“Jadi, kau punya pacar dan dia hamil? Kenapa aku tidak tahu? Segeralah menikah.”
“Aku bilang anak, bukan pacar.” Tony menatapnya dalam diam dan seperti biasa Maven tidak terusik sama sekali. Dia dengan santai mengelap mulut lalu berdiri. “Hati-hati di jalan nanti, Kek. Kabari aku jika sudah pulang.” Maven berbalik dan mendekati pintu ruang privasi tersebut. Ketika dia memegang gagang pintu, suara kakeknya terdengar. “Jauhi skandal jika ingin mempertahankan posisimu di perusahaan.” Maven melirik ke samping. “Hanya itu yang bisa aku sampaikan sebagai kakekmu, bukan sebagai Komisaris.” Dan Maven pun keluar. Berjalan keluar dari restoran, Albar sudah berada di belakangnya dalam diam. Dia kemudian memberi perintah, “Cari beberapa wanita yang unggul yang belum menikah. Mau itu yang masih lajang atau bertunangan.” “Baik,” Albar menjawab tanpa menyela. Lalu tepatnya di malam itu, 5 hari kemudian Maven pergi ke unit Albar untuk melihat para kandidat. Dan begitu selesai, dia melihat sosok Rhea di luar apartemen sedang menengadah menatap langit. Kembali ke masa sekarang, Maven menjawab, “Kamu cerdas. Dari keluarga terpandang. Kesehatanmu sangat baik. Cocok untuk melahirkan seorang penerus. Dan yang lebih penting kamu mencoba tampak tegar ketika kamu sedang rapuh. Intinya, kamu menarik.” Sebenarnya itu terdengar menyedihkan untuk Rhea seolah wanita ada hanya untuk menjadi mesin pembuat bibit unggul. Namun orang yang sedang dia bicarakan di sini adalah seorang Maven Williams yang katanya bisa menjatuhkan musuh Rhea. Dari awal pria ini sudah mengatakan maksud tujuannya membuat usulan ini. “Anda sudah mencari tahu tentang saya.” “Hmm.” Maven tidak mengelak. “Pasti bukan hanya saya, kan?” “Memang. Ada beberapa kandidat selain dirimu. Namun aku bertemu denganmu lebih dulu dibandingkan mereka.” “Jadi maksud Anda, tadi malam Anda langsung menguji saya? Semacam wawancara?” “Semacam itu.” “Anda mengambil kesempatan itu dengan cepat,” Rhea bergumam. “Aku akan membalas pertanyaanmu.” Marven duduk di seberang Rhea setelah meletakkan botol mineral di atas meja. “Apa kamu tidak menyesal? Kamu akan melahirkan bayi untukku dan mungkin saja aku tidak akan membiarkanmu mendekati putraku.” Rhea mengerutkan dahi. “Kita bahkan belum melakukannya bagaimana bisa Anda percaya diri jika saya akan melahirkan seorang putra?” “Baiklah. Putri juga tidak masalah. Jadi?” Rhea menunduk mengambil kertas di depannya. Dia menunduk seraya berkata pelan, “Setidaknya biarkan saya melihatnya sesekali.” “… Oke.” Maven mengambil botol dan membuka tutupnya sebelum meletakkannya di depan Rhea. “Aku juga mencari tahu tentang perusahaan finansial ayahmu. Jika aku prediksi dengan benar, pamanmu akan mengambil alih dan membuang kalian berdua. Jadi aku akan mengakuisisi perusahaan itu menjadi anak perusahaan kami. Tenang saja, aku tidak akan mengambil penghasilan sekecil apa pun. Aku akan menyerahkan seluruh penghasilanku dari perusahaan itu untukmu. Anggap saja sebagai jasamu membantuku. Jadi kamu bisa fokus pada pekerjaanmu di Putik Art Centre. Aku akan mencari orang yang dapat kamu percayai dan bertanggung jawab untuk memimpinnya.” Maven mengetahui jika Rhea adalah seorang Kurator