Brukkk.
Risa kaget dan langsung menatap siapa yang menabraknya."Hei ... cewek kuper bin tonggos. Kamu harusnya ngaca. Muka jelek kayak gini aja sok-sokan mau jadi pacar Arjuna. Gak level tahu."Byurrr.Risa kaget karena Ghea menyiram bajunya dengan segelas minuman berwarna cokelat."Jauhi Arjuna!Awas kamu!"Ghea dan kawan-kawan meninggalkan Risa yang masih bertahan di toilet. Risa menangis, ah ingin rasanya melawan tapi percuma. Ghea CS terlalu superior untuknya. Risa memilih kembali ke kamar mandi dan membersihkan bajunya yang kotor. Sesekali Risa mengelap air matanya. Risa sudah tak tahan hidup di Jakarta. Disini siapa yang kuat, siapa yang cantik, siapa yang berkuasa bisa bertahan. Sedangkan dia? Risa kembali ke kelas dengan mendapatkan tatapan heran dari teman-teman sekelasnya terutama Citra."Kok basah?""Iya. Tadi kaget ada cicak nemplok di bahuku aku jerit-jerit gak karuan. Malah kena keran air, ya udah basah.""Ooooo.""Cit.""Iya.""Gak jadi.""Kamu kenapa?""Gak papa."Risa memilih tak bercerita. Toh sama saja, baik Risa dan Citra hanyalah siswi biasa bukan siapa-siapa.*****Pengumuman perayaan Valentine Day sudah terpasang hampir di semua mading di SMA 100. Risa dan Citra pun sudah membacanya. "Kamu mau nyewa baju dimana Cit?""Belum tahu.""Ada gak ya baju sama riasan yang harga sewanya mentok lima puluh ribu.""Hahaha. Mana ada Risa. Ini Jakarta. Minimal seratus ribu itu cuma sewa atau riasnya doang.""Huft ... eman-eman uang segitu. Buat jatah aku jajan selama seminggu.""Sekali-kali lah Ris.""Iya sih.""Kamu bawa bekal?""Iya.""Lauknya apa?""Daging kelas ekonomi. Hehehe.""Bilang aja tempe goreng.""Biar mewah dikit Cit. Kamu bawa bekal apa?""Lele.""Lele hitam apa Lele hijau?""Hijaulah alias sayur lengki hahaha."Risa dan Citra tertawa, lalu mereka melangkah menuju salah satu gazebo. Disana banyak juga siswa siswi yang membawa bekal. Rata-rata yang membawa adalah anak orang kaya yang makanannya harus ekstra hati-hati gak boleh sembarangan atau anak orang biasa macam Citra dan Risa.Risa dan Citra makan dengan lahapnya sesekali mereka ngobrol dan tertawa hingga keseruan mereka diinterupsi dengan kehadiran Arjuna."Hai Ris ... hai Cit. Wah, habis makan ya?""Eh Kak Juna," sapa Citra ramah.Risa hanya tersenyum canggung, dia masih mengingat kejadian tadi pagi saat Ghea CS melabraknya."Ris ... gimana tawaran aku waktu itu?""Tawaran yang mana ya Kak?""Ck ... perlu aku omongin di depan Citra?""Gak perlu Kak, Risa udah inget. Maaf Kak, Risa gak pengen." "Loh kenapa?""Gak papa." Risa tersenyum kepada Juna sedangkan Arjuna nampak kecewa."Ck ... ya udah deh, tapi pas acara Valentine nanti kamu sama aku ya?""Gak bisa Kak, aku sama Dito.""Ok ntar aku ngomong ke Dito kalau kamu pergi bareng sama aku.""Tapi Kak ....""Gak terima bantahan. Duluan ya Cit, Ris."Arjuna langsung melangkah pergi meninggalkan dua sahabat. Risa masih ingin mendebat sedangkan Citra sibuk mesam mesem."Cieee ... cieeee. Yang mau jadi pasangannya Kak Juna.""Kak Juna paling bercanda Cit.""Gak Ris, orang dia beneran ngajak kamu tadi.""Bercanda. Beneran, nanti aku tanya lagi ke dia.""Cieee ... cieeee.""Cit ... udah deh.""Mukanya gak usah merah gitu kenapa Buk?""Cittt ...."Citra hanya tertawa melihat tingkah polos sahabatnya itu. Sedangkan Risa bingung antara rasa yang mulai muncul untuk Arjuna dan rasa mindernya yang masih bercokol di hatinya.