang yang nekat memanjatnya. Ini memang belum sempat kita kerjakan,” ujar Darren kemudian.Memang, pekerjaan para tukang yang saat ini sedang menyelesaikan pembangunan rumah itu belumlah sampai di area pagar. Dan awalnya Darren berpikir kalau tetap aman, karena setidaknya sudah ada pagar yang cukup tinggi. Namun, siapa sangka ada oknum yang bahkan rela memanjatnya.Hingga pagi menjelang, Darren akhirnya tidak tidur sedikitpun. Matanya tidak bisa lagi terpejam, bahkan kantuk yang tadi cukup mengganggunya sekarang hilang begitu saja.“Kau tidak tidur?” tanya Renata yang pagi ini terbangun dan tidak mendapati Darren
Wajah mereka semakin dekat, bahkan Renata bisa merasakan embusan nafas Darren.“Menjauhlah! Aku tidak sudi bermain denganmu!” teriak Renata yang mencoba mendorong tubuh Darren menjauh darinya. Namun, Darren tidak menggubrisnya.Bibir Darren mulai mendekati bibir Renata, bibir yang selama ini selalu menjadi impiannya dan juga bibir yang selalu mengeluarkan kata-kata kasar untuk Darren.Dan tiba-tiba….Bruk!Renata mengangkat kakinya dan menendang tepat di alat vital Darren. Hingga Darren jatuh ke lantai sambil mengaduh.“Aduh! Sakit sekali,” rintih Darren memejamkan matanya menahan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.Darren tidak menyangka kalau ternyata Renata akan melakukan hal seperti itu, bahkan sasaran Renata tidak main-main sehingga membuat dia kesulitan untuk bergerak.Renata menatap Darren dengan pandangan tajam. “Sudah aku katakan kau untuk menjauh, dank au malah nekat mndekat. Jangan paksakan aku untuk melakukan kekerasan, karena aku tahu cara menaklukkan
Sekeras apapun Renata menepis mengenai Noah, tapi hati seorang ibu pastinya akan melunak kalau masalah anak.Dada Renata rasanya begitu sesak. "Izinkan aku menggendongnya untuk yang terakhir kali, Bi."Melihat hal itu, Darren memalingkan wajahnya dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Dia tahu, di dalam hati Renata pastinya berat meninggalkan Noah seperti ini."Jadilah anak yang baik, dan nurutlah pada Papa Darren," ujar Renata pelan sambil mencium pipi Noah untuk yang pertama dan terakhir kalinya.Dengan sekuat tenaga dia menahan air matanya, namun nyatanya bulir-bulir bening itu tetap tidak bisa di tahannya.Bahkan Renata tidak tahu mengapa dia menangis, padahal selama ini dia tidak pernah peduli dengan Noah. Namun ternyata hatinya berkata lain, tanpa dia sadari, hatinya telah terpaut."Ayo, aku tidak mau terlalu buru-buru," ujar Renata kemudian yang mengajak Darren untuk segera pergi menuju bandara.Darren hanya menganggukkan kepalanya dan tidak banyak bicara. Keduanya mu
“Tidak ada,” jawab Darren dengan tegas.Jawaban Darren sudah pasti membuat Martano marah besar, dia selalu merasa muak saat melihat wajah Darren. Apalagi Darren yang tidak pernah bisa menghargainya.“Mana Renata?!” tanya Martano lagi dengan berteriak. Dia merasa dipermainkan oleh Darren.“Sudah aku antar! Sesuai dengan perintah bapak kalau hari ini aku harus mengantarkan Renata,” jawab Darren dengan santai.“Kau antar kemana, hah?!” tanya Martano lagi.“Bandara,” Jawab Darren datar.Martano semakin meradang mendengar apa yang Darren ketakan, dengan beraninya dia mengatakan mengantarkan Renata ke bandara. Dan itu pastinya akan membuat Martano naik pitam.Martano mengangkat tangannya untuk menampar Darren. Dan Darren pastinya sudah siap dengan semua itu, matanya menatap tajam kearah sang mertua hingga membuat Martano kembali menurunkan tangannya.“Kau mempermainkanku? Aku meminta kau mengantarkan Renata kembali ke rumahku. Dan sekarang mengapa kau mengantarkannya ke bandar. Apa kau piki
