Seperti di rumah Rhea sebelumnya, Maven tanpa basa-basi mengatakan akan menikah membuat Tony menatapnya dingin.
Rhea pernah bertemu Tony Williams di acara amal tahunan di salah satu hotel ternama di ibu kota. Saat itu dia menemani orang tuanya dan menyapa Tony. Itu sudah lama dan Rhea tahu Tony tidak mungkin mengingatnya karena tak sedikit yang ingin menyapa seorang Tony Williams.Seperti kebanyakan para pebisnis, pria tua ini sangat berwibawa dan mengesankan. Namun ada satu hal yang membuatnya sedikit berbeda dengan pebisnis lain yang pernah Rhea temui. Pria tua ini memiliki aura tegas dan dominan yang jauh di atas yang lain. Dia membawa pengaruh yang besar pada sekelilingnya. Dia memiliki tatapan yang tajam walaupun sedang tersenyum atau tertawa. Seolah dia bisa menilai orang hanya dari wajah mereka saja. Yah mungkin karena dia sudah puluhan tahun berkecimpung dalam bisnis tersebut dan juga pengalaman hidupnya sudah banyak.Satu hal yang Rhea pelajari tentang Tony pada malam itu. Jangan pernah main-main dengan pria ini. Karena Rhea sungguh takut dengannya. Menurut Rhea, Tony lebih menyeramkan dibandingkan ayahnya.Lalu sekarang Maven menyuruhnya berbohong pada kakeknya? Walaupun sedang duduk, Rhea bisa merasakan kakinya gemetar. Maven mengulangi kesalahannya seperti di awal. Seharusnya dia merangkai hal indah tentang hubungan mereka dulu sebelum mengatakan akan menikah.Lihatlah, bukan hanya Tony yang kaget. Wanita paruh baya yang duduk bersama mereka pun ikut terkejut.Dan seperti yang Rhea jelaskan sebelumnya, sekarang pria tua itu sedang menatap Rhea seperti sedang mempelajari seperti apa sosok Rhea. Secara naluriah Rhea memundurkan tubuhnya ke belakang sofa. Dia berharap bisa mengecilkan tubuhnya.“Kami pernah berpacaran ketika masih muda. Ketika aku melanjutkan pendidikan di luar negeri, kami pun putus kontak. Begitu kembali, aku mendengar dia sudah memiliki kekasih. Lalu, hubungan mereka akhirnya berakhir. Aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan itu.” Menggenggam tangan Rhea dan menatapnya, Maven melanjutkan ucapannya, “Maka aku memutuskan untuk memilikinya kembali.”Kalimat dominan terakhir itu membuat Rhea dengan cepat membalas tatapan Maven. Bagaimana manik mata pria itu yang tidak goyah dan genggamannya yang mantap bisa membuat Rhea rileks di depan kakeknya. Ketika pria itu memberikan senyuman tipis di sudut bibirnya, Rhea pun ikut tersenyum. Di paling sudut hati kecilnya ada percikan kembang api. Dia menyadari dia mulai terenyuh. Mungkin karena tidak pernah ada satu pun pria yang mengatakan itu padanya, termasuk mantan berengseknya.“Berita ini cukup mengejutkan.” Gemma tiba-tiba tertawa pelan membuat Maven dan Rhea sontak saja memutuskan tatapan intens mereka. “Maven tidak pernah membawa satu wanita pun kemari dan tiba-tiba mengatakan akan menikah. Ayah, Anda tidak mungkin berpikir jika ini sungguh-sungguh, ‘kan? Aku sudah dengar desas-desus para direksi. Mungkin ini akal-akalan Maven untuk membungkam keinginan mereka itu.”