Wajah Qu Cing merah padam. Bibirnya mengantup dan kedua tangannya mengepal kuat. Ketika Qu Cing hendak bertindak, Bau Ba Chin mengulurkan tangan ke samping untuk menghadangnya. "Simpan tenagamu, Teman. Biarkan aku yang memberi mereka pelajaran!"Sebuah bola kegelapan, melesat cepat menghantam pantat Ji Thu. Bocah kasar itu terjingkrak kaget serta merasakan suatu pukulan yang kuat. "Sialan!" Dia menoleh mencari-cari si pelaku sembari meraba-raba bagian belakangnya. Anak itu menyadari bahwa celana yang dikenakan terkoyak-koyak, di balik serabut-serabut benang tipis, tampak dua belah daging mulus dan kenyal saling berhimpitan."Aaaaargh! Siapa yang melakukan ini!" gertak Ji Thu menutupi celananya yang bolong dengan kedua tangan. Dia merasa malu dan tidak bisa terus berlama-lama di sana. Sehingga, ia berlari meninggalkan teman-temannya ke asrama untuk mengganti celana.Selepas Ji Thu pergi, hingga tak tampak lagi batang hidungnya, anak-anak kelas 1C yang sudah dari tadi menahan tawa pun a
Setelah itu, An Cang perlahan membuka matanya dan merasakan kakinya bisa bergerak dengan ringan. Terukir raut wajah bahagia saat ia mendapati kakinya bisa bergerak bebas. "Apakah ini nyata?" Gadis itu berdiri sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan girang. Ia juga mencubit lengannya beberapa kali untuk memastikan bahwa ia sedang tidak bermimpi. "Ini benar-benar nyata!""Tentu saja ini nyata. Aku belajar pengobatan dengan baik," ucap Qu Cing merasa senang bisa membantu temannya."Terima kasih! Sekali lagi terima kasih!" Gadis itu membungkuk-bungkukan badan.Qu Cing berdiri dan berkata, "Sekarang, kau bisa ikut pergi ke perpustakaan menyusul yang lain.""Hmm ... aku akan memberi kejutan kepada teman-teman. Aku sudah meminjam buku tentang kekuatan spiritual angin kemaren. Jadi, aku akan berlatih di asrama.""Oh, kau meminjam buku itu! Bolehkah aku menyalinnya?""Menyalin?" An Cang memeringkan kepala. "Jadi, kau sudah bisa memunculkan inti spiritual?!""Em, aku akan mengoleksin
Beberapa menit sebelumnya di Kediaman Guru Shi, Nie Lee menyadari bangkitnya suatu kekuatan asing. Dia menatap langit, samar-samar melihat gempulan aura kegelapan di area perpustakaan. "Sang kegelapan telah bangkit! Itu berarti putera kegelapan telah kehilangan kendali!" ucapnya. Pria itu segera bergegas mengambil jubah untuk menyamar dan pergi mencari Qu Cing. "Jambul, bantu aku cari bocah itu!""Ka-kak tu-a!" jawab si Jambul mengerti."Jika kau menemukannya, bawa dia ke pohon besar ini!" Nie Lee menunjuk sebuah pohon besar yang terletak tidak jauh dari Kediaman Guru Shi.Mereka pun berpencar. Si Jambul lebih dulu menemukan Qu Cing di asrama puteri."Ka-kak tu-a ... ka-kak tu-a!" Suara si Jambul memanggil Qu Cing.Jambul!Mata Qu Cing membulat mencari-cari burung itu. Dia baru setengah menyalin buku. Tapi, anak itu merasa ada sesuatu yang terjadi sehingga burung itu datang memanggilnya."Ah, aku ingat, bahwa ada yang harus aku kerjakan sebelum Guru Shi kembali! Sampai jumpa, An Cang!
