“Jadi, kau punya pacar dan dia hamil? Kenapa aku tidak tahu? Segeralah menikah.”
“Aku bilang anak, bukan pacar.” Tony menatapnya dalam diam dan seperti biasa Maven tidak terusik sama sekali. Dia dengan santai mengelap mulut lalu berdiri. “Hati-hati di jalan nanti, Kek. Kabari aku jika sudah pulang.” Maven berbalik dan mendekati pintu ruang privasi tersebut. Ketika dia memegang gagang pintu, suara kakeknya terdengar. “Jauhi skandal jika ingin mempertahankan posisimu di perusahaan.” Maven melirik ke samping. “Hanya itu yang bisa aku sampaikan sebagai kakekmu, bukan sebagai Komisaris.” Dan Maven pun keluar. Berjalan keluar dari restoran, Albar sudah berada di belakangnya dalam diam. Dia kemudian memberi perintah, “Cari beberapa wanita yang unggul yang belum menikah. Mau itu yang masih lajang atau bertunangan.” “Baik,” Albar menjawab tanpa menyela. Lalu tepatnya di malam itu, 5 hari kemudian Maven pergi ke unit Albar untuk melihat para kandidat. Dan begitu selesai, dia melihat sosok Rhea di luar apartemen sedang menengadah menatap langit. Kembali ke masa sekarang, Maven menjawab, “Kamu cerdas. Dari keluarga terpandang. Kesehatanmu sangat baik. Cocok untuk melahirkan seorang penerus. Dan yang lebih penting kamu mencoba tampak tegar ketika kamu sedang rapuh. Intinya, kamu menarik.” Sebenarnya itu terdengar menyedihkan untuk Rhea seolah wanita ada hanya untuk menjadi mesin pembuat bibit unggul. Namun orang yang sedang dia bicarakan di sini adalah seorang Maven Williams yang katanya bisa menjatuhkan musuh Rhea. Dari awal pria ini sudah mengatakan maksud tujuannya membuat usulan ini. “Anda sudah mencari tahu tentang saya.” “Hmm.” Maven tidak mengelak. “Pasti bukan hanya saya, kan?” “Memang. Ada beberapa kandidat selain dirimu. Namun aku bertemu denganmu lebih dulu dibandingkan mereka.” “Jadi maksud Anda, tadi malam Anda langsung menguji saya? Semacam wawancara?” “Semacam itu.” “Anda mengambil kesempatan itu dengan cepat,” Rhea bergumam. “Aku akan membalas pertanyaanmu.” Marven duduk di seberang Rhea setelah meletakkan botol mineral di atas meja. “Apa kamu tidak menyesal? Kamu akan melahirkan bayi untukku dan mungkin saja aku tidak akan membiarkanmu mendekati putraku.” Rhea mengerutkan dahi. “Kita bahkan belum melakukannya bagaimana bisa Anda percaya diri jika saya akan melahirkan seorang putra?” “Baiklah. Putri juga tidak masalah. Jadi?” Rhea menunduk mengambil kertas di depannya. Dia menunduk seraya berkata pelan, “Setidaknya biarkan saya melihatnya sesekali.” “… Oke.” Maven mengambil botol dan membuka tutupnya sebelum meletakkannya di depan Rhea. “Aku juga mencari tahu tentang perusahaan finansial ayahmu. Jika aku prediksi dengan benar, pamanmu akan mengambil alih dan membuang kalian berdua. Jadi aku akan mengakuisisi perusahaan itu menjadi anak perusahaan kami. Tenang saja, aku tidak akan mengambil penghasilan sekecil apa pun. Aku akan menyerahkan seluruh penghasilanku dari perusahaan itu untukmu. Anggap saja sebagai jasamu membantuku. Jadi kamu bisa fokus pada pekerjaanmu di Putik Art Centre. Aku akan mencari orang yang dapat kamu percayai dan bertanggung jawab untuk memimpinnya.” Maven mengetahui jika Rhea adalah seorang Kurator di Putik Art Centre tidak lagi mengejutkannya. Ditambah lagi tentang pamannya, Rhea hanya bisa setuju dengan usulan itu. Dia mau tidak mau memikirkan ke depan. Dia tidak ingin kerja keras keluarganya diambil alih pamannya yang tidak senang dengannya dan ibunya. Sedangkan dia sendiri tidak yakin bisa mengurus sebuah perusahaan finansial. Dia harus membuat ibunya hidup