“Jika ini hanya kebohongan yang dibuat Maven, saya akan meninggalkannya.”Entah keberanian dari mana Rhea berkata seperti itu, yang jelas tanpa dia sadari dia sudah membuat semua orang di sana terdiam dan hanya menatapnya.Menutupi kecanggungannya dan kebodohannya, Rhea membersihkan tenggorokannya. “Maaf, saya hanya terbawa suasana.”Rhea kembali memikirkan ucapannya. Well, dia tidak sepenuhnya berbohong. Ketika mereka bercerai nanti, Rhea hanya perlu bilang bahwa ini semua ternyata sketsa yang sudah dibuat Maven dan dia hanya korban yang baru menyadarinya. Jika Gemma tertawa atau merasa kasihan padanya, itu urusan belakangan.Tony berdeham menarik perhatian mereka semua. “Yah, jika itu keputusan kalian.”Gemma menatapnya cepat. Wajahnya tampak tidak setuju. “Ayah.”Tidak mempedulikan Gemma, Tony bertanya, “Berapa bulan lagi tepatnya kalian akan menikah? Kau sudah mengosongkan jadwalmu?”“Tiga hari lagi,” jawab Maven membuat Tony yang ingin mengambil cangkir kopinya tergagap.“A-apa?”“Kekasihku ingin pernikahan sederhana yang dihadiri keluarga inti saja. Dan setelah menikah, dia tidak ingin mempublikasikan berita bahagia ini secara besar-besaran.” Maven kemudian melirik Gemma. “Itu cukup untuk menghilangkan kecurigaanmu, kan?”Mengalihkan tatapannya, Gemma hanya membersihkan tenggorokannya karena malu.***“Berpacaran ketika muda? Serius?” Tony mendengus ketika hanya mereka berdua di halaman rumah. “Berapa umurnya?”“29.”“29? Jadi kau memacari anak berusia 5 tahun saat itu, begitu? Hei, Anak Nakal, jika ingin mengarang cerita buatlah yang lebih realistis! Kau mulai sekolah di Amerika di umur 12. Menurutmu pria yang akan mati sebentar lagi ini akan percaya hal itu? Bahkan jika aku sudah tidak mampu bergerak dan tidak mampu mengingat nama anak cucuku, aku tetap tidak akan percaya karangan seperti itu.”Maven menatap ke pintu di mana Rhea baru saja keluar. “Bukankah kau yang menyuruhku menikah segera dan menjauhi skandal?”Melihat betapa lancarnya Maven membalas perkataannya membuat dia menatap cucunya tajam.“Maaf, bisa-bisanya aku melupakan ponselku.” Rhea berujar setelah berhenti di depan mereka dan raut wajah Tony kembali santai.Tepat saat itu juga, seseorang keluar dari sebuah mobil mewah dan menghampiri mereka dengan tatapan bertanya ketika melihat Rhea.Henry, pria itu segera kemari meninggalkan pekerjaannya begitu ibunya menghubunginya. Wanita itu berkata ada kabar mengemparkan di dalam rumah namun tidak mengatakan apa itu membuat dia penasaran.“Kakek,” sapa Henry tanpa mengalihkan tatapannya pada Rhea dari ujung kaki hingga puncak kepala.“Aku tidak tahu jika kau akan kemari.”“Aku ingin mengunjungi Kakek dan Mama sebentar sebelum pulang.”Tony mengangguk singkat. “Henry, perkenalkan ini kekasih Maven. Namanya Rhea. Dan Rhea, dia adalah adik tiri Maven, Henry.”“Hai. Henry.” Henry mengulurkan tangannya.Rhea yang terbiasa ditatap secara terang-terangan seperti itu tidak merasa risih dan hanya pura-pura tidak menyadarinya. Dia hendak membalas jabatan Henry tepat ketika Maven melingkarkan tangannya di pinggang lembut Rhea dan menariknya mendekat dengannya.“Rhea sangat lelah setelah seharian ini jadi aku akan mengantarnya pulang sekarang.”Tersenyum, Tony mengangguk. Dia melangkah mendekat dan memeluk Rhea yang tubuhnya menjadi kaku. “Aku berdoa yang terbaik untukmu.”Rhea bisa mendengar nada sedih yang samar namun dia tidak memusingkan hal itu.Melepaskan Rhea, dia menambahkan ucapannya, “Hati-hati di jalan. Jika kamu memerlukan sesuatu, hubungi aku.”Tersenyum canggung, Rhea mengangguk patuh. “Terima kasih ….”