Qu Cing siap menunggu teman-temannya datang. Ujian kenaikan kelas akan berlangsung dua hari lagi. Murid yang tidak bisa menembus ranah spiritual tingkat pertama tahap keenam, diharuskan mengulang kelas 1.Beberapa saat kemudian, Ashe Li datang memasuki kelas bersama Bery Tha diikuti oleh Bau Ba Chin. Meraka bercerita bahwa kekacauan di perpustakaan, membuat gempar seisi murid di perguruan. Bau Ba Chin dalam sekejap tersorot menjadi murid populer yang mampu mengalahkan Du Bai si anak teladan dari kelas 1B.Rupanya, sejak Du Bai mengalihkan pertarungannya ke belakang perpustakaan, rasa penasaran murid-murid yang terlanjur menyaksikan pertarungan mereka pun diam-diam mengikuti. Bukan hanya itu, mereka bahkan juga menjumpai sosok Pendekar Cahaya yang tidak lain itu adalah Qu Cing.Kini, Bau Ba Chin kerap menjadi sebuah pembicaraan yang asik di setiap obrolan. Mereka selalu mempertanyakan, apa hubungan anak berkulit hitam itu dengan sosok Pendekar Cahaya yang datang menghentikannya?"Apaka
Ashe Li meraih sebotol ramuan yang diberikan oleh Qu Cing dan segera meminumnya. Qu Cing melompat dengan menjadikan meja sebagai tumpuan, dan mendarat di belakang Ashe Li."Bersiaplah!" Anak itu menggenggam kedua telinga Ashe Li, dan cahaya hijau masuk menjelajah melewati lubang telinga hingga ke syaraf otot-ototnya.Qu Cing memposisikan jari telunjuk dan ibu jari melingkar di belakang daun telinga Ashe Li, lalu bergerak memutar.Ashe Li memejamkan mata merasakan sensasi hangat yang menggumpal di dalam telinga. Kemudian, Qu Cing memasukan jari kelingking ke lubang telinga gadis itu.Setelah beberapa saat, dengan perlahan anak itu menarik jari kelingnya dan berkata kepada Ashe Li, "Apa kau sudah bisa mendengarku, sekarang?"Spontan, gadis itu memeluk Qu Cing. "Terima kasih!" ucapnya. Kemudian, dia tersenyum dan berkata kepada teman-temannya."Mulai sekarang, jangan biarkan siapapun menindas kita lagi. Mari berjuang bersama untuk ujian kenaikan kelas!" Gadis itu mengacungkan kepalan tan
Kesokan harinya di pagi hari, atas perintah sang wakil kepala perguruan, beberapa pengurus telah menyiapkan tiang kristal penguji untuk menguji ranah spiritual seluruh murid Perguruan Long Ji.Tujuannya yaitu untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan yang telah dicapai oleh setiap murid. Untuk kelas 1, murid yang berhasil mencapai ranah spiritual tingkat pertama tahap keenam atau lebih, akan naik ke kelas 2 dan berhak mengikuti ajang uji bakat. Yaitu berkesempatan menantang satu lawan satu, bebas memilih lawan yang diinginkan."Seluruh murid, diharap untuk berkumpul di halaman pelatihan untuk melaksanakan ujian!" ucap seorang pengurus terdengar dari suara gelombang batu spiritual yang terpasang di dinding pojok kelas.Semua murid pun berbondong-bondong ke halaman pelatihan dan berbaris sesuai dengan kelas masing-masing. Suara gemuruh mereka saling berbincang."Qu Cing, bagaimana dengan latihanmu?" tanya An Cang tampak khawatir teman satu kelasnya ini tidak bisa mencapai titik tahap keen