damai tanpa beban. Ketika Rhea membaca poin kedua, dia kembali mengerutkan dahi. “Akan ada pertemuan 3 kali seminggu di sini, apa maksud—” Rhea mendongak cepat. “Anda ingin saya melahirkan tanpa menikah?!” “Kamu ingin menikah?” “Tentu saja! Maksud saya, Saya tidak akan melakukan seks sebelum menikah.” Maven menatapnya dengan tatapan tertarik. “Harta karun keluarga.” Rhea membasahi bibirnya. “Saya memang wanita konservatif walaupun orang tua saya tidak mengekang saya. Dan itu adalah kebanggaan saya sebagai seorang wanita. Dengar, kita hanya menikah diam-diam hingga anak itu lahir. Saya akan tinggal di rumah saya sendiri dan bertemu di sini sesuai dengan perjanjian ini. Jadi, Anda tidak akan dirugikan di sini. Jika Anda masih mempertahankan poin Anda sebelumnya, saya tidak akan setuju.” Maven kembali terdiam lagi, berpikir baik dan buruk untuk kedepannya lalu mengangguk singkat. “Baiklah. Bukankah ini namanya tawar menawar? Aku akan setuju. Tapi kita harus tinggal bersama.” Kakek tua itu akan curiga jika dia pisah rumah dengan istrinya. “Baiklah. Lalu saya ingin pernikahan yang sederhana. Hanya keluarga kita saja yang hadir.” Maven meliriknya. “Aku … terkejut.” Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan pikir Rhea yang menatapnya datar. “Boleh tahu kenapa? Apa kamu tidak memiliki pernikahan impian?” “Percuma saja membesar-besarkan acara jika hasil akhirnya kita akan bercerai,” Rhea berkata pelan kembali membaca kontrak mereka. “Oke …. Kita akan menikah sampai kamu melahirkan anakku. Lalu pembagian harta—” “Penghasilan dari perusahaan finansial sudah cukup untuk saya. Anda hanya perlu menepati janji Anda untuk membiarkan saya melihat anak saya walaupun Anda menikah lagi nanti.” Rhea tampak berpikir sebentar. “Dan, jika bisa saya ingin mempelajari tentang usaha kami. Saya tidak bisa menyusahkan Anda terus bahkan setelah kontrak kita berakhir.” Apa wanita ini ingin merelakan pekerjaan yang ia sukai begitu saja? “Tidak perlu sungkan. Menambah satu bisnis tidak membuatku susah. Jadi, lanjutkan saja pekerjaanmu yang sekarang.” Rhea menatapnya dalam diam. Bisakah dia mempercayai pria ini? “Melanjuti pembicaraan sebelumnya, kita harus menikah secepatnya. Apa itu tidak masalah untukmu?” “Memangnya kapan?” “Tiga hari lagi,” Maven berkata tanpa berpikir. “Hari ini aku akan membicarakan tentang ini dengan ibumu lalu aku akan membawamu menemui kakekku.” Rhea memejamkan mata dan menghirup napas dalam-dalam. Mungkin itu terlalu cepat dan bisa saja Ivanka tidak akan percaya dengan pilihannya. Tapi memikirkan bahwa perusahaan ayahnya harus diselamatkan terlebih dahulu, dirinya pun mengangguk. “Baiklah.” “Lalu bisakah kamu lebih santai ketika berbicara? Formalitas itu tampak kaku. Kakekku akan berpikir aku memaksamu menikahiku.” “Pftt.” Untuk pertama kalinya di keadaan duka ini Rhea tertawa. Menutup mulut, dia dengan cepat meminta maaf. “Oke. Aku akan berusaha.” Rhea mennggeser kertas kontrak itu lalu mengulurkan tangan. “Aku percaya padamu, jadi kupikir kita tidak membutuhkan hitam di atas putih.” “Kau benar,” gumam Maven menatap tangan pucat dan halus itu. Dia pun menjabat tangannya. “Mohon kerja samanya.” Rhea tersenyum. “Sangat mudah membuat proposal dengan orang rapuh, iya, kan?” Lagi-lagi, Maven tidak menampik. Jabatan mereka terlepas dan dia membuang kontrak tersebut untuk dihancurkan. Sedangkan Rhea kembali duduk dan matanya tak sengaja menangkap tulisan di pen. Ketika dia berhenti, dia mengambil pen itu. “TW Group ...,” Rhea membacanya lambat. Dan detik berikutnya matanya terbelalak kaget dan