di Putik Art Centre tidak lagi mengejutkannya. Ditambah lagi tentang pamannya, Rhea hanya bisa setuju dengan usulan itu. Dia mau tidak mau memikirkan ke depan. Dia tidak ingin kerja keras keluarganya diambil alih pamannya yang tidak senang dengannya dan ibunya. Sedangkan dia sendiri tidak yakin bisa mengurus sebuah perusahaan finansial. Dia harus membuat ibunya hidup damai tanpa beban. Ketika Rhea membaca poin kedua, dia kembali mengerutkan dahi. “Akan ada pertemuan 3 kali seminggu di sini, apa maksud—” Rhea mendongak cepat. “Anda ingin saya melahirkan tanpa menikah?!” “Kamu ingin menikah?” “Tentu saja! Maksud saya, Saya tidak akan melakukan seks sebelum menikah.” Maven menatapnya dengan tatapan tertarik. “Harta karun keluarga.” Rhea membasahi bibirnya. “Saya memang wanita konservatif walaupun orang tua saya tidak mengekang saya. Dan itu adalah kebanggaan saya sebagai seorang wanita. Dengar, kita hanya menikah diam-diam hingga anak itu lahir. Saya akan tinggal di rumah saya sendiri dan bertemu di sini sesuai dengan perjanjian ini. Jadi, Anda tidak akan dirugikan di sini. Jika Anda masih mempertahankan poin Anda sebelumnya, saya tidak akan setuju.” Maven kembali terdiam lagi, berpikir baik dan buruk untuk kedepannya lalu mengangguk singkat. “Baiklah. Bukankah ini namanya tawar menawar? Aku akan setuju. Tapi kita harus tinggal bersama.” Kakek tua itu akan curiga jika dia pisah rumah dengan istrinya. “Baiklah. Lalu saya ingin pernikahan yang sederhana. Hanya keluarga kita saja yang hadir.” Maven meliriknya. “Aku … terkejut.” Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan pikir Rhea yang menatapnya datar. “Boleh tahu kenapa? Apa kamu tidak memiliki pernikahan impian?” “Percuma saja membesar-besarkan acara jika hasil akhirnya kita akan bercerai,” Rhea berkata pelan kembali membaca kontrak mereka. “Oke …. Kita akan menikah sampai kamu melahirkan anakku. Lalu pembagian harta—” “Penghasilan dari perusahaan finansial sudah cukup untuk saya. Anda hanya perlu menepati janji Anda untuk membiarkan saya melihat anak saya walaupun Anda menikah lagi nanti.” Rhea tampak berpikir sebentar. “Dan, jika bisa saya ingin mempelajari tentang usaha kami. Saya tidak bisa menyusahkan Anda terus bahkan setelah kontrak kita berakhir.” Apa wanita ini ingin merelakan pekerjaan yang ia sukai begitu saja? “Tidak perlu sungkan. Menambah satu bisnis tidak membuatku susah. Jadi, lanjutkan saja pekerjaanmu yang sekarang.” Rhea menatapnya dalam diam. Bisakah dia mempercayai pria ini? “Melanjuti pembicaraan sebelumnya, kita harus menikah secepatnya. Apa itu tidak masalah untukmu?” “Memangnya kapan?” “Tiga hari lagi,” Maven berkata tanpa berpikir. “Hari ini aku akan membicarakan tentang ini dengan ibumu lalu aku akan membawamu menemui kakekku.” Rhea memejamkan mata dan menghirup napas dalam-dalam. Mungkin itu terlalu cepat dan bisa saja Ivanka tidak akan percaya dengan pilihannya. Tapi memikirkan bahwa perusahaan ayahnya harus diselamatkan terlebih dahulu, dirinya pun mengangguk. “Baiklah.” “Lalu bisakah kamu lebih santai ketika berbicara? Formalitas itu tampak kaku. Kakekku akan berpikir aku memaksamu menikahiku.” “Pftt.” Untuk pertama kalinya di keadaan