“Kurangajar! Kau pasti berbohong!” teriak Martano marah.Ternyata Darren menelepon Martano, dia mengabarkan kalau saat ini Renata telah menceraikannya. Bahkan agar Martano percaya dengan apa yang dia katakan Darren mengirimkan foto surat keputusan yang dia terima.“Bukankah sudah jelas, aku kirimkan beserta foto surat dari pengadilan?” tanya Darren sambil menyunggingkan senyumannya.Saat ini Darren membayangkan bagaimana reaksi Martano saat tahu kalau Darren dan Renata sudah bercerai, dan hingga saat ini dia tidak bisa melacak keberadaan Renata.Renata memang hilang bak di telan bumi, bahkan surat yang dikirimkan kepada Darren itu tanpa nama pengirim. Sepertinya Renata belum benar-benar pergi dari negeri ini. Dia pastinya masih disibukkan mengurus perceraian itu. Darren juga tidak tahu apa yang Renata rencanakan.“Bisa saja kau palsukan!” teriak Martano yang masih tidak percaya kepada Darren.“Hah? Aku bukanlah orang yang suka memalsukan dokumen hanya untuk kepentingan diri sendiri!”
Uhuk!Amina terbatuk mendengar apa yang Darren katakan. Sebab hal itu pastinya sangat tidak mungkin. "Itu tidak mungkin, Darren. Panti sudah dijadikan tempat panti pijat seperti itu. Dan juga kita tidak mungkin bisa melawan konglomerat," jawab Amina dengan menggelengkan kepalanya.“Kalau bisa?” tanya Darren terus mengejar Amina dengan pertanyaannya.Amina menggelengkan kepalanya, dia tidak mau Darren mengambil langkah gegabah demi untuk mendapatkan kembali semua yang sudah dia ikhlaskan. “Jangan lakukan itu.”Darren mengernyitkan keningnya, dia heran mengapa Amina tampaknya sangat ketakutan. “Kenapa?”“Semua pastinya akan menyulitkan kamu dan membuat kamu bermasalah dengan orang lain. Ibu tidak mau hak itu terjadi, dan juga kita sudah cukup lama pergi dari sana. Bahkan mungkin bangunan panti yang dulu saja sudah hilang,” jawab Amina memaksakan senyum terkembang dari bibirnya.Walaupun sebenarnya begitu banyak kenangan bagi Amina di rumah tersebut. Rumah itu awalnya adalah rumah kecil
Hari ini, Darren kembali ke daerah dimana dulu panti milik Amina berdiri. Dia melihat bangunan lama yang kini telah menjadi panti pijat itu. Padahal dulunya itu adalah panti asuhan yang berisi anak-anak yang kurang beruntung.“Namanya masih panti, tapi fungsinya sudah berbeda. Dulu pengasuhnya adalah ibu kami seorang diri, yaitu ibu Amina. Dan sekarang lihatlah pengasuh orang-orang yang datang ke panti itu, mereka semua seksi dan muda-muda. Kenapa harus dijadikan panti pijat?” tanya Darren sambil menggelengkan kepalanya.Darren melihat bangunan itu dari seberang panti tersebut dari dalam mobilnya. Dia melihat begitu banyak orang yang keluar masuk panti. Dan rata-rata yang masuk adalah lelaki paruh baya. Karena memang panti pijat itu terkenal dengan layanan plus-plusnya dengan kumpulan perempuan-perempuan cantik dengan pakaian minim.“Beruntungnya aku bertemu dengan ibu, beliau merawatku seperti anaknya sendiri. Jasa papa begitu dikenang, sehingga dalam kesulitan pun ibu tetap membawak
Tin! Tin!Suara klakson memekakkan telinga. Entah mengapa, semua orang begitu senang membunyikan klaksonnya.“Astaga! Mereka kenapa sih?!” kesal Darren saat suara klakson itu bersahut-sahutan terus saja memenuhi jalanan itu.Dan seketika Darren tersentak, karena ternyata kendaraan yang mengklakson tersebut ditujukan kepadanya. Padahal saat ini Darren sudah parkir di pinggir dan tidak parkir di badan jalan.“Mau mereka apa sih?! Kenapa mereka mengganggu, dan apakah mereka tidak melihat kalau aku tidak mengganggu jalan!” teriak Darren kesal dan akhirnya menginjak pedal gas melanjutkan perjalanannya.Bruum!Darren meninggalkan tempat itu dengan hati yang kesal. Dia kembali menuju cafenya, disana biasanya dia duduk dan memperhatikan para pelanggan yang datang keluar dan masuk cafenya.“Selamat siang, Pak,” sambut sekretarisnya saat melihat kedatangan Darren di café tersebut,Daffa, sekretaris yang sudah bergabung dengannya sejak beberapa waktu yang lalu itu adalah karyawan yang paling dip
"Siapa?" tanya Darren keheranan.Karena memang Darren merasa tidak mengenal perempuan yang saat ini berdiri di depannya itu.Bukannya menjawab, wanita itu malah tersenyum sinis sambil mencebik. "Tidak perlu kenal denganku, kau bukan levelku untuk bergaul. Lihat saja, kalian hanya mampu minum kopi di gelas yang kecil. Atau jangan-jangan itu hanyalah kopi hitam biasa yang biasa di warung-warung pinggir jalan."Darren dan Daffa saling pandang, mereka seperti menghadapi orang yang kesurupan. Sebab, tidak ada angin dan tidak ada hujan tiba-tiba dia diserang dengan hinaan."Jaga ucapanmu, kau tidak tahu kalau cafe ini…," ujar Daffa yang tersulut emosi. Namun, dengan cepat Darren menahan Daffa dan mengedipkan matanya. Darren memberikan kode kepada Daffa untuk menghentikan apa yang dia katakan, Darren ingin tahu apa sebenarnya mau perempuan itu."Kenapa? Mau bilang kalau kopi kalian gratis tanpa bayar, sebab sang pemilik kasihan melihat orang miskin disini?" tanya nya dengan bersedekap dada.