berseru, “Kamu dari TW Group, perusahaan multinasional teknologi itu?!” “Ya.” Maven mengambil kartu nama dari jas lalu menyerahkannya pada Rhea. Tanpa mengalihkan tatapannya pada nama perusahaan teknologi terbesar di Indonesia serta jabatan Maven sebagai CEO, Rhea tidak bisa menutup mulutnya. Pantas saja pria ini mengatakan dengan ringan bahwa dia dapat menjatuhkan mantan kekasih dan sahabatnya. Ia dengan perlahan menyeringai. Sepertinya dewi keberuntungan memang ingin Rhea menerima proposal Maven. "Celadon E-Commerce bukankah anak perusahaan TW Group?" “Benar. Kamu menginginkan Celadon sebagai bayaran perceraian?” Tentu saja bukan itu yang Rhea inginkan. Seringaiannya semakin lebar. “What a coincidence .... Bajingan itu bekerja di sana sebagai CEO Celadon.”“Jadi, bagaimana kita akan membuat skenario hubungan ini?” tanya Rhea ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah Rhea.“Ada ide?”Rhea mengedikkan bahu. “Uh … mantan yang kembali?”Maven menatapnya tertarik membuat Rhea gugup.“Tidak ada yang akan percaya jika dua orang asing bertemu untuk kali pertama tiba-tiba ingin menikah. Aku dan dia sudah bersama selama enam tahun. Jika ada yang bertanya, jangan menyebutkan enam tahun terakhir ini.”“Itu bagus. Kita bisa katakan berpacaran saat masih sekolah,” respons Maven tersenyum samar.“Jadi, seperti itu yang akan kita katakan, oke?”Maven mengangguk ringan. “Setuju.”Seharusnya seperti itu.Tetapi, begitu mereka tiba di kediaman Rhea, Maven langsung menyatakan masuk kedatangannya, “Bu Ivanka, kami akan menikah.”Syok, bingung, dan terkejut, Ivanka benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun.Maven mendeklarasikan sebuah pernikahan dengan santai dan tenang di hadapannya. Apa perlu Ivanka ingatkan dia baru saja bertemu dengannya? Belum lagi En
“Aku akan menikah.”Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan maksud tujuannya membuat Tony menatapnya dingin. Dan hujan lebat seketika mengguyur sore ini. Pria tua itu bahkan mengorek kupingnya khawatir dia salah dengar sebelum kembali melihat ketenangan sikap cucunya. Dia kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja.Maven menghela napas sebelum menambahkan, “Jadi, aku mohon untuk menemaniku mengunjungi keluarga calon istriku.”Langkah kaki Tony berhenti tepat di depan pintu. Dia yang hendak memegang gagang pintu menoleh. “Memangnya kapan kalian akan menikah?”“Tiga hari lagi.”Tony memejamkan mata, membuang napas, lalu berbalik. Kesal, langkahnya yang mendekati Maven cukup cepat. Sebelum cucunya sempat bereaksi, dia sudah memukul bahunya dengan tongkat hingga Maven terkejut. “Dasar keparat, kau tidak bisa menikah cepat hanya karena aku menyuruhmu. Perempuan mana yang kau bayar, hah?”Maven mengusap bahunya. “Kami pernah berpacaran ketika masih muda
Apa yang diharapkan Rhea sepertinya sedikit tidak sesuai dengan keinginannya. Ketika dia ingin pernikahan sederhana saja, Tony menolak dengan halus.“Ya, itu bagus. Tetapi pihak kami perlu mengundang beberapa orang penting. Kurang lebih begitu yang kakekku katakan.”Artinya, sesederhana apa pun perlu diadakan pesta. Rhea mengerang pelan dengan katalog di pangkuannya di ruangan yang memajang beberapa gaun pengantin.Maven yang duduk di sebelahnya berbicara lagi, “Kemungkinan hanya sekitar 50 orang penting saja. Direksi juga perlu diundang mau bagaimana pun.”“Jujur saja, kakekmu sepertinya tidak ingin membiarkanku hidup tenang.”Maven tersenyum tipis. “Bagaimana dengan pihakmu? Ibumu pasti ingin hal yang sama untuk pernikahan putri satu-satunya.”Bicara tentang ibunya, Rhea membisu. Dia masih ingat wajah kaget Ivanka tadi malam setelah dia mengatakan ingin menggelar acara itu secara sederhana, sebelum berubah sedih. Dan dia pura-pura tidak memperhatikan.Selang beberapa menit diam, dia