Qu Cing menyunggingkan senyum. Dia sudah biasa mendapat hinaan itu dan terus melenggang maju tanpa memperdulikan ocehan Han Thu. Anak itu segera meletakan telapak tangan kanannya di tiang kristal penguji. Teman-teman sekelasnya, sangat menantikan hasil dari kristal penguji, termasuk Nie Lee yang saat ini masih mengawasi mereka dari atap perpustakaan.Whuuuuuuuuush!Kekuatan spiritual cahaya Qu Cing menggerakkan jarum pada tiang kristal penguji terus naik hingga ke titik ranah spiritual tingkat pertama tahap keenam. Pada titik itu, Qu Cing merasakan sesuatu yang aneh. Kekuatannya seperti ditahan oleh sesuatu, sehingga ia tidak bisa menaikan jarum pada tiang kristal penguji lebih tinggi."Ada apa ini?" Qu Cing terheran-heran.Talapak tangan kanan anak itu, tiba-tiba mengeluarkan suatu gumpalan asap berwarna coklat. Gumpalan itu berbau busuk seperti taik kucing."Cukup, Tuanku. Jangan memaksakan diri! Tarik kembali tanganmu atau bau busuk itu akan menyebar dan menghebohkan tempat ini!" k
Dalam Kitab Sang Raja Kera dia pernah mempelajari bahwa kekuatan spiritual dapat dipatahkan hanya dengan menggunakan tenaga dalam. Hal ini berlaku hanya untuk orang-orang yang memiliki tenaga dalam yang kuat. Tak sia-sia berhari-hari Qu Cing berlatih di Hutan Lembah Siluman Kera.Sejak pertarungan dimulai, Qu Cing sudah terbayang-bayang segala gerakan lawan. "Sangat lemah!" gumamnya. Ia mendapati intensitas tenaga dalam kekuatan spiritualnya sangat sedikit. "Cukup hanya dengan satu ujung jari telunjuk!"Pyaaaar!Bola spiritual air terpecah menghilang tak bersisa.Mata Qu Cing menyipit. Ia bergerak satu langkah maju sembari melayangkan kakinya. "Sekarang, giliranku!" Anak itu memusatkan tenaga dalam pada tendangannya. Lalu menendang dada anak dari kelas 1D itu dengan kuat.Bugh!Anak kelas 1D itu terhempas hingga keluar ring. Tidak hanya itu, ia merasakan rongga dadanya sesak hingga pingsan."Oh, apakah aku menendangnya terlalu keras?" Qu Cing berlari menghampiri anak itu untuk melihat
Beberapa saat sebelumnya di alam bawah sadar Bau Ba Chin. Anak itu sedang berjuang keras untuk menaklukkan sang raja kegelapan.Namun, rupanya itu sangat sulit. Raja kegelapan sangat berambisi untuk menguasai tubuhnya. Beberapa kali Bau Ba Chin hendak melawan, itu justru berakibat melukai dirinya sendiri."Bagaimana mungkin? Aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya." Bau Ba Chin tertunduk merenung, wajahnya pucat dan nafasnya tersenggal-senggal. Darah segar mengalir dari sudut mulutnya karena terkena serangannya sendiri."Ha ha ha. Dasar bodoh! Kekuatanmu belum cukup untuk bisa menghadapiku, Bocah! Ragamu ini juga masih terlalu lemah untuk menampung kekuatanku," kata sang raja kegelapan."Tunggu beberapa tahun lagi, ketikan tubuhmu sudah benar-benar matang, aku akan mengambil alih dan membalaskan dendam kepada seluruh Klan Dhulam. Aku akan menjadikan tanah kediaman mereka sebagai kuburan! Ha ha ha!" imbuh sang raja kegelapan.Kebangkitan sang raja kegelapan adalah malapetaka bagi Klan D
Kedua ksatria bayangan itu, maju sekaligus menyerang Qu Cing. “Ternyata kau, cukup berkemampuan juga. Tapi, tetap saja kau hanyalah seorang anak bau tengik yang baru beranjak dewasa. Rasakan ini!” ucap salah satu dari mereka.Si ksatria yang pertama itu melangkah dengan gerakan seribu bayangan, melangkah cepat ke arah Qu Cing sembari kedua tangannya menciptakan dua belati dalam genggamannya. Sorot matanya, seperti elang yang sedang menerjang ingin menerkam mangsa.Ksatria bayangan yang lain, mengekor temannya dengan gerakan yang sama. Dia menerbangkan belati bayangan mengiringi mereka.“Berhati-hatilah, Tuanku. Ini adalah teknik tikaman bayangan,” kata sang tongkat sakti.“Bergerak dengan seribu bayangan untuk mengacaukan musuh, lalu menikam dengan pasti? Kalian berhadapan dengan orang yang salah!” Mata Qu Cing yang telah meningkat ketajamannya mengetahui bahwa kelemahan para ksatria bayangan adalah pada kakinya.Anak itu melihat setiap gerakan demi gerakan secara detail dan sangat li
