Baju rapi, sepatu bersih walau bukan sepatu baru, tas lumayan meski beli di Tanah Abang harga lima puluh ribuan, rambut dikucir rapi. Muka? Poloslah pakai skincare alami. Maklum gak ada duit, boro-boro beli bedak. Buat makan sama ongkos setiap hari aja usahanya udah luar biasa. Luar biasa mengencangkan keinginan pokoknya.
"Risaaa ... makan dulu Nduk?""Iya Eyang."Risa segera menuju ruang tengah yang menggabungkan ruang makan dan ruang keluarga. "Nasi goreng sama kerupuk ya Nduk," ucap Eyang dengan tatapan sendu."Iya Eyang, gak papa. Untung masih bisa makan.""Iya, daripada kelaparan ya Nduk.""Iya, untung ya Eyang?""Iya, untung ngumpul. Kata orang Jawa ....""Ora madang ora papa sing penting ngumpul1."1Gak makan gak apa-apa yang penting kumpulRisa dan Eyangnya tertawa. Bagi mereka berdua bahagia itu sederhana, asal masih bisa hidup, bisa makan, bisa tertawa tapi gak usah banyak gaya.Carrisa Aurora, namanya. Usia 15 tahun, sekarang sekolah di SMAN 100 Jakarta kelas Sepuluh IPA 3. Risa tinggal di Jakarta sejak lima tahun yang lalu, sedangkan tiga tahun ini Risa hanya tinggal bersama Eyang Kakungnya, Eyang Pardi namanya. Kedua orangtuanya meninggal dua tahun yang lalu akibat bencana kebakaran yang menimpa rumah-rumah di sekitar kontrakan mereka. Penyebabnya, ledakan tabung gas LPG milik salah satu warga. Risa beruntung masih hidup karena saat itu sedang mengikuti studi wisata ke Jogja sedangkan sang Eyang sedang mudik ke Banyumas karena ada saudara yang punya hajat. Tapi kedua orang tua Risa dan beberapa tetangga tak selamat dan menjadi korban.Sejak itu Risa hanya hidup bersama dengan Eyangnya. Dulu, kehidupan mereka lumayan. Walau sederhana tapi gak pernah pusing mikirin uang buat makan. Karena usaha Eyang, Ayah dan Ibunya sebagai pedagang makanan soto Banyumas di daerah Jakarta cukup lumayan. Tapi itu dulu. Sekarang? Eyangnya hanya pelayan di salah satu rumah makan Padang, Risa sendiri membantu perekonomian dengan mengajari les anak-anak tetangga. Lumayan, setidaknya sedikit membantu perekonomian. "Ris,""Nggih Eyang?""Kamu ingin pulang kampung tidak?"Risa menghembuskan nafasnya, "Pengin banget Eyang, disini Risa gak betah.""Nunggu kamu lulus SMA ya? Kalau enggak nunggu rumah ini laku.""Iya Eyang, Risa bakalan sabar kok nunggunya."Eyang Pardi menarik nafas dalam-dalam lalu berucap, "Padahal udah woro-woro tapi gak ada yang mau beli juga."Risa hanya bisa tersenyum melihat raut kesedihan sang Eyang."Mau bagaimana lagi, rumah kita paling kecil, disini.""Iya, paling jelek pula. Apa kita tawarin tetangga sebelah aja.""Boleh Yang."Mereka melanjutkan makan lagi dengan lahap. Setelah selesai Risa langsung mencuci piring bekas makannya. Risa bercermin lagi untuk melihat penampilannya sebelum berangkat ke sekolah."Eyang, Risa berangkat. Assalamu'alaikum""Wa'alaikumsalam. Hati-hati Nduk. Pulangnya jangan mampir-mampir!""Oke, Eyang."Risa membuka pintu gerbang rumah yang catnya sudah mengelupas dan mulai berkorosi. Refleks matanya melirik ke sumber bunyi dari rumah samping. "Mau berangkat Nduk?""Iya Tante Maira. Risa