Merasa terlalu lama membuatnya menunggu, Rhea hendak membalas jabatan itu tepat ketika Maven menariknya mendekat dengannya. Jadi, dia hanya sedikit menurunkan tubuhnya dengan sikap sopan. “Rhea.”Henry terkekeh dalam hati melihat tangannya yang kosong. Dia kemudian mengambil kembali tangannya. “Selamat telah menjadi bagian dari keluarga Williams. Panggil aku jika kamu memerlukan bantuan, Rhea.”Rhea memperhatikan Henry lagi, namun pria ini tak tampak berbahaya sebelum mengangguk. “Terima kasih.”“Kalian berkumpul akhirnya.” Tony datang membuat mereka berempat menatap kehadirannya. Dia membawa tiga orang bersamanya, dua orang lebih tua dan satu yang lebih muda.Ketika Rhea melihat wajah yang tidak asing pada salah satunya, dia sontak saja terkejut. Naomi …? Dia adalah salah satu rekan kerjanya di Art Centre, tetapi tidak terlalu dekat. Dan tunggu, sejak kapan dia mengundang Naomi?“Rhea, perkenalkan ini Elisa, Vino, dan Naomi. Mereka juga bagian dari keluarga Williams,” ucap Tony.Dan R
Dan sekarang, tibalah sesi yang menggelisahkan. Tiga hari lalu, Rhea dengan mudahnya setuju dengan proposal ini. Akan tetapi mendekati waktu malam pertama mereka, dia menjadi sangat sangat gugup. Lebih gugup dibandingkan ketika mereka berciuman.Rhea mendesah setelah mematikan alat pengering rambut. Dia menghirup napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Begitu dia menggeser pintu kamar mandi, ia melihat Maven sudah di atas tempat tidur dengan iPad di tangannya. Pria yang hanya mengenakan jubah mandi sama sepertinya itu mendongak dan menatapnya.Indra penciuman Rhea menangkap aroma sensual dari pengharum ruangan. Lalu ada banyak kelopak bunga berhamburan tidak beraturan di bawah ranjang besar. Jika Rhea masih ingat, mereka semua berada di atas tempat tidur membentuk hati dengan rapi.“Itu mengganggu,” Maven bersuara seolah bisa mengetahui dengan jelas apa yang Rhea pikirkan.“Oh ….”Suaminya meletakkan iPad di nakas samping tempat tidur lalu beranjak dari tempat malasnya, melangkah mende
Well, mereka berada di satu tempat kerja. Jika Rhea seorang kurator, Andini adalah edukator. Juga tidak mungkin mereka tidak akan bertemu. Hanya saja, dia masih tidak ingin bertemu dengannya di hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti empat hari.“Ayu bilang kamu sudah masuk hari ini jadi aku mencarimu ke mana-mana sejak tadi.”Suara sepatu hak tinggi terdengar semakin dekat dan berhenti di sebelah Rhea. Dia melirik ke samping dan melihat Andini yang tersenyum manis dengan posisi menghadapnya.“Aku turut berduka atas kepergian ayahmu. Aku sudah menganggap Om Hans seperti ayahku sendiri. Kamu tahu, tiap kali aku ke rumah kalian dia selalu memanjakanku. Kamu pasti sedih sampai-sampai mengambil cuti cukup lama. Aku pun merasakan apa yang kamu rasakan, Rhe. Aku sangat sedih.”Apakah itu ekspresi orang yang berempati? Dia berbicara sambil tersenyum secantik yang ia bisa. Dan juga nada suaranya, kenapa harus setinggi itu? Rhea menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.Ketika melihat bebera
