Uhuk!Amina terbatuk mendengar apa yang Darren katakan. Sebab hal itu pastinya sangat tidak mungkin. "Itu tidak mungkin, Darren. Panti sudah dijadikan tempat panti pijat seperti itu. Dan juga kita tidak mungkin bisa melawan konglomerat," jawab Amina dengan menggelengkan kepalanya.“Kalau bisa?” tanya Darren terus mengejar Amina dengan pertanyaannya.Amina menggelengkan kepalanya, dia tidak mau Darren mengambil langkah gegabah demi untuk mendapatkan kembali semua yang sudah dia ikhlaskan. “Jangan lakukan itu.”Darren mengernyitkan keningnya, dia heran mengapa Amina tampaknya sangat ketakutan. “Kenapa?”“Semua pastinya akan menyulitkan kamu dan membuat kamu bermasalah dengan orang lain. Ibu tidak mau hak itu terjadi, dan juga kita sudah cukup lama pergi dari sana. Bahkan mungkin bangunan panti yang dulu saja sudah hilang,” jawab Amina memaksakan senyum terkembang dari bibirnya.Walaupun sebenarnya begitu banyak kenangan bagi Amina di rumah tersebut. Rumah itu awalnya adalah rumah kecil
Hari ini, Darren kembali ke daerah dimana dulu panti milik Amina berdiri. Dia melihat bangunan lama yang kini telah menjadi panti pijat itu. Padahal dulunya itu adalah panti asuhan yang berisi anak-anak yang kurang beruntung.“Namanya masih panti, tapi fungsinya sudah berbeda. Dulu pengasuhnya adalah ibu kami seorang diri, yaitu ibu Amina. Dan sekarang lihatlah pengasuh orang-orang yang datang ke panti itu, mereka semua seksi dan muda-muda. Kenapa harus dijadikan panti pijat?” tanya Darren sambil menggelengkan kepalanya.Darren melihat bangunan itu dari seberang panti tersebut dari dalam mobilnya. Dia melihat begitu banyak orang yang keluar masuk panti. Dan rata-rata yang masuk adalah lelaki paruh baya. Karena memang panti pijat itu terkenal dengan layanan plus-plusnya dengan kumpulan perempuan-perempuan cantik dengan pakaian minim.“Beruntungnya aku bertemu dengan ibu, beliau merawatku seperti anaknya sendiri. Jasa papa begitu dikenang, sehingga dalam kesulitan pun ibu tetap membawak
Tin! Tin!Suara klakson memekakkan telinga. Entah mengapa, semua orang begitu senang membunyikan klaksonnya.“Astaga! Mereka kenapa sih?!” kesal Darren saat suara klakson itu bersahut-sahutan terus saja memenuhi jalanan itu.Dan seketika Darren tersentak, karena ternyata kendaraan yang mengklakson tersebut ditujukan kepadanya. Padahal saat ini Darren sudah parkir di pinggir dan tidak parkir di badan jalan.“Mau mereka apa sih?! Kenapa mereka mengganggu, dan apakah mereka tidak melihat kalau aku tidak mengganggu jalan!” teriak Darren kesal dan akhirnya menginjak pedal gas melanjutkan perjalanannya.Bruum!Darren meninggalkan tempat itu dengan hati yang kesal. Dia kembali menuju cafenya, disana biasanya dia duduk dan memperhatikan para pelanggan yang datang keluar dan masuk cafenya.“Selamat siang, Pak,” sambut sekretarisnya saat melihat kedatangan Darren di café tersebut,Daffa, sekretaris yang sudah bergabung dengannya sejak beberapa waktu yang lalu itu adalah karyawan yang paling dip
"Siapa?" tanya Darren keheranan.Karena memang Darren merasa tidak mengenal perempuan yang saat ini berdiri di depannya itu.Bukannya menjawab, wanita itu malah tersenyum sinis sambil mencebik. "Tidak perlu kenal denganku, kau bukan levelku untuk bergaul. Lihat saja, kalian hanya mampu minum kopi di gelas yang kecil. Atau jangan-jangan itu hanyalah kopi hitam biasa yang biasa di warung-warung pinggir jalan."Darren dan Daffa saling pandang, mereka seperti menghadapi orang yang kesurupan. Sebab, tidak ada angin dan tidak ada hujan tiba-tiba dia diserang dengan hinaan."Jaga ucapanmu, kau tidak tahu kalau cafe ini…," ujar Daffa yang tersulut emosi. Namun, dengan cepat Darren menahan Daffa dan mengedipkan matanya. Darren memberikan kode kepada Daffa untuk menghentikan apa yang dia katakan, Darren ingin tahu apa sebenarnya mau perempuan itu."Kenapa? Mau bilang kalau kopi kalian gratis tanpa bayar, sebab sang pemilik kasihan melihat orang miskin disini?" tanya nya dengan bersedekap dada.