duka ini Rhea tertawa. Menutup mulut, dia dengan cepat meminta maaf. “Oke. Aku akan berusaha.” Rhea mennggeser kertas kontrak itu lalu mengulurkan tangan. “Aku percaya padamu, jadi kupikir kita tidak membutuhkan hitam di atas putih.” “Kau benar,” gumam Maven menatap tangan pucat dan halus itu. Dia pun menjabat tangannya. “Mohon kerja samanya.” Rhea tersenyum. “Sangat mudah membuat proposal dengan orang rapuh, iya, kan?” Lagi-lagi, Maven tidak menampik. Jabatan mereka terlepas dan dia membuang kontrak tersebut untuk dihancurkan. Sedangkan Rhea kembali duduk dan matanya tak sengaja menangkap tulisan di pen. Ketika dia berhenti, dia mengambil pen itu. “TW Group ...,” Rhea membacanya lambat. Dan detik berikutnya matanya terbelalak kaget dan berseru, “Kamu dari TW Group, perusahaan multinasional teknologi itu?!” “Ya.” Maven mengambil kartu nama dari jas lalu menyerahkannya pada Rhea. Tanpa mengalihkan tatapannya pada nama perusahaan teknologi terbesar di Indonesia serta jabatan Maven sebagai CEO, Rhea tidak bisa menutup mulutnya. Pantas saja pria ini mengatakan dengan ringan bahwa dia dapat menjatuhkan mantan kekasih dan sahabatnya. Ia dengan perlahan menyeringai. Sepertinya dewi keberuntungan memang ingin Rhea menerima proposal Maven. "Celadon E-Commerce bukankah anak perusahaan TW Group?" “Benar. Kamu menginginkan Celadon sebagai bayaran perceraian?” Tentu saja bukan itu yang Rhea inginkan. Seringaiannya semakin lebar. “What a coincidence .... Bajingan itu bekerja di sana sebagai CEO Celadon.”“Jadi, bagaimana kita akan membuat skenario hubungan ini?” tanya Rhea ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah Rhea.“Ada ide?”Rhea mengedikkan bahu. “Uh … mantan yang kembali?”Maven menatapnya tertarik membuat Rhea gugup.“Tidak ada yang akan percaya jika dua orang asing bertemu untuk kali pertama tiba-tiba ingin menikah. Aku dan dia sudah bersama selama enam tahun. Jika ada yang bertanya, jangan menyebutkan enam tahun terakhir ini.”“Itu bagus. Kita bisa katakan berpacaran saat masih sekolah,” respons Maven tersenyum samar.“Jadi, seperti itu yang akan kita katakan, oke?”Maven mengangguk ringan. “Setuju.”Seharusnya seperti itu.Tetapi, begitu mereka tiba di kediaman Rhea, Maven langsung menyatakan masuk kedatangannya, “Bu Ivanka, kami akan menikah.”Syok, bingung, dan terkejut, Ivanka benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun.Maven mendeklarasikan sebuah pernikahan dengan santai dan tenang di hadapannya. Apa perlu Ivanka ingatkan dia baru saja bertemu dengannya? Belum lagi En
“Aku akan menikah.”Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan maksud tujuannya membuat Tony menatapnya dingin. Dan hujan lebat seketika mengguyur sore ini. Pria tua itu bahkan mengorek kupingnya khawatir dia salah dengar sebelum kembali melihat ketenangan sikap cucunya. Dia kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja.Maven menghela napas sebelum menambahkan, “Jadi, aku mohon untuk menemaniku mengunjungi keluarga calon istriku.”Langkah kaki Tony berhenti tepat di depan pintu. Dia yang hendak memegang gagang pintu menoleh. “Memangnya kapan kalian akan menikah?”“Tiga hari lagi.”Tony memejamkan mata, membuang napas, lalu berbalik. Kesal, langkahnya yang mendekati Maven cukup cepat. Sebelum cucunya sempat bereaksi, dia sudah memukul bahunya dengan tongkat hingga Maven terkejut. “Dasar keparat, kau tidak bisa menikah cepat hanya karena aku menyuruhmu. Perempuan mana yang kau bayar, hah?”Maven mengusap bahunya. “Kami pernah berpacaran ketika masih muda
Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan akan menikah membuat Tony menatapnya dingin.Rhea pernah bertemu Tony Williams di acara amal tahunan di salah satu hotel ternama di ibu kota. Saat itu dia menemani orang tuanya dan menyapa Tony. Itu sudah lama dan Rhea tahu Tony tidak mungkin mengingatnya karena tak sedikit yang ingin menyapa seorang Tony Williams.Seperti kebanyakan para pebisnis, pria tua ini sangat berwibawa dan mengesankan. Namun ada satu hal yang membuatnya sedikit berbeda dengan pebisnis lain yang pernah Rhea temui. Pria tua ini memiliki aura tegas dan dominan yang jauh di atas yang lain. Dia membawa pengaruh yang besar pada sekelilingnya. Dia memiliki tatapan yang tajam walaupun sedang tersenyum atau tertawa. Seolah dia bisa menilai orang hanya dari wajah mereka saja. Yah mungkin karena dia sudah puluhan tahun berkecimpung dalam bisnis tersebut dan juga pengalaman hidupnya sudah banyak.Satu hal yang Rhea pelajari tentang Tony pada malam itu. Jan
“Anda sekarang dapat mencium pengantin wanita.” Rhea melirik ke atas tanpa mendongakkan kepalanya. Tanpa orang lain tahu, dia menggenggam tangannya dengan kuat. Ya, dia gugup. Rhea lupa tentang sesi ini. Dan mereka belum berlatih sebelumnya agar terlihat natural. Dia takut seseorang akan melihat kebohongan mereka. Di balik wajah tenang Rhea, Maven bisa melihat kegugupan yang terbaca di manik mata wanita itu. Dia menangkup wajah Rhea dan bertanya sangat pelan yang hanya bisa didengar mereka berdua saja, “Kamu juga belum pernah berciuman?” Dengan kerutan tidak senang di antara alisnya yang rapi, Rhea menjawab, “Tentu saja sudah.” Maven tersenyum tipis lalu berkata, “Kalau begitu izinkan aku.” Maven menundukkan kepalanya dan mendekati bibir Rhea. Dia mencoba yang terbaik yang dia bisa untuk tetap bergerak lembut agar Rhea bisa menikmati ciuman mereka. Dan nyatanya selang beberapa saat, dia bisa merasakan Rhea kembali santai. Itu ciuman yang menyenangkan. Lembut, tidak terburu-buru
Dan sekarang, tibalah sesi yang menggelisahkan. Tiga hari lalu, Rhea dengan mudahnya setuju dengan proposal ini. Akan tetapi mendekati waktu malam pertama mereka, dia menjadi sangat sangat gugup. Lebih gugup dibandingkan ketika mereka berciuman.Rhea mendesah setelah mematikan alat pengering rambut. Dia menghirup napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Begitu dia menggeser pintu kamar mandi, ia melihat Maven sudah di atas tempat tidur dengan iPad di tangannya. Pria yang hanya mengenakan jubah mandi sama sepertinya itu mendongak dan menatapnya.Indra penciuman Rhea menangkap aroma sensual dari pengharum ruangan. Lalu ada banyak kelopak bunga berhamburan tidak beraturan di bawah ranjang besar. Jika Rhea masih ingat, mereka semua berada di atas tempat tidur membentuk hati dengan rapi.“Itu mengganggu,” Maven bersuara seolah bisa mengetahui dengan jelas apa yang Rhea pikirkan.“Oh ….”Suaminya meletakkan iPad di nakas samping tempat tidur lalu beranjak dari tempat malasnya, melangkah mende