“Merebut kekasih sahabat sendiri lalu beralasan itu takdir benar-benar menjijikkan.”“Bukankah dia tidak tahu malu?”“Tidak bisa dipercaya.”“Ya, berikan saja sampah seperti itu padanya, Rhe.”Yang awalnya hanya berbisik pelan mulai terdengar jelas hingga ke indra pendengaran Andini dan Rhea.Perkataan Rhea ditambah rekan-rekannya sudah tidak bisa membuat Andini mempertahankan sikap tenangnya. Dia menarik tangannya kasar hingga mundur sedikit ke belakang. Menatap Rhea dengan marah sejenak, dia pun pergi dengan langkah cepat diiringi seruan cemooh.Dan Rhea hanya mengawasi kepergiannya. Apakah dia puas? Tidak, belum saatnya dia puas. Hanya karena wanita itu dipermalukan sekali tidaklah bisa mengobati luka di hatinya.Setelah itu, beberapa teman kerjanya mengerumuninya hingga membuatnya sesak. Dan bertanya dengan wajah prihatin, “Kamu baik-baik saja, Rhea?”“Kamu pasti patah hati dan kecewa.”“Aku tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar sekarang,” Rhea menjawab berusaha untuk menenangkan
“Mamaku yakin, jika dia masih hidup, pria hidung belang itu pasti akan menikah lagi.”Gurauan itu membuat Rhea batuk-batuk sedangkan Naomi terkekeh.Well, life must go on. Rhea bisa melihat sikap santai Naomi ketika membicarakan mendiang ayah kandungnya.“Hubungan kami … cukup mendadak. Jadi, tidak banyak hal yang Maven bicarakan. Jujur saja dia hanya membicarakan Henry dan itu seperti bukan pembicaraan kurasa,” Rhea berbicara sepelan mungkin.“Yah, kami tidak cukup dekat sampai harus menjadi bahan pembicaraan. Hanya karena aku memiliki hubungan darah dengan Halim bukan berarti aku dan Maven dekat. Aku masih kecil ketika keluar dari kediaman Williams. Jika tidak ditambah sapaan singkat kami kemarin, terakhir kali kami berkomunikasi sekitar dua bulan yang lalu di acara kakek. Dia tidak menyukai mendiang papa, dan kupikir kami juga. Mamaku menikahi papanya, dia pasti tidak senang.”Entah kenapa Rhea bisa merasakan jejak kesedihan di nada bicara santai Naomi.“Setelah bercerai, aku dan ma
Rhea merasakan sentuhan lembut yang membuatnya terjaga. Dan dia merasa seperti sedang digendong. Dipandangnya Maven yang ternyata memang mengangkat tubuhnya sambil melangkah. Tunggu, dia masih ingat dia sedang membaca buku di ruang santai ketika beberapa orangnya memindahkan barang-barang Maven ke kamarnya.“Apa aku membangunkanmu?”Rhea balik bertanya. “Apa aku tertidur? Aku masih ingat sedang membaca tadi.”Maven menunduk sambil tersenyum lembut. “Ya.”“Di mana bukunya?”“Aku letakkan di meja.”“Tunggu, mereka sudah selesai mengemasi barangmu?”“Hm.”“Bukankah aku berat? Ada makhluk hidup di dalamku.”“Sama sekali tidak.”“Jam berapa sekarang?”“Empat.”Rhea mengerutkan dahi samar masih sedikit mengantuk. “Kamu pulang awal lagi.”“Begitulah.”Rhea kembali bertanya, “Kenapa kamu pulang cepat?”’“Tidak ada pekerjaan yang mendesak.”Dengan lihai walau kedua tangannya mengangkat tubuh istrinya yang sedang mengandung, tagannya masih bisa membuka pintu dan mereka masuk ke kamar.“Aku kasi
Dokter mengecek hasil laporan di tangannya, saling pandang, lalu menatap Maven dan mengangguk. Rhea yang duduk manis di tempat tidur pasien tersenyum lebar ketika menatap suaminya.“Anda sudah dibolehkan pulang, Bu Rhea,” ujar salah satu dokter. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, mohon untuk datang pada jadwal temu nanti.”“Baik.”Di dalam mobil, Rhea yang memegang buket bunga dari Maven tidak bisa berhenti tersenyum. Kaca mobil dibiarkan terbuka agar dia bisa merasakan angin pagi yang segar. Maven yang mengemudi juga tidak bisa tidak ikut tersenyum. Melihat istrinya yang bahagia sudah cukup melegakannya.Tidak seperti di rumah sakit, kali ini Maven melonggarkan keamanannya dan membolehkan rekan kerjanya datang menjenguknya di rumah. Rumah mereka yang biasanya sepi kini sangat berisik dan ramai. Yana dan pelayan lainnya menjadi kewalahan dan sibuk namun tetap menikmati pekerjaan mereka.“Kau membuatku khawatir, kau tahu!” seru Ayu berlebihan membuat Rhea tertawa pelan. “Kami bahka