Qu Cing melesat ke atap mengikuti langkah derap dua ksatria bayangan itu, mengenakan jubah cokelat berhoodie dan wajah yang tertutup kain. Namun, anak itu tidak mendapati dua orang itu bertindak lebih lanjut."Tidak mungkin mereka hanya mengintai, kan?" gumam Qu Cing menaikan alisnya.Dulu, Thai Qu Cing dan Bau Ba Chin adalah teman sekamar. Namun, karena Qu Cing langsung melompat ke kelas 3, dia tidak bisa satu kamar lagi dengan Bau Ba Chin yang masih kelas 2. Sehingga, Nie Lee hanya bisa mengatur kamar mereka bersebelahan.Untuk mengetahui lebih jelas apa yang sedang para ksatria bayangan itu lakukan, Qu Cing diam-diam mendekat mencuri dengar pembicaraan mereka."Tuan Muda keempat sedang fokus bersemedi. Ini kesempatan bagus untuk membunuhnya," ucap salah satu dari ksatria bayangan itu.Sementara, satu ksatria yang lain tampak menoleh-noleh melihat keadaan sekitar. Lalu ia berkata, "aman!"Kemudian, mereka melesat menembus atap dengan teknik bayangan murni memasuki kamar Bau Ba Chin.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan penyatuan jiwa, Jia Gong An. Percayakan kepada muridmu. Percayalah, kau akan baik-baik saja," kata Nie Lee terlihat sangat tenang.Jia Gong An menatap Qu Cing dengan penuh tanda tanya. Rahasia apalagi yang disembunyikan oleh anak ini?Mereka pun membawa kembali Jia Gong An ke lembah siluman kera tempat raga mereka berada. Di sana tampak beberapa orang menunggu mereka dengan kekhawatiran. Kesadaran Nie Lee dan Thai Qu Cing bangun terlebih dahulu, sedangkan Jia Gong An masih dalam proses penyatuan jiwa.Raga Jia Gong An terguncang hebat. Pada tubuhnya mulai muncul retakan bercampur darah."Guru!" seru Qu Cing segera menghampiri Jia Gong An. Dua jari tangannya menekan di area dahi wanita itu untuk menyalurkan energi penyembuh ke otaknya.Mata Qu Cing menyipit menunjukan keseriusannya. Sementara yang lain menunggu dengan penuh kecemasan, sekalipun itu Nie Lee yang selalu yakin bahwa muridnya tidak akan gagal.Adapun yang dirasakan Jia Gong An, tubuhnya mer
"Mau pergi ke mana kau, Gran Dong?" Gran Dong menoleh dan mendapati Tham Fan sudah berada di sisinya. Tham Fan berdiri di sana dengan rahang terkatup erat, tatapannya tajam seperti pisau, dan aura membunuh yang memancar darinya membuat setiap detik terasa penuh ancaman. "Tham Fan!" Raja iblis itu terhuyung dalam posisi yang rapuh. Segenap tubuhnya bergetar dengan rasa takut yang mencekam. Saat melihat Tham Fan, hatinya berdegup kencang seolah-olah sudah bisa mendengar detak waktu yang tersisa, mengingatkan bahwa dia sedang berada di ambang kematian. Dikelilingi oleh ancaman yang terbaca jelas dalam tatapan membara tersebut. Syuuuuut! Sebuah piringan bening raksasa tiba-tiba muncul di atas kepala Gran Dong, berputar vertikal dengan cepat disertai kobaran api membara, membelah tubuh Gran Dong menjadi dua bagian. Tubuhnya jatuh terjepit, kaku, dan tak bernyawa, seolah-olah semua kekuatan dan keangkuhannya seketika lenyap. Tumbuhan di sekitar yang terkena cipratan darahnya menjadi lay