"Hanya segitu?" tanya Darren dengan sombong.Darren yang semula tidak pernah berniat untuk menyombongkan dirinya, akhirnya terpancing.Dia begitu kesal melihat keangkuhan Shara, yang seolah-olah tidak ada orang yang bisa menandinginya.Daffa yang berada di sebelah Darren tersenyum puas mendengar pertanyaan Darren kepada Shara. Dan baginya itu cukup membuat Shara emosi."Kenapa kau tertawa?!" bentak Shara kepada Daffa."Tidak ada larangan tertawa di cafe ini," jawab Daffa dengan santai.Shara mencebik, baginya dua orang miskin di depannya ini sama-sama mengesalkan, belagu sok kaya dengan penampilan yang seperti orang hebat. Padahal hanyalah orang miskin yang tidak punya apa-apa."Hei! Tadi kau bilang apa? Hanya?" tanya Shara kepada Darren."Iya, aku tanya apakah hutang Renata yang kau maksud itu hanya lima puluh juta?" tanya Darren lagi.Shara menggelengkan kepalanya. "Hahaha."Tidak berapa lama
Darren menghela nafas berat mendengar tantangan yang diberikan oleh Shara."Sungguh kampungan! Memangnya gak ada yang lain?" gerutu Darren pelan. Namun, ternyata apa yang Darren katakan itu masih bisa didengar oleh Shara. "Jangan banyak protes! Sanggup gak?" desak Shara kepada Darren.Daripada membuang waktu lama dan wanita ini semakin menjadi-jadi, Darren dengan tegas menjawab; "Deal!"Daffa tersenyum, karena dia tahu uang sebanyak itu bukanlah masalah bagi Darren. "Tinggal bilang 'deal' aja lama banget, dasar miskin tapi belagu!" hina Shara lagi dan terlihat sedang menuliskan nomor rekeningnya pada kertas yang disodorkan oleh Daffa."Tapi, kalau aku bisa membayar hutang itu apa yang akan kau lakukan?" tanya Darren menelisik wajah Shara dengan sebuah senyuman.Pastinya Darren tidak mau hanya dia sepihak yang ditantang. Perempuan sombong itu juga harus diberikan pelajaran.Dengan wajah congkak, Shara menatap Darren sinis; "Kau boleh menikmati tubuhku sepuasnya malam ini!" "Wow!"Se
"Memang tidak ada dana masuk!" jawab Shara mengelak.Darren menunjukan ponselnya ke hadapan Shara bukti transaksi dari mobile bankingnya. "Ini apa? Kenapa? Mau alasan ponsel kau error? Atau mau bilang kalau ini hanya tipuan?"Darren benar-benar dibuat kesal dengan wanita ular itu, bukan karena dia mau meniduri Shara. Namun, Darren hanya ingin Shara yang sejak tadi koar-koar itu tersadar, kalau tidak selamanya yang dia pikirkan itu benar. "Apaan sih ini?" tanya temannya Shara yang mengaku bernama Cindy itu.Dan kali ini Cindy yang terkejut, dia menutup mulut dengan kedua tangannya. Dia tidak menyangka kalau Darren menunjukkan bukti transfernya."Coba lihat yang di HP kamu, Shar," ujar Cindy menarik tangan Shara dan merebut ponselnya."Bagaimana bisa kau memiliki uang sebanyak itu untuk membayar hutang Renata?" tanya Cindy ke arah Darren hingga membuat semua orang terkejut.Semua mata tertuju kepada Renata, mereka akan melihat apakah Renata menepati janjinya. "Jaid, dia yang menang ta
Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.