"Hanya segitu?" tanya Darren dengan sombong.Darren yang semula tidak pernah berniat untuk menyombongkan dirinya, akhirnya terpancing.Dia begitu kesal melihat keangkuhan Shara, yang seolah-olah tidak ada orang yang bisa menandinginya.Daffa yang berada di sebelah Darren tersenyum puas mendengar pertanyaan Darren kepada Shara. Dan baginya itu cukup membuat Shara emosi."Kenapa kau tertawa?!" bentak Shara kepada Daffa."Tidak ada larangan tertawa di cafe ini," jawab Daffa dengan santai.Shara mencebik, baginya dua orang miskin di depannya ini sama-sama mengesalkan, belagu sok kaya dengan penampilan yang seperti orang hebat. Padahal hanyalah orang miskin yang tidak punya apa-apa."Hei! Tadi kau bilang apa? Hanya?" tanya Shara kepada Darren."Iya, aku tanya apakah hutang Renata yang kau maksud itu hanya lima puluh juta?" tanya Darren lagi.Shara menggelengkan kepalanya. "Hahaha."Tidak berapa lama
Darren menghela nafas berat mendengar tantangan yang diberikan oleh Shara."Sungguh kampungan! Memangnya gak ada yang lain?" gerutu Darren pelan. Namun, ternyata apa yang Darren katakan itu masih bisa didengar oleh Shara. "Jangan banyak protes! Sanggup gak?" desak Shara kepada Darren.Daripada membuang waktu lama dan wanita ini semakin menjadi-jadi, Darren dengan tegas menjawab; "Deal!"Daffa tersenyum, karena dia tahu uang sebanyak itu bukanlah masalah bagi Darren. "Tinggal bilang 'deal' aja lama banget, dasar miskin tapi belagu!" hina Shara lagi dan terlihat sedang menuliskan nomor rekeningnya pada kertas yang disodorkan oleh Daffa."Tapi, kalau aku bisa membayar hutang itu apa yang akan kau lakukan?" tanya Darren menelisik wajah Shara dengan sebuah senyuman.Pastinya Darren tidak mau hanya dia sepihak yang ditantang. Perempuan sombong itu juga harus diberikan pelajaran.Dengan wajah congkak, Shara menatap Darren sinis; "Kau boleh menikmati tubuhku sepuasnya malam ini!" "Wow!"Se
"Memang tidak ada dana masuk!" jawab Shara mengelak.Darren menunjukan ponselnya ke hadapan Shara bukti transaksi dari mobile bankingnya. "Ini apa? Kenapa? Mau alasan ponsel kau error? Atau mau bilang kalau ini hanya tipuan?"Darren benar-benar dibuat kesal dengan wanita ular itu, bukan karena dia mau meniduri Shara. Namun, Darren hanya ingin Shara yang sejak tadi koar-koar itu tersadar, kalau tidak selamanya yang dia pikirkan itu benar. "Apaan sih ini?" tanya temannya Shara yang mengaku bernama Cindy itu.Dan kali ini Cindy yang terkejut, dia menutup mulut dengan kedua tangannya. Dia tidak menyangka kalau Darren menunjukkan bukti transfernya."Coba lihat yang di HP kamu, Shar," ujar Cindy menarik tangan Shara dan merebut ponselnya."Bagaimana bisa kau memiliki uang sebanyak itu untuk membayar hutang Renata?" tanya Cindy ke arah Darren hingga membuat semua orang terkejut.Semua mata tertuju kepada Renata, mereka akan melihat apakah Renata menepati janjinya. "Jaid, dia yang menang ta
"Perjanjiannya tidak seperti itu!" teriak Shara tidak terima saat Darren mengatakan kalau akan digantikan oleh Yoga.Darren yang sudah melangkah akan kembali ke ruangannya kembali berbalik. "Ada apa? Sebegitu inginnya kau tidur denganku?"Shara mendelik saat mendengar Darren membalikkan pertanyaan itu untuknya. "Kau terlalu percaya diri!""Tidak ada perjanjian kita kalau harus aku yang memenuhi tantangan itu. Dan kebetulan aku memang ingin memberikan hadiah kepada Yoga, inilah waktu yang tepat. Hadiah yang sangat spesial," jawab Darren kemudian sambil tersenyum ke arah Yoga. "Terima kasih, Pak. Bapak memang baik," ujar Yoga tersenyum lebar dan membuat Shara semakin jijik dan ketakutan. Dia tidak menyangka kalau harus menjadi seperti ini. Semua diluar kendali ya.Wuss!"Cindy aku pulang naik taksi saja!"Shara segera berlari keluar dari cafe, sebelumnya dia melepaskan sepatu high heelsnya agar bisa berlari lebih kencang. Shara memilih kabur.Daffa ingin mengejar Shara, rasanya dia ing