Beberapa saat sebelumnya, Du Bai melihat Thai Qu Cing berlari tergesa-gesa bersama sang kepala perguruan."Apa kau tau bagaimana keadaan di luar sana?" tanya Du Bai kepada salah satu siluman kera."Tidak. Kami hanya mendapat perintah untuk menjaga Anda di sini," jawab si kera.Lu Tung yang berada di sana, mendengar percakapan mereka pun ikut angkat bicara. "Aku sungguh mengkhawatirkan Yang Mulia. Tapi, kami juga tidak bisa mengabaikan perintahnya," ujar kera hitam itu.Seketika, Du Bai menampakkan senyum meringis di wajahnya. "Bagus! Bukankah mengikuti mereka secara diam-diam itu bukan ide yang buruk? Kita hanya perlu berhati-hati agar tidak menjadi perhatian musuh." Kemudian, anak itu nekat mengikuti langkah Qu Cing dan Nie Lee dari kejauhan.Para kera pun tak ada pilihan selain mengekor di belakang Du Bai. Langkah derap yang pelan, namun pasti."Kalian yang bergerak di bagian tepi dan belakang, harus selalu waspada kalau-kalau ada sesuatu yang datang secara tiba-tiba!" ujar Du Bai m
Tanpa peringatan, makhluk bayangan itu meluncur cepat, seakan-akan muncul dari kegelapan itu sendiri. Tubuhnya berbalut asap hitam yang mengerikan, bergerak lincah dengan kecepatan yang hampir tak terlihat."Awas!" teriak Nie Lee, menarik tangan Qu Cing saat bayangan itu meluncur ke arah mereka.Anak itu hanya bisa melangkah mundur, matanya tajam menilai setiap gerakan makhluk tersebut. “Itu ... sangat cepat!” gumamnya, jantung Qu Cing berdebar, merasa terperangkap dalam perangkap yang tak terlihat.Makhluk bayangan itu berputar mengelilingi mereka, seakan mengejek dengan gerakan yang tidak bisa diprediksi. "Jangan lengah!" kata Nie Lee, suaranya tegas dan penuh peringatan. Ia melangkah mundur, mengangkat tangan untuk melindungi dirinya dan Qu Cing. “Ingat, makhluk ini bisa menyerang dari mana saja. Fokuskan perhatianmu pada jejak-jejak bayangannya!”Qu Cing menatap sekeliling, mengumpulkan konsentrasi dengan mata cahaya. Sesaat kemudian, dia melihat kilatan hitam yang bergerak membaw
Tak terasa, pertarungan berlangsung hingga hari menjelang malam. Saat Qu Cing berusaha untuk menyembuhkan Jia Gong An yang terluka parah, dia merasakan ada sesuatu yang aneh. Benar saja, tubuh Jia Gong An tak kunjung membaik. Anak itu mendapati tubuh sang guru memucat, denyut nadi berhenti, dan tak ada hembusan napas lagi."Tidak mungkin! Apakah Guru sudah mati?" gumam Thai Qu Cing. Rahangnya mengencang, jantungnya berdebar, wajah lesu dengan mata yang berkaca-kaca.Perasaan Qu Cing sangat kacau. Ia tertunduk setengah berdiri memandang tubuh Jia Gong An yang tak berdaya di hadapannya."Bagaimana keadaan Jiang An?" tanya sesosok lelaki di belakang Thai Qu Cing yang baru saja menyelesaikan pertarungannya dengan dua pangeran iblis.Anak itu tidak menjawab. Takut bercampur bingung. Ia masih menatap sang guru dengan wajah sayu.Sesaat kemudian, Thai Qu Cing menemukan sesuatu yang mengganjal. Darah Jia Gong An menghitam bercampur aura kegelapan hingga ke saluran urat-urat nadinya. Qu Cing m
“Raja Tham Fan, aku akan membebaskanmu dari ilusi ini!” teriak Nie Lee, melesatkan semburan air yang membelah kegelapan.Air yang berdesir itu mulai mengusir bayangan, menciptakan celah dalam ilusi yang menakutkan. Raja Tham Fan merasakan sentuhan realitas, matanya mulai menunjukkan tanda kehidupan. “Kau ... Nie Lee!”. "Hei,Tham Fan! Cepat bangun! Istrimu sedang sekarat! Dia akan mati jika kau tak kunjung sadar!" Nie Lee mendorong, berusaha menembus gelombang ilusi yang masih menghalangi.“Apa!” teriak Raja Tham Fan, suaranya menggema dalam kehampaan, mengguncang ilusi yang menjeratnya. Mata Raja Tham Fan yang tadinya kosong, kini menyala dengan api kemarahan yang membara. Ketika Nie Lee memanggilnya, menyuarakan bahwa Jiang An, sedang sekarat, kemarahan itu berubah menjadi kekuatan yang tak tertahankan. “Aku harus menyelamatkan Jiang An!” teriaknya, suaranya bergetar penuh keyakinan. Dengan satu gerakan kuat, ia menghancurkan ilusi itu, mengusir bayangan kelam yang menjeratnya. Da