duluan ya Tan."Risa hendak berjalan melewati gang setapak sebelum sampai ke jalan utama."Eh ... kamu mau kemana?""Mau jalan Tante, nanti sampai jalan utama ya naik angkot.""Udah gak usah naik angkot bareng sama Abi aja."Risa syok, apa? Jalan sama tetangga dingin alias AC (Air Conditioner) bermerek Abizar? Big No."Risa jalan aja Tante bukan muhrim hehehe.""Ya ampun Risa, udah pokoknya kamu ikut Abi aja. Sebentar lagi dia keluar."Mau tak mau Risa pasrah, bukan karena mengharapkan dapat tumpangan gratis dari tetangga dingin bin nyebelinnya tapi demi menghormati Tante Maira yang baiknya macam Ibu Peri bagi si remaja yatim piatu ini.Tak lama kemudian keluarlah remaja berusia 17 tahun dengan postur tubuh tinggi menjulang dan kurus, rambut tertata rapi tanpa poni. Wajahnya tampan sekali. Jangan lupakan kulit eksotisnya yang emmm ... bikin para ciwi-ciwi pada jatuh hati. Bentuk rahangnya yang tegas dengan alis mata tebal serta bibir tipis nan menawan. Sayang itu bibir jarang sekali tersenyum. Mahal pokoknya."Abi, sekalian sama Risa ya berangkatnya? Lagian sekolah kalian sama kan?" "Hem.""Ham hem ham hem. Ya sudah sana berangkat gih. Udah siang juga, takut kalian terlambat.""Abi berangkat Mah. Assalamu'alaikum." Abizar mencium tangan sang Mamah."Wa'alaikumsalam, hati-hati ya Nak, jaga Risa jangan sampai jatuh," titah Maira pada Abizar.Dengan terpaksa baik Abizar dan Risa berangkat bersama karena tidak mau mendapat tausiyah gratis dari Maira.Selama perjalanan tak ada obrolan sekalipun. Risa duduk menyamping dimana tangan kirinya berpegangan pada behel motor. Tangan kanannya dari tadi mencoba bergulat dengan rambut sepunggungnya yang dikucir kuda dan tengah menari-nari dibelai angin. "Singkirkan rambut kamu! Ganggu aja.""Maaf," Risa akhirnya menyelempangkan rambut panjangnya ke arah bahu kanan hingga menjuntai di bagian depan. Setelah perjalanan kurang lebih lima belas menit, Risa minta diturunkan."Turun sini aja, Kak," pinta Risa.Abizar menghentikan laju motornya, "Kenapa?" tanya Abi sambil menaikkan sebelah alisnya. Huh ... tampan. Itu kata hati Risa."Gak papa, Kak. Risa duluan. Assalamu’alaikum." "Wa'alaikumsalam." Abizar hanya mengedikkan bahunya. Masa bodo, toh dia sudah mematuhi perintah mamahnya dengan mengantar Risa ke sekolah.*****"Risa.""Hem.""Lihat itu tetangga AC kamu, cakep ya?""Hem," Risa tidak menggubris perkataan Citra sahabatnya. Dia fokus mengerjakan soal Stoikiometri. "Ish ... kamu ini. Selalu gitu. Mata kamu gak buta kan?""Enggak masih sehat kok. Belum minus lagi. Kenapa?""Kalau gak buta dan gak minus kok bisa cowok secakep itu kamu anggap biasa aja.""Ya emang bagiku biasa aja.""OMG, Risaaaa," pekik Citra."Ekhem ... ekhem." Suara deheman mengalihkan perhatian Risa dan Citra."Ini perpustakaan bukan pasar. Kalau kalian mau berisik sana pergi dari sini!" ketus tetangga AC-nya Risa."Hehehe ... maaf Kak Abi," ucap Citra sambil memasang wajah manis. Risa sendiri hanya diam karena sudah paham karakter tetangganya itu. Tiga tahun mereka bertetanggaan semenjak Risa ikut Eyangnya. Selama tiga