Well, mereka berada di satu tempat kerja. Jika Rhea seorang kurator, Andini adalah edukator. Juga tidak mungkin mereka tidak akan bertemu. Hanya saja, dia masih tidak ingin bertemu dengannya di hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti empat hari.“Ayu bilang kamu sudah masuk hari ini jadi aku mencarimu ke mana-mana sejak tadi.”Suara sepatu hak tinggi terdengar semakin dekat dan berhenti di sebelah Rhea. Dia melirik ke samping dan melihat Andini yang tersenyum manis dengan posisi menghadapnya.“Aku turut berduka atas kepergian ayahmu. Aku sudah menganggap Om Hans seperti ayahku sendiri. Kamu tahu, tiap kali aku ke rumah kalian dia selalu memanjakanku. Kamu pasti sedih sampai-sampai mengambil cuti cukup lama. Aku pun merasakan apa yang kamu rasakan, Rhe. Aku sangat sedih.”Apakah itu ekspresi orang yang berempati? Dia berbicara sambil tersenyum secantik yang ia bisa. Dan juga nada suaranya, kenapa harus setinggi itu? Rhea menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.Ketika melihat bebera
“Merebut kekasih sahabat sendiri lalu beralasan itu takdir benar-benar menjijikkan.”“Bukankah dia tidak tahu malu?”“Tidak bisa dipercaya.”“Ya, berikan saja sampah seperti itu padanya, Rhe.”Yang awalnya hanya berbisik pelan mulai terdengar jelas hingga ke indra pendengaran Andini dan Rhea.Perkataan Rhea ditambah rekan-rekannya sudah tidak bisa membuat Andini mempertahankan sikap tenangnya. Dia menarik tangannya kasar hingga mundur sedikit ke belakang. Menatap Rhea dengan marah sejenak, dia pun pergi dengan langkah cepat diiringi seruan cemooh.Dan Rhea hanya mengawasi kepergiannya. Apakah dia puas? Tidak, belum saatnya dia puas. Hanya karena wanita itu dipermalukan sekali tidaklah bisa mengobati luka di hatinya.Setelah itu, beberapa teman kerjanya mengerumuninya hingga membuatnya sesak. Dan bertanya dengan wajah prihatin, “Kamu baik-baik saja, Rhea?”“Kamu pasti patah hati dan kecewa.”“Aku tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar sekarang,” Rhea menjawab berusaha untuk menenangkan
“Mamaku yakin, jika dia masih hidup, pria hidung belang itu pasti akan menikah lagi.”Gurauan itu membuat Rhea batuk-batuk sedangkan Naomi terkekeh.Well, life must go on. Rhea bisa melihat sikap santai Naomi ketika membicarakan mendiang ayah kandungnya.“Hubungan kami … cukup mendadak. Jadi, tidak banyak hal yang Maven bicarakan. Jujur saja dia hanya membicarakan Henry dan itu seperti bukan pembicaraan kurasa,” Rhea berbicara sepelan mungkin.“Yah, kami tidak cukup dekat sampai harus menjadi bahan pembicaraan. Hanya karena aku memiliki hubungan darah dengan Halim bukan berarti aku dan Maven dekat. Aku masih kecil ketika keluar dari kediaman Williams. Jika tidak ditambah sapaan singkat kami kemarin, terakhir kali kami berkomunikasi sekitar dua bulan yang lalu di acara kakek. Dia tidak menyukai mendiang papa, dan kupikir kami juga. Mamaku menikahi papanya, dia pasti tidak senang.”Entah kenapa Rhea bisa merasakan jejak kesedihan di nada bicara santai Naomi.“Setelah bercerai, aku dan ma