“Kamu bisa memanggilku Kakek juga”Lagi, Rhea mengangguk. “Baik. Sampai jumpa, Kek.”“Hm.”Henry yang merasa diabaikan mengambil kembali tangannya seraya menatap telapak tangannya dengan kasihan. Membiarkan kakeknya menatap kepergian mobil Maven, Henry berjalan menuju ibunya yang berdiri bersedekap di depan pintu.“Sejak kapan dia punya kekasih? Aku pikir dia memiliki masalah dengan orientasi seksualnya. Aku bahkan membuat gosip di kantor jika dia dan Albar menjalin hubungan romantis. Ngomong-ngomong, bagaimana dia bisa mendapatkan wanita secantik itu?”“Mereka akan menikah beberapa hari lagi.”“Apa?!” Sontak saja Henry menatap Gemma cepat. “Sangat mendadak? Apa wanita itu sudah hamil? Atau ini karena kakek sudah mengatakan keinginan direksi padanya?” “Entahlah. Ingin menebaknya?”Umpan dari Gemma membuat Henry termenung mengingat kembali wajah cantik wanita tadi. Ketika wanita itu tersenyum sopan dan ingin mengulurkan tangannya, sungguh membuat Henry terpesona.Jadi, apakah dia ingin bermain tebak-tebakan? Tersenyum misterius, Henry tidak mau membuang waktu dengan itu. Daripada bermain tebak-tebakan, lebih baik memainkan permainan kesukaannya.“Siapa tadi namanya?”“Rhea Pramidita. Ayahnya menjalankan perusahaan finansial dan beberapa hari lalu meninggal.” Gemma melirik anaknya. “Ada apa? Kamu juga ingin memikatnya?”Henry terkekeh, kagum betapa mudahnya ibunya tahu kebiasaannya.Kembali menatap Tony yang mulai berjalan menuju rumah, Gemma berkata pelan, “Untuk kali ini, jangan sampai mereka berdua sampai tahu.”Dia kemudian masuk lebih dahulu meninggalkan anaknya yang tidak berhenti memikirkan Rhea.Halo, Loves! Sekedar info untuk kalian yang belum tahu. MPMP update setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Jika kalian suka cerita ini, jangan lupa masukkan ke pustaka kalian. Follow ig-ku untuk info cerita lainnya: ririlidya7 Selamat membaca^^
“Anda sekarang dapat mencium pengantin wanita.” Rhea melirik ke atas tanpa mendongakkan kepalanya. Tanpa orang lain tahu, dia menggenggam tangannya dengan kuat. Ya, dia gugup. Rhea lupa tentang sesi ini. Dan mereka belum berlatih sebelumnya agar terlihat natural. Dia takut seseorang akan melihat kebohongan mereka. Di balik wajah tenang Rhea, Maven bisa melihat kegugupan yang terbaca di manik mata wanita itu. Dia menangkup wajah Rhea dan bertanya sangat pelan yang hanya bisa didengar mereka berdua saja, “Kamu juga belum pernah berciuman?” Dengan kerutan tidak senang di antara alisnya yang rapi, Rhea menjawab, “Tentu saja sudah.” Maven tersenyum tipis lalu berkata, “Kalau begitu izinkan aku.” Maven menundukkan kepalanya dan mendekati bibir Rhea. Dia mencoba yang terbaik yang dia bisa untuk tetap bergerak lembut agar Rhea bisa menikmati ciuman mereka. Dan nyatanya selang beberapa saat, dia bisa merasakan Rhea kembali santai. Itu ciuman yang menyenangkan. Lembut, tidak terburu-buru