tahun pula mereka jarang ngobrol karena ya itu tadi si tetangga sikapnya dingin macam 'AC' sesuai namanya sih Abizar Caesario Raffardhan. Karena itu, daripada diomelin lagi sama si AC mending Risa fokus lagi sama tugas Kimianya.Abi sendiri kembali fokus untuk mengerjakan tugas makalahnya mengenai mutasi genetika. Ia tengah memainkan jari-jemarinya pada keyboard sambil browsing dan membaca buku referensi yang ia dapatkan di Perpustakaan.Perpus masih sepi, karena masih jam pembelajaran. Kebetulan kelas Risa dan Abizar sedang ditinggal gurunya, karena ada urusan. Sehingga mereka diberi tugas untuk dikerjakan. Hanya ada beberapa siswa yang memilih mengerjakan tugasnya di Perpus. Sisanya mengerjakan di kelas.Ketenangan di perpus agak terusik karena kedatangan geng cewek cantik. Siapa lagi kalau bukan Diana dan teman-temannyas. "Hai Abi," sapa Diana dengan senyum khasnya.Abi cuma meliriknya sekilas lalu fokus kembali pada laptop dan buku."Ya ampun, sok banget kamu ya. Gak usah dingin ma aku lagi. Karena aku akan selalu jadi bara buat mencairkan es kamu.""Hahaha," terdengar tawa dari ketiga teman Diana. Abi memandang keempat orang di depannya dengan tatapan tajam, setajam elang. Bahkan raut mukanya berubah menjadi menyeramkan. Risa dan Citra saja sampai begidik ngeri melihatnya."Kita duluan ya Di, ayok guys,"Teman Diana memilih berlalu karena merasa ada hawa-hawa dingin dari 'AC'."Abi ...." Diana menggelayut manja pada lengan kanan Abi.Bruk ....Semua mata menoleh ke asal suara."Abiiiii," pekik Diana."Sekali lagi kamu colak colek awas kamu!" Abi langsung mengambil laptop dan buku-bukunya lalu pergi meninggalkan Diana yang masih terduduk di atas lantai."Apa kalian lihat-lihat, hah? Brengsek kamu Abi. Lihat saja kamu akan menyesal." Diana langsung berdiri dan berlalu meninggalkan perpustakaan. Tapi sebelumnya Diana memandang penuh intimidasi pada lima orang siswa yang berada di perpus termasuk Citra dan Risa.Risa menghembuskan nafasnya. Dia aslinya tidak betah hidup di Jakarta. Tapi mau bagaimana lagi. Dia sekarang hanya punya Eyang Kakung, Lik Hamdi adik Bapaknya sedang merantau entah dimana. Kakek nenek dari sang Ibu juga sudah meninggal."Tetanggamu memang AC ya Ris, dingin," celetuk Citra."Makanya aku gak pernah cari perkara sama dia." Risa menghembuskan nafasnya lagi."Kenapa?""Aku pengin balik Banyumas tahu gak Cit, di Jakarta orangnya pada egois. Gak ramah. Bahkan para pelajarnya tukang bully."Citra memandang sahabatnya dengan rasa iba, aslinya Risa itu cantik tapi memang penampilannya sederhana dan kucel. Ditambah lagi bentuk rahang giginya yang tidak rata sehingga sering kena bully. Meski otaknya encer, tapi gak ada yang peduli. Terutama geng Diana CS, hobi banget bully Risa."Sabar ya. Orang sabar disayang Tuhan, kuburannya lebar.""Kamu nyumpahin aku cepet masuk liang lahat gitu?""Hehehe, enggak Ris. Jangan marah dong? Entar cantiknya ilang," hibur Citra."Hem ... terserah. Asal kau bahagia," celetuk Risa."Kaya judul lagu aja, Ris.""Ck. Udah masuk kelas yuk, bentar lagi Biologi.""Astaga, kenapa aku lupa kalau ngambil jurusan IPA ya?" keluh Citra. Risa sendiri hanya tertawa, malas berkomentar.