Duduk di sofa dengan membiarkan jendela dibiarkan dibuka, Rhea tidak bereaksi saat Maven menyelimuti pundaknya. Suaminya lalu meletakkan botol minum mineral yang sudah dibuka segel botolnya di depannya sebelum duduk di seberangnya.“Bagaimana kabarmu?”“Sudah lebih baik,” jawabnya pelan setelah menoleh. “Aku bisa pulang besok kata dokter.”“Mereka sudah mengabariku tadi pagi bahwa kamu ingin cepat pulang.”Tentu. Tiga dokter yang mengawasinya tidak mungkin tidak memberitahukan detail kondisi terbarunya pada Maven.“Untuk apa aku dikurung di sini lebih lama jika aku sudah baik?”“Kamu tidak tahu mengenai kondisimu—”“Aku lebih tahu mengenai kondisi tubuhku.”“Ya sampai pingsan. Tentu.”Rhea tidak bisa membalas, namun ekspresinya jelas menunjukkan ketidakpuasan.“… Dengar, aku hanya ingin yang terbaik untukmu dan berharap kamu menerima perawatan dan diawasi di sini untuk beberapa hari ke depan lagi. Hanya untuk berjaga-jaga.”Nada bicara Maven terdengar lebih lembut dan pelan, tidak ingi
Rhea tidak memikirkannya dua kali. Dia sudah mengambil keputusan bulat dari awal. Begitu dia hamil, dia akan merawatnya dengan baik lalu menyerahkannya pada Maven setelah lahir. Toh, sudah tidak ada harapan mengenai sebuah keluarga baginya berkat Enzo.“Setelah dia lahir?”Lalu kenapa dia tidak bisa menjawab hal yang sama seperti saat kesepakatan itu dibuat? Apa karena wajah penuh harap dan ketakutan dari Maven yang kali pertama ia lihat? Atau ….“… bisa mengkhawatirkan, terutama selama kehamilan. Tetapi saya ingin meyakinkan Anda bahwa bayi Anda baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda bahaya—” Dokter yang menangani Rhea terdiam seketika begitu mengamatinya yang termenung memandang ke luar jendela.“Bu Rhea, apa Anda mendengarkan?”Rhea mengerjap pelan sebelum mengangguk kecil. Mereka sudah mengatakan hal yang sama sejak dua hari lalu. Dan dia sudah berada di rumah sakit selama tiga hari.“Selamat, Bu Rhea, Anda hamil. Ini sudah memasuki minggu ke-7,” ujar dokter setelah melakukan tes b
Sekarang, setelah Maven menjelaskannya, dia jadi mengingat pertemuan mereka walau masih samar. Itu sangat mengejutkannya hingga rasanya mustahil. Dia masih tidak percaya jika dia memiliki cinta monyet saat masih kecil, bahkan mengajaknya berpacaran. Yang lebih mengejutkan lagi adalah pria itu ternyata suaminya.Artinya, dia dapat menyimpulkan kesepakatan di antara mereka itu sebenarnya akses untuk kembali padanya.“Jadi, bagaimana kita akan membuat skenario hubungan ini?”“Ada ide?”“Uh … mantan yang kembali?”Pantas saja saat dia memberi saran bagaimana hubungan palsu ini dimulai, Maven meatapnya dengan pandangan yang berbeda.“Aku anggap kamu sudah mengingatnya,” gumam Maven yang memperhatikan raut wajahnya sejak tadi.“Ta-Tapi, apa harus membantuku mengingatnya dengan posisi ini?”Alih-alih ke rumah sakit atau pulang ke rumah, Maven membawanya ke hotel. Memesan suite mewah dengan pemandangan khas ibu kota, juga makan malam dengan lilin. Situasi ini lebih intim hanya untuk mengingat