Dan sekarang, tibalah sesi yang menggelisahkan. Tiga hari lalu, Rhea dengan mudahnya setuju dengan proposal ini. Akan tetapi mendekati waktu malam pertama mereka, dia menjadi sangat sangat gugup. Lebih gugup dibandingkan ketika mereka berciuman.Rhea mendesah setelah mematikan alat pengering rambut. Dia menghirup napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Begitu dia menggeser pintu kamar mandi, ia melihat Maven sudah di atas tempat tidur dengan iPad di tangannya. Pria yang hanya mengenakan jubah mandi sama sepertinya itu mendongak dan menatapnya.Indra penciuman Rhea menangkap aroma sensual dari pengharum ruangan. Lalu ada banyak kelopak bunga berhamburan tidak beraturan di bawah ranjang besar. Jika Rhea masih ingat, mereka semua berada di atas tempat tidur membentuk hati dengan rapi.“Itu mengganggu,” Maven bersuara seolah bisa mengetahui dengan jelas apa yang Rhea pikirkan.“Oh ….”Suaminya meletakkan iPad di nakas samping tempat tidur lalu beranjak dari tempat malasnya, melangkah mende
Well, mereka berada di satu tempat kerja. Jika Rhea seorang kurator, Andini adalah edukator. Juga tidak mungkin mereka tidak akan bertemu. Hanya saja, dia masih tidak ingin bertemu dengannya di hari pertamanya kembali bekerja setelah cuti empat hari.“Ayu bilang kamu sudah masuk hari ini jadi aku mencarimu ke mana-mana sejak tadi.”Suara sepatu hak tinggi terdengar semakin dekat dan berhenti di sebelah Rhea. Dia melirik ke samping dan melihat Andini yang tersenyum manis dengan posisi menghadapnya.“Aku turut berduka atas kepergian ayahmu. Aku sudah menganggap Om Hans seperti ayahku sendiri. Kamu tahu, tiap kali aku ke rumah kalian dia selalu memanjakanku. Kamu pasti sedih sampai-sampai mengambil cuti cukup lama. Aku pun merasakan apa yang kamu rasakan, Rhe. Aku sangat sedih.”Apakah itu ekspresi orang yang berempati? Dia berbicara sambil tersenyum secantik yang ia bisa. Dan juga nada suaranya, kenapa harus setinggi itu? Rhea menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.Ketika melihat bebera
“Merebut kekasih sahabat sendiri lalu beralasan itu takdir benar-benar menjijikkan.”“Bukankah dia tidak tahu malu?”“Tidak bisa dipercaya.”“Ya, berikan saja sampah seperti itu padanya, Rhe.”Yang awalnya hanya berbisik pelan mulai terdengar jelas hingga ke indra pendengaran Andini dan Rhea.Perkataan Rhea ditambah rekan-rekannya sudah tidak bisa membuat Andini mempertahankan sikap tenangnya. Dia menarik tangannya kasar hingga mundur sedikit ke belakang. Menatap Rhea dengan marah sejenak, dia pun pergi dengan langkah cepat diiringi seruan cemooh.Dan Rhea hanya mengawasi kepergiannya. Apakah dia puas? Tidak, belum saatnya dia puas. Hanya karena wanita itu dipermalukan sekali tidaklah bisa mengobati luka di hatinya.Setelah itu, beberapa teman kerjanya mengerumuninya hingga membuatnya sesak. Dan bertanya dengan wajah prihatin, “Kamu baik-baik saja, Rhea?”“Kamu pasti patah hati dan kecewa.”“Aku tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar sekarang,” Rhea menjawab berusaha untuk menenangkan
“Mamaku yakin, jika dia masih hidup, pria hidung belang itu pasti akan menikah lagi.”Gurauan itu membuat Rhea batuk-batuk sedangkan Naomi terkekeh.Well, life must go on. Rhea bisa melihat sikap santai Naomi ketika membicarakan mendiang ayah kandungnya.“Hubungan kami … cukup mendadak. Jadi, tidak banyak hal yang Maven bicarakan. Jujur saja dia hanya membicarakan Henry dan itu seperti bukan pembicaraan kurasa,” Rhea berbicara sepelan mungkin.“Yah, kami tidak cukup dekat sampai harus menjadi bahan pembicaraan. Hanya karena aku memiliki hubungan darah dengan Halim bukan berarti aku dan Maven dekat. Aku masih kecil ketika keluar dari kediaman Williams. Jika tidak ditambah sapaan singkat kami kemarin, terakhir kali kami berkomunikasi sekitar dua bulan yang lalu di acara kakek. Dia tidak menyukai mendiang papa, dan kupikir kami juga. Mamaku menikahi papanya, dia pasti tidak senang.”Entah kenapa Rhea bisa merasakan jejak kesedihan di nada bicara santai Naomi.“Setelah bercerai, aku dan ma