*****Tin ... tin ... tin.Risa menoleh ke arah orang yang mengklakson dirinya, si AC."Kamu kok jalan?""Gak ada angkot, Kak."Memang sore ini tak ada angkot yang lewat karena para sopirnya tengah mogok gegara salah satu perusahaan transportasi yang dipesan dengan aplikasi online lebih diminati oleh pada pelanggan."Cepat naik!""Tapi kak ….""Cept! Keburu ujan.""I-iya Kak."Mau tak mau Risa membonceng Abi kembali. Seperti tadi pagi, Abi membahas rambut Risa yang mengganggu pandangan Abi."Potong aja kenapa? Kalau perlu potong model cepak. Ganggu aja!" sengak Abi."Maaf, Kak," hanya kata itu yang bisa terlontar dari mulut Risa.Sesampainya di depan rumah, Risa langsung turun untuk membukakan pintu gerbang rumah Abizar."Makasih, Kak.""Hem, balik sana!""Iya," Risa memilih langsung ke rumahnya. Dia tak ingin menambah masalah dengan si AC.Sesampainya di rumah, Risa langsung mandi dan mengganti bajunya dengan baby doll gambar Hello Kitty. Risa membuka jendela kamarnya, kemudian duduk di daun jendela, pikirannya menerawang kemana-mana. Terutama pada Ayah dan Ibunya."Udah mau maghrib, masuk sana!"Risa kaget dan hampir saja terjatuh dari daun jendela. Tatapannya tertuju pada jendela kamar rumah sebelah. Ah, Risa lupa kamarnya berhadapan dengan kamar si AC. Mana temboknya cuma setinggi satu meter lagi, ya mereka bisa saling intip. Hadeh."Ngapain bengong, masuk sana! Kunci jendelanya. Jangan ngintip!""Iya, Kak," tanpa banyak kata Risa menutup jendelanya. Huh, kenapa harus tetanggaan sama AC? Mana kamarnya sebelahan pula. Huh ... nasib.Risa tengah mendengarkan penjelasan Bu Ari dengan seksama. Bu Ari tengah menjelaskan tentang Hukum Kekekalan Massa."Jadi anak-anak, massa zat sebelum dan sesudah reaksi kimia itu sama. Massa itu bukan berat ya. Mereka besaran yang berbeda. Massa benda selalu sama dimanapun ia berada. Sedangkan berat benda berbeda-beda tergantung nilai gravitasi yang ada di daerah itu.""Hukum kekekalan massa dapat kita lihat dari contoh reaksi antara hidrogen dengan oksigen. Kedua zat itu berwujud gas. Setelah bereaksi terbentuklah air dalam wujud gas, yang apabila suhunya mendingin akan berubah menjadi air. Dari contoh ini kita bisa pahami bahwa berdasarkan Hukum Kekekalan Massa, jumlah zat yang bereaksi akan sama dengan zat hasil reaksi. Hanya saja wujud zat yang dihasilkan berbeda dengan wujud zat pembuatnya."Risa dengan penuh minat dan konsentrasi mendengarkan penjelasan Bu Ari. Citra yang sedang mengalami jatuh cinta sesekali melirik pada cowok incarannya, yaitu Gio. Sampai tid