Ketika Rhea berkata dia belajar bahasa baru dari ibunya, itu bukanlah kebohongan. Sejak dini, orang tuanya selalu mengajaknya ke acara pribadi kalangan atas, jika acara itu semua orang membawa anak mereka.“Kalian sudah dengar soal kebijakan pajak baru yang pemerintah keluarkan? Mereka mulai mengenakan pajak lebih tinggi untuk perusahaan besar, terutama di sektor teknologi dan energi.”“Kita harus mulai berpikir jangka panjang. Tapi, Pak Okta, saya lebih tertarik dengan apa yang pemerintah lakukan terkait kebijakan perdagangan.”“Saya baru-baru ini terlibat dalam sebuah inisiatif untuk membantu masyarakat di daerah terpencil …. Oh ya, bagaimana kabar usahamu, Pak Hans?”“Yah, tidak banyak hal. Terima kasih untuk Pak Joko yang membantu saya.”“Ahahah aku yang seharusnya berterima kasih! Kau banyak membantuku selama dua tahun terakhir ini!”Para pria dewasa mendiskusikan banyak hal yang tidak dipahaminya. Tiap kali Rhea mendengar obrolan mereka, dia masih belum terbiasa. Hans yang memeg
Mau update kemarin tapi wi-fi lelet banget. Gagal terus buka wattpad di laptop. Selamat baca loves!________________________________“Apa kalian sadar? Sepertinya kita jarang sekali mengobrol. Bukan hanya dengan kalian sebetulnya, aku juga tidak dekat dengan pria lain di Putik. Aku penasaran kenapa tidak ada yang mengajakku mengobrol atau diam-diam mengeluhkan atasan kita di belakang.”Sambil berjalan bersama, para pria ini diam saja membuatnya tidak sabar. Dia butuh obrolan agar mengalihkan kekesalannya. Dia perlu menjaga kewarasannya.“Uh, apa kau ingin mendengarnya?”Cukup jawab saja! “Aku bersikap menyebalkan untuk menjadi teman kalian, ya?”“Tidak sama sekali. Hanya saja ….” Mereka saling pandang.“Kami terlalu malu,” celetuk salah satunya tertawa.“Kau terlalu tinggi untuk tipe kami. Apalagi saat itu kau berpacaran dengan pria berkelas sepertimu. Harapan para pria di Putik segera pupus saat itu.”Rhea berhenti melangkah seketika. Bukan jawaban seperti itu yang ia harapkan. Dia
Wanita asing ini mulai berbalik dan ikut menatap Rhea. Sepertinya, wanita ini pun tampak bingung seolah bertanya-tanya, ‘Who on earth is she?’.Rhea mencoba untuk berusaha tetap tenang. “Aku pun tidak tahu kamu di sini.”Dia kemudian menatap wanita di sebelah Maven terang-terangan sambil tersenyum. Dan Maven menyadarinya.“Ini teman lamaku, Alicia. Dan Lili, ini istriku, Rhea.”Alicia membawa rambut panjang hitamnya ke belakang telinga sebelum mengulurkan tangan. “Halo, Rhea.”Teman lama ditambah panggilan seperti itu, Rhea menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan perlahan dan diam-diam. Dia kemudian menjabat tangan indah itu dan membalas singkat sapaannya, “Hai.”Tanpa sadar pandangannya melirik tangan Alicia lain yang tidak menggunakan perhiasan apa pun di jari-jarinya. Rhea mengatur napasnya teratur dan lambat. Dia perlu tetap tenang dan berperilaku. Dinginkan kepala dan tenangkan pikiran. Apa yang perlu ia lakukan untuk mengalihkan pikirannya, ya?Haa, tangannya yang mengepa
“… Ini sudah larut dan aku tidak punya energi untuk bergagumen hal kecil seperti ini.”Ucapan Enzo pada malam itu membuat Andini mendiamkannya. Tentu dia lebih marah karena tidak menyangka suaminya menganggap kecemasannya sebagai ‘hal kecil’. Suaminya itu bahkan tidak tahu betapa terluka perasaannya.Di saat bersiap ke kantor, Enzo berkata, “Aku sepertinya akan pulang malam lagi hari i—”“Lakukan saja apa yang kamu mau,” potong Andini yang segera mengambil tasnya. Dia selalu pulang sangat malam, jadi untuk apa mengatakan ‘hal kecil’ itu?Gerakannya yang memasang dasi terhenti seketika. Enzo kemudian melihat kepergian Andini. Tepat hari itu suaminya menyadari perang dingin yang dibuatnya. Terima kasih untuk kesibukan Enzo beberapa minggu berikutnya, perang dingin itu semakin menyesakkan dada.Suasana hatinya menjadi buruk dari hari ke hari. Bahkan di tempat kerjanya. Andini beberapa kali nyaris kehilangan kendali dirinya. Dia akui, hal kekanakkan yang ia lakukan ini pun menyakiti dirin