*****"Kak ...." Risa kaget mendapati Arjuna yang menghentikan motor di depannya."Aku nyari kamu. Aku pikir kamu di halte ternyata malah nunggu angkot disini. Ayuk aku antar.""Tapi Kak,""Buruan. Tidak terima penolakan."Mau tak mau Risa langsung duduk di jok belakang. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam lebih tepatnya Risa yang memang meminimalisir obrolan. Hatinya tengah galau soalnya. Hingga mereka berdua sampai di depan gerbang rumah Risa mereka masih asik memasang aksi diam."Makasih Kak, hati-hati ya." Risa hendak berbalik namun Arjuna mencekal pergelangan tangan Risa."Kamu kenapa?""I-iya.""Kamu kenapa?""Gak kenapa-kenapa.""Kamu sakit? Kamu jadi pendiam gak kayak biasanya.""Iyakah? Oh ... mungkin banyak pikiran. Soalnya tugasnya udah mulai banyak. Awal Maret kan ujian tengah semester." Risa beralibi."Gak. Bukan karena itu. Kak Juna yakin karena hal lain. Apa karena Ghea melabrak kamu?""Hah?" Risa melongo. Bagaimana Arjuna tahu."Ternyata benar karena itu. Asal kamu tahu aja aku sudah melabrak balik dia. Buktinya dia gak ngapa-ngapain kamu kan?" Hening."Dengar Risa, Ghea memang cantik dan kuakui itu. Kecantikan Ghea membuatku jatuh cinta. Tapi cantik fisik dan tidak dilengkapi kecantikan hati percuma. Ghea berulangkali selingkuh dan aku terluka."Risa diam mendengarkan cerita Juna. Juna pun melanjutkan ceritanya."Hingga aku sadar, kecantikan hati lebih utama. Seseorang dengan hati yang luar biasa cantik ternyata mampu mengeluarkan aura kecantikan pada wajahnya juga. Dan itu aku lihat ada pada kamu, Carrisa Aurora. Jadi ... maukah kamu berusaha menerima aku. Minimal sebagai sahabat dekat kamu.""Kak Jun ... ak ....""Gak usah jawab sekarang. Seperti kataku tempo hari, jika kamu memasang kawat gigi lakukan demi alasan kesehatan dan menambah percaya diri bukan karena alasan yang lain. Pun saat kamu menerima perasaanku, jawablah dengan jujur dari hatimu. Ya?"Risa mengangguk. Mukanya memerah menahan rasa malu. Arjuna tertawa, ternyata benar Risa memang sangat cantik."Ya udah Kak Juna pulang. Satu lagi, ajakan Valentine day-nya gak boleh ditolak. Aku udah persiapkan gaun yang sangat cantik buat kamu."Blush ... sekali lagi pipi Risa memerah. Juna terpesona, ternyata benar Risa memang cantik. Pasti semakin cantik kalau giginya rata. Hem ... Juna harus lebih berusaha meyakinkan Risa untuk memakai kawat gigi."Dah Risa, Kak Juna pulang duluan ya?""Iya Kak, hati-hati."Arjuna mengendarai motornya. Suara klakson dia bunyikan tiga kali sebagai salam. Risa melambaikan tangan dan menatap kepergian Arjuna dengan senyum lebar. Risa memegang dadanya. Jantungnya berdetak sangat kencang disana. Astaga. Apa mungkin ia jatuh cinta. Risa menggelengkan kepala untuk mengusir khayalan tingkat tingginya. Gak mungkin orang sekeren Juna suka sama dia. Risa berbalik dan ... astaga."Kak Abi ..., " pekik Risa kaget."Udah sore. Masuk!" titah Abizar dingin."Iya Kak."Risa memilih cepat masuk apalagi melihat tatapan dingin Abizar yang menakutkan. Ngomong-ngomong sejak kapan si AC di sana ya? Apakah dia mendengar semua pembicaraan antara Juna dan Risa? Ah, masa bodolah. Risa akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkannya.*****"Ini.""Ini apa Kak?""Buka aja."Risa membuka bingkisan yang dibawa oleh Juna. Mata Risa melotot, ia merasa takjub. Cantik."Cantik Kak.""Sesuai buat kamu. Dipakai ya? Nanti aku jemput jam tujuh malam.""Ta-tapi Kak.""Gak ada tapi-tapian. Besok malam aku jemput kamu. Gak ada penolakan."Arjuna langsung melenggang ke kelasnya. Sedangkan Risa masih menggenggam gaun warna pink hadiah dari Juna. Risa langsung memasukkannya kembali ke kantung kresek kemudian menuju ke kelasnya.Saat kembali ke kelas, Citra menatap penuh rasa ingin tahu kantung kresek yang dibawa oleh Risa."Itu apaan?""Nanti aku jelaskan," jawab Risa lirih. Sebelum pulang, Risa dan Citra masih di kelas. Risa menceritakan semua yang terjadi termasuk ajakan Juna."So sweet. Aku dukung kamu sama dia.""Tapi aku takut.""Plis deh Ris jangan minderan gitu, jadilah lebih percaya diri. Kak Juna kan udah bilang nerima kamu apa adanya. Lagian kenapa gak kamu terima bantuannya. Gak papa, toh tujuan utamanya bukan biar jadi cantik. Tapi demi alasan kesehatan dan rasa percaya diri.""Aku coba deh. Terus Dito pergi sama siapa?""Kita bareng jadinya. Mau gimana lagi?" Citra mendesah pasrah."Maaf ya?" Risa nampak bersalah."Gak papa toh aku juga gak punya pasangan.""Lah Kak Tirta sih?""Gagal total, udah punya tiga cewek dia.""Astaga.""Udahlah gak usah dibahas lagi. Percuma, toh aku udah ngefens Kak Budi hehehe.""Ya ampun gak berubah rupanya.""Udah yuk pulang, udah sore, takut gak ada angkot juga.""Ayuk."Kedua sahabat itu pulang bareng, kebetulan hari ini Citra tak dijemput ayahnya. Jadi dia bisa naik angkot menemani Risa.Pagi ini tanggal 14 Februari, semua orang merasa senang pun dengan Risa. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju ke pintu gerbang rumahnya. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Mbak Risa ...." teriak Asyila."Syila. Hai. Wah cantik benar kamu.""Mbak Risa juga, ini Syila kasih cokelat. Selamat hari kasih sayang ya Mbak. Valentino itu ya namanya.""Valentine Syila. Astaga." Kali ini Athaya datang menghampiri kembarannya."Kalau Valentino itu pacar kamu, eh dia ulang tahun berarti loh.""Diem kamu Athaya, aku masih kecil.""Masih kecil tapi niat ngasih cokelat sama Valentino wee ....""Kamu juga mau ngasih bunga sama Bu guru Vira. Weee .... ""Biarin weee, aku kan sayang sama Bu Guru.""Valen temen aku. Aku juga sayang wee ...."Astaga kedua bocah umur tujuh tahun sudah bilang sayang-sayangan. Ckckckck. Apa kabar Risa dulu ya? Perasaan diumur segitu Risa tahunya main gundu. Gak ngerti kata i love you. Hihihi. Risa asik melih