"Ini dari siapa?" tanya Darren yang seperti orang bodoh, padahal dia sendiri sudah membaca kop surat tersebut."Mungkin dari instansi terkait, Pak. Saya hanya mengantarkan saja," jawab sang kurir yang kemudian berpamitan meninggalkan Darren yang tampak lemas setelah menandatangani bukti penerimaan kiriman itu.Darren menggenggam erat surat tersebut, dia sudah bisa menebak isinya.Iya, Darren menerima surat yang dikirimkan dari pengadilan tinggi. Dan itu sepertinya adalah surat perceraian."Kau benar-benar serius ingin kita bercerai, Renata?" tanya Darren pelan.Rasanya Darren tidak percaya kalau Renata akan mengajukan gugatan cerai kepadanya dalam waktu yang sangat dekat. Apalagi Renata yang katanya akan pergi keluar negeri, ternyata dia masih sempat mengurus perceraian mereka.“Ada apa, Nak?”Amina yang melihat Darren tampak rapuh dan tidak bersemangat itu mendekat. Dia tidak tahu apa yang terjadi kepada Darren setelah menerima paket yang diantarkan oleh kurir tadi.“Ibu….” Darren se
“Kurangajar! Kau pasti berbohong!” teriak Martano marah.Ternyata Darren menelepon Martano, dia mengabarkan kalau saat ini Renata telah menceraikannya. Bahkan agar Martano percaya dengan apa yang dia katakan Darren mengirimkan foto surat keputusan yang dia terima.“Bukankah sudah jelas, aku kirimkan beserta foto surat dari pengadilan?” tanya Darren sambil menyunggingkan senyumannya.Saat ini Darren membayangkan bagaimana reaksi Martano saat tahu kalau Darren dan Renata sudah bercerai, dan hingga saat ini dia tidak bisa melacak keberadaan Renata.Renata memang hilang bak di telan bumi, bahkan surat yang dikirimkan kepada Darren itu tanpa nama pengirim. Sepertinya Renata belum benar-benar pergi dari negeri ini. Dia pastinya masih disibukkan mengurus perceraian itu. Darren juga tidak tahu apa yang Renata rencanakan.“Bisa saja kau palsukan!” teriak Martano yang masih tidak percaya kepada Darren.“Hah? Aku bukanlah orang yang suka memalsukan dokumen hanya untuk kepentingan diri sendiri!”
Uhuk!Amina terbatuk mendengar apa yang Darren katakan. Sebab hal itu pastinya sangat tidak mungkin. "Itu tidak mungkin, Darren. Panti sudah dijadikan tempat panti pijat seperti itu. Dan juga kita tidak mungkin bisa melawan konglomerat," jawab Amina dengan menggelengkan kepalanya.“Kalau bisa?” tanya Darren terus mengejar Amina dengan pertanyaannya.Amina menggelengkan kepalanya, dia tidak mau Darren mengambil langkah gegabah demi untuk mendapatkan kembali semua yang sudah dia ikhlaskan. “Jangan lakukan itu.”Darren mengernyitkan keningnya, dia heran mengapa Amina tampaknya sangat ketakutan. “Kenapa?”“Semua pastinya akan menyulitkan kamu dan membuat kamu bermasalah dengan orang lain. Ibu tidak mau hak itu terjadi, dan juga kita sudah cukup lama pergi dari sana. Bahkan mungkin bangunan panti yang dulu saja sudah hilang,” jawab Amina memaksakan senyum terkembang dari bibirnya.Walaupun sebenarnya begitu banyak kenangan bagi Amina di rumah tersebut. Rumah itu awalnya adalah rumah kecil
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.