Suara deru motor memenuhi telinga Risa yang sedang memakai sepatunya. Risa mengamati seseorang yang tengah melepas helmnya. Risa segera menghampiri Arjuna dan menyapanya."Hai Kak, ada apa kesini?""Beli soto Banyumas?""Hah?" Risa melongo."Ck. Jemput kamulah, ayuk naik."Risa masih melongo tak percaya."Buruan ayo."Arjuna menarik tangan Risa menuju ke motornya."Aku belum pamitan.""Oh ... pamitan sana!""Eyang Risa berangkat. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam," teriak Eyang Risa dari dalam rumah.Risa segera bersiap-siap duduk di jok belakang. Sebelum menstarter motornya perhatian Arjuna dan Risa teralihkan pada seseorang yang tengah menstarter motornya juga dari halaman rumah."Baru berangkat, Bi?" tanya Arjuna."Hem."Tanpa banyak kata Abizar langsung menjalankan motornya membelah jalanan."Ck. Tetangga kamu itu.""Emang dia tetanggaku bukan mantanku," sahut Risa cuek."Hahaha. Iya ya
Brukkk.Risa kaget dan langsung menatap siapa yang menabraknya."Hei ... cewek kuper bin tonggos. Kamu harusnya ngaca. Muka jelek kayak gini aja sok-sokan mau jadi pacar Arjuna. Gak level tahu."Byurrr.Risa kaget karena Ghea menyiram bajunya dengan segelas minuman berwarna cokelat."Jauhi Arjuna!Awas kamu!"Ghea dan kawan-kawan meninggalkan Risa yang masih bertahan di toilet. Risa menangis, ah ingin rasanya melawan tapi percuma. Ghea CS terlalu superior untuknya. Risa memilih kembali ke kamar mandi dan membersihkan bajunya yang kotor. Sesekali Risa mengelap air matanya. Risa sudah tak tahan hidup di Jakarta. Disini siapa yang kuat, siapa yang cantik, siapa yang berkuasa bisa bertahan. Sedangkan dia? Risa kembali ke kelas dengan mendapatkan tatapan heran dari teman-teman sekelasnya terutama Citra."Kok basah?""Iya. Tadi kaget ada cicak nemplok di bahuku aku jerit-jerit gak karuan. Malah kena keran air, ya udah basah.""Ooooo.""Cit.
Pagi ini tanggal 14 Februari, semua orang merasa senang pun dengan Risa. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju ke pintu gerbang rumahnya. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Mbak Risa ...." teriak Asyila."Syila. Hai. Wah cantik benar kamu.""Mbak Risa juga, ini Syila kasih cokelat. Selamat hari kasih sayang ya Mbak. Valentino itu ya namanya.""Valentine Syila. Astaga." Kali ini Athaya datang menghampiri kembarannya."Kalau Valentino itu pacar kamu, eh dia ulang tahun berarti loh.""Diem kamu Athaya, aku masih kecil.""Masih kecil tapi niat ngasih cokelat sama Valentino wee ....""Kamu juga mau ngasih bunga sama Bu guru Vira. Weee .... ""Biarin weee, aku kan sayang sama Bu Guru.""Valen temen aku. Aku juga sayang wee ...."Astaga kedua bocah umur tujuh tahun sudah bilang sayang-sayangan. Ckckckck. Apa kabar Risa dulu ya? Perasaan diumur segitu Risa tahunya main gundu. Gak ngerti kata i love you. Hihihi. Risa asik melih
Risa membuka pintu rumahnya, tampak remaja cantik seusianya berdiri di depan pintu."Hai, aku Sherin, sepupunya Arjuna.""Hai, aku Risa. Masuk yuk Kak.""Sherin aja atau kamu bisa panggil aku Ririn.""Oh, baiklah. Masuk Rin.""Oke."Risa mengajak Sherin masuk, rupanya Sherin gadis yang supel dan mudah bergaul. Dalam waktu singkat mereka sudah akrab."Aku langsung dandanin kamu aja ya?""Nunggu maghrib aja Rin, kan bentar lagi.""Okelah."Setelah melaksanakan sholat, Sherin langsung mendandani Risa. Sherin takjub, benar kata sepupunya kalau Risa itu cantik. Risa cuma butuh diperbaiki dandanannya, terutama bentuk giginya."Kamu cantik.""Tapi jelek karena bentuk gigiku kan?""Halah itu mah gampang, pakai behel aja.""Rin.""Iya.""Apa ukuran seorang cewek bagi cowok itu cantik fisik?""Ya iyalah Ris, hampir semua cowok kan lihat kita dari fisiknya dulu. Makanya cewek sekarang berlomba-lomba agar bisa