Risa membuka pintu rumahnya, tampak remaja cantik seusianya berdiri di depan pintu."Hai, aku Sherin, sepupunya Arjuna.""Hai, aku Risa. Masuk yuk Kak.""Sherin aja atau kamu bisa panggil aku Ririn.""Oh, baiklah. Masuk Rin.""Oke."Risa mengajak Sherin masuk, rupanya Sherin gadis yang supel dan mudah bergaul. Dalam waktu singkat mereka sudah akrab."Aku langsung dandanin kamu aja ya?""Nunggu maghrib aja Rin, kan bentar lagi.""Okelah."Setelah melaksanakan sholat, Sherin langsung mendandani Risa. Sherin takjub, benar kata sepupunya kalau Risa itu cantik. Risa cuma butuh diperbaiki dandanannya, terutama bentuk giginya."Kamu cantik.""Tapi jelek karena bentuk gigiku kan?""Halah itu mah gampang, pakai behel aja.""Rin.""Iya.""Apa ukuran seorang cewek bagi cowok itu cantik fisik?""Ya iyalah Ris, hampir semua cowok kan lihat kita dari fisiknya dulu. Makanya cewek sekarang berlomba-lomba agar bisa
Risa dan Abizar sampai juga di gerbang rumah. Risa langsung berjalan lunglai menuju pagar rumahnya. Langkah Risa terhenti karena cekalan tangan Abizar. Risa menoleh ke arah Abizar."Kenapa harus dengan cara seperti ini Risa?"Risa diam, tak menjawab pertanyaan Abizar."Apa yang kamu dapat dengan melakukan hal ini hem?""Sebuah keputusan," jawab Risa singkat."Dan kamu yakin dengan keputusanmu?"Risa mengangguk dan tersenyum."Ayo." Abizar menarik tangan Risa lembut.Mereka bersama-sama mengetuk pintu rumah Risa.Ceklek.Risa dan Abizar tertegun karena mendapati seorang wanita yang membukakan pintu."Anda siapa?" tanya Risa."Risa," teriak seorang lelaki dari dalam rumah."Lik Hamdi?""Iya. Wah kamu udah besar ya. Kamu mirip Mas Handi. Kenalkan ini istri Lilik, Tina."Risa menyalami lilik dan istrinya. Abizar pun melakukan hal yang sama."Ris, sudah pulang?" Eyang Risa datang menghampiri.
Risa tengah menemui wali kelasnya untuk pengajuan kepindahan sekolah."Kamu yakin Ris? Gak nunggu setelah semesteran saja." Bu Heni wali kelasnya menasehati."Gak bisa Bu, kan Ibu tahu sendiri masalah saya.""Baiklah kalau begitu. Oh iya kamu sudah bilang sama Dito dan Citra?""Belum Bu. Saya mohon jangan sampai mereka tahu ya.""Apa tidak sebaiknya kamu kasih tahu mereka Ris?""Saya gak tega Bu. Mereka sahabat setia saya. Saya takut mereka sedih.""Ya sudah kalau begitu.""Saya pamit ya Bu.""Iya, hati-hati pulangnya.""Iya Bu, mari."Risa keluar dari ruang guru kemudian berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Sampai di dekat ruang perpustakaan dia berpapasan dengan Arjuna. Keduanya tampak canggung apalagi Arjuna tengah jalan dengan cewek cantik yang Risa tahu adalah teman seangkatannya dan memang dia sangat cantik sekaligus populer. Risa memilih berlalu pun Arjuna. Mereka sama-sama menganggap diri mereka tak saling
Abizar mengamati rumah Risa, dua hari ini rumah itu kelihatan sepi. Kemana semua orang? Sang mamah dari hari sabtu pun sudah sibuk wara wiri mengetuk rumah sebelah tapi nihil."Kamu kemana Ris?" lirih Abizar.Abizar pun memilih untuk menstarter motornya. Nanti dia akan membeli bubur ayam kesukaan Risa setelah selesai latihan basket. Abizar sudah memutuskan untuk lebih mengikuti kata hatinya.Pulang dari latihan, Abizar begitu terkejut mendapati rumah Risa sedang dikerumuni banyak orang. Disana juga terlihat alat berat yang tengah merobohkan rumah Risa.Abizar langsung berlari dan menuju halaman rumahnya. Terlihat mamahnya tengah menangis di bahu sang papah. Sementara kedua adiknya tengah duduk di teras dengan pandangan kosong. Abizar ikut duduk dan berada di tengah si kembar.Asyila menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca."Mbak Risa pergi Mas. Pergi jauh. Rupanya malam itu Mbak Risa beneran pamitan."Asyila langsung memeluk sang ka