“Ya Tuhan. Mereka benar-benar tidak tahu malu.”Rhea tersentak dan melihat kehadiran Naomi dari belakang. “Kau juga baru pulang?”Naomi mengangguk. “Aku membersihkan peralatan melukis yang digunakan pelajar. Karena kalian mengobrol di depan pintu, aku tidak nyaman lewat begitu saja. Maaf harus menguping pembicaraan kalian.”“Itu bukan masalah.” Rhea menggeleng sambil tersenyum.“Jadi, kenapa kau masih di sini? Apa kau menunggu jemputan?”“Ah benar juga. Aku sampai lupa memesan taksi.” Rhea mengambil ponsel cepat.“Mau pulang denganku? Aku bisa mengantarmu.”Rhea menggeleng. “Tidak perlu. Ini sudah gelap. Kau pasti kelelahan. Pulanglah lebih dulu.”“Sungguh?”“Aku—” Rhea berhenti bicara ketika melihat sebuah mobil yang tidak asing lagi berhenti di depan mereka. Mereka berdua melihat Albar keluar dan dengan sigap menyapa mereka yang membalas sapaannya sebelum membuka pintu belakang untuk Maven. Pria yang telah sah menjadi suaminya itu keluar sambil mengancingkan jas. Dia melangkah denga
“Hah!”Desahan dan erangan terus keluar dari bibir manis Rhea tiap kali Maven mendorong pinggulnya. Maven memperhatikan wanita yang membungkuk di atas tempat tidur dengan lututnya tanpa berkedip. Sebelumnya Rhea masih kuat menahan tubuhnya sendiri. Namun lama-kelamaan setengah tubuhnya hingga wajah sudah menempel ke kasur. Dengan wajah cantiknya yang menoleh ke samping, dia bisa melihat fitur wajah istrinya walau ruangan cukup gelap. Matanya yang basah diliputi kesenangan. Rambut panjangnya menyebar berantakan di kasur tampak liar dan menampakkan punggung telanjang yang awalnya bersih kini penuh dengan tanda cinta darinya. Pelipisnya sudah berkeringat dengan bibir setengah terbuka. Dan tangan ringkihnya mencengkeram erat seprai. Godaan seperti itu mana mungkin tidak membuat Maven menjadi lebih bersemangat? Hasratnya berkobar hebat. Dengan posisi membelakangi dan tetap menahan pinggang istrinya agar tidak jatuh, gerakannya menjadi lebih kasar dan cepat.“Oh Lord.” Lagi, erangan lolos
Bunyi dentingan sendok saling bersahutan pelan. Di ruang makan, baik Rhea maupun Maven makan dalam diam. Sambil menguyah sesekali dia akan melirik suami yang duduk di depannya.Maven lebih tenang dari yang ia bayangkan. Jika makan seperti ini, tampak jelas kesenjangan di antara mereka seakan mereka tidak memiliki hubungan apa pun. Tetapi kenapa ketika mereka bersatu di tempat tidur, pria ini sangat berbeda? Dia tampak aktif dan … bersemangat. Apakah itu tindakan alami para pria?“Katakan saja jika ada yang perlu kamu katakan.”Menangkap basah dia, Rhea sontak saja kaget. Padahal pria ini tidak menatapnya sama sekali.“Aku pikir kamu tidak suka berbicara ketika makan.”“Aku tidak pernah mengatakan itu. Bicara saja.”“Aku,” Rhea membersihkan tenggorokannya, “tidak ingin kamu membuat tanda di leherku.”Maven melirik Rhea tanpa menggerakkan kepalanya.Tidak menatap suaminya karena malu, dia menambahkan, “Sulit untukku menutupinya.”“Padahal itu area sensitifmu. Aku pikir kamu akan menyuka