Risa dan Abizar sampai juga di gerbang rumah. Risa langsung berjalan lunglai menuju pagar rumahnya. Langkah Risa terhenti karena cekalan tangan Abizar. Risa menoleh ke arah Abizar."Kenapa harus dengan cara seperti ini Risa?"Risa diam, tak menjawab pertanyaan Abizar."Apa yang kamu dapat dengan melakukan hal ini hem?""Sebuah keputusan," jawab Risa singkat."Dan kamu yakin dengan keputusanmu?"Risa mengangguk dan tersenyum."Ayo." Abizar menarik tangan Risa lembut.Mereka bersama-sama mengetuk pintu rumah Risa.Ceklek.Risa dan Abizar tertegun karena mendapati seorang wanita yang membukakan pintu."Anda siapa?" tanya Risa."Risa," teriak seorang lelaki dari dalam rumah."Lik Hamdi?""Iya. Wah kamu udah besar ya. Kamu mirip Mas Handi. Kenalkan ini istri Lilik, Tina."Risa menyalami lilik dan istrinya. Abizar pun melakukan hal yang sama."Ris, sudah pulang?" Eyang Risa datang menghampiri.
Risa tengah menemui wali kelasnya untuk pengajuan kepindahan sekolah."Kamu yakin Ris? Gak nunggu setelah semesteran saja." Bu Heni wali kelasnya menasehati."Gak bisa Bu, kan Ibu tahu sendiri masalah saya.""Baiklah kalau begitu. Oh iya kamu sudah bilang sama Dito dan Citra?""Belum Bu. Saya mohon jangan sampai mereka tahu ya.""Apa tidak sebaiknya kamu kasih tahu mereka Ris?""Saya gak tega Bu. Mereka sahabat setia saya. Saya takut mereka sedih.""Ya sudah kalau begitu.""Saya pamit ya Bu.""Iya, hati-hati pulangnya.""Iya Bu, mari."Risa keluar dari ruang guru kemudian berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Sampai di dekat ruang perpustakaan dia berpapasan dengan Arjuna. Keduanya tampak canggung apalagi Arjuna tengah jalan dengan cewek cantik yang Risa tahu adalah teman seangkatannya dan memang dia sangat cantik sekaligus populer. Risa memilih berlalu pun Arjuna. Mereka sama-sama menganggap diri mereka tak saling
Abizar mengamati rumah Risa, dua hari ini rumah itu kelihatan sepi. Kemana semua orang? Sang mamah dari hari sabtu pun sudah sibuk wara wiri mengetuk rumah sebelah tapi nihil."Kamu kemana Ris?" lirih Abizar.Abizar pun memilih untuk menstarter motornya. Nanti dia akan membeli bubur ayam kesukaan Risa setelah selesai latihan basket. Abizar sudah memutuskan untuk lebih mengikuti kata hatinya.Pulang dari latihan, Abizar begitu terkejut mendapati rumah Risa sedang dikerumuni banyak orang. Disana juga terlihat alat berat yang tengah merobohkan rumah Risa.Abizar langsung berlari dan menuju halaman rumahnya. Terlihat mamahnya tengah menangis di bahu sang papah. Sementara kedua adiknya tengah duduk di teras dengan pandangan kosong. Abizar ikut duduk dan berada di tengah si kembar.Asyila menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca."Mbak Risa pergi Mas. Pergi jauh. Rupanya malam itu Mbak Risa beneran pamitan."Asyila langsung memeluk sang ka
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"