Langkah kaki tegap seorang dokter berusia 27 tahun menggema. Tubuh tinggi atletis dengan kulit putih, alis tebal dengan bibir tipis serta wajah tampan nan rupawan membuat siapa saja yang melihatnya tak ingin berpaling. Termasuk Viona."Abizar." Viona melangkah mendekati Abizar yang masih tetap berjalan tanpa berhenti bahkan menengok ke arah Viona pun tidak."Makan yuk Bi, bentar lagi istirahat siang." Viona berusaha mengimbangi langkah kaki Abizar."Gak.""Ayolah Bi, udah lapar nih. Perut kita juga butuh dikasih makan tahu, jangan sampai kita sakit kalau kita sakit kasihan pasien-pasien kita. Ya kan Bi," ucap Viona dengan wajah sumringah.Sayang Abi hanya diam dan terus berjalan bahkan meninggalkan Viona tanpa membalas atau menolak ajakannya. Viona mendesah, dia berhenti mengikuti langkah Abi. Viona menatap punggung Abi dengan mata nanar."Masih belum menyerah rupanya."Viona menoleh ke sumber suara, dia kemudian tersenyum."Hai Arjuna."
Seorang bidan muda tengah berlari bersama seorang lelaki dan dua orang perawat yang tengah mendorong brankar berisi ibu hamil yang akan melahirkan. Sang ibu langsung dibawa ke ruang bersalin. Sedangkan sang bidan dan si suami pergi ke bagian administrasi terlebih dahulu."Sudah beres administrasinya, sekarang Bapak temani istrinya dulu ya. Prosedur sesar tinggal menunggu persiapan dari pihak rumah sakit.""Terima kasih Bu.""Sama-sama. Mohon maaf saya tidak bisa menemani. Saya harus kembali ke puskesmas.""Oh iya Bu.""Mari Pak.""Oh iya Bu, hati-hati."Bidan muda itu tersenyum dan segera menuju ke mobil ambulance. Saat akan mencapai pintu masuk Margono seseorang memanggilnya."Halo Cantik. Nganter pasien ya?""Eh ... Dokter Danu. Iya.""Kenapa pasiennya?""Sungsang Dokter Danu, padahal dua hari yang lalu saya cek sudah mapan.""Hem ... oke biar nanti disiapkan semuanya.""Makasih Dokter Danu. Mari saya duluan""S
Risa tengah menengok kiri kanan. Sepi. Sepertinya semua anggota keluarga Rayyan dan Zio sudah berada di kamar masing-masing. Risa berjalan mengendap-endap menuju taman belakang. Seharian ini dia berusaha menghindar dari hadapan si AC. Untung saja ada si kembar jadi Risa punya alasan momong anaknya Mas Reihan.Mereka menginap di hotel milik rekan kerja ayahnya Zio. Hotel bintang lima, gratis pula."Huft. Akhirnya bisa keluar juga."Risa tengah berjalan-jalan menikmati taman yang sunyi dengan gemericik air kolam. Jujur seharian ini dia merasa bosan karena bersembunyi terus. Dia butuh udara segar untuk menghilangkan kegundahan hati."Hem ... nyamannya."Risa duduk-duduk di tepi kolam dengan mencelupkan tangan kirinya ke dalam air. Tak lupa pula dia bersenandung lagu-lagu kesukaannya. Ia tampak menikmati kesendirian di bawah lampu temaram taman.Hingga suara berisik di belakangnya mengganggu kesenangannya. Risa berbalik bersiap-siap
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"