Risa tengah menengok kiri kanan. Sepi. Sepertinya semua anggota keluarga Rayyan dan Zio sudah berada di kamar masing-masing. Risa berjalan mengendap-endap menuju taman belakang. Seharian ini dia berusaha menghindar dari hadapan si AC. Untung saja ada si kembar jadi Risa punya alasan momong anaknya Mas Reihan.
Mereka menginap di hotel milik rekan kerja ayahnya Zio. Hotel bintang lima, gratis pula. "Huft. Akhirnya bisa keluar juga."Risa tengah berjalan-jalan menikmati taman yang sunyi dengan gemericik air kolam. Jujur seharian ini dia merasa bosan karena bersembunyi terus. Dia butuh udara segar untuk menghilangkan kegundahan hati."Hem ... nyamannya."Risa duduk-duduk di tepi kolam dengan mencelupkan tangan kirinya ke dalam air. Tak lupa pula dia bersenandung lagu-lagu kesukaannya. Ia tampak menikmati kesendirian di bawah lampu temaram taman. Hingga suara berisik di belakangnya mengganggu kesenangannya. Risa berbalik bersiap-siapJarum jam menunjukkan pukul satu siang. Aktivitas di Puskesmas sudah mulai lengang. Pasien rawat jalan sudah tak ada. Yang ada para pasien bagian rawat inap. Risa tengah bersiap-siap kembali ke rumah dinasnya.Risa memutuskan untuk sholat dulu agar sampai di rumah bisa istirahat. Setelah sholat Risa memakai bedaknya lagi dan akan memoleskan lipstik warna nude pada bibirnya.Risa tertegun kemudian memegang bibirnya. Ingatannya tertuju pada adegan sebulan yang lalu saat Abizar mencium paksa bibirnya. Meski Risa marah tapi mau tak mau Risa menyukainya. Ciuman itu begitu lembut namun juga panas. Dan sungguh mati, Risa rasanya ingin menceburkan diri ke kali Serayu karena sungguh dia mendambakan ciuman itu lagi. Astaga.Risa menggeleng-gelengkan kepalanya dan segera memoles lipstik dan membenarkan kerudungnya."Ingat Risa, kamu sedang berusaha menjadi wanita muslimah sejati. Buang itu pikiran kotor."Risa mengangguk pada cermin besar dengan sangat opti
Risa memarkirkan motornya di garasi, hari ini lelah sekali rasanya. Tak sengaja Risa menatap halaman rumah sebelah. Kebetulan tembok di rumah sebelah hanya setinggi satu meter sehingga semua aktivitas di halaman rumah besar itu terlihat. Seperti sekarang, ada dua mobil terparkir disana. Mobil Fortuner yang tadi pagi ia lihat dan mobil Honda Jazz warna merah yang dia lihat di Puskesmas. Kenapa Risa tahu? Karena dia sempat membaca plat nomernya tadi. Eh tunggu, kalau itu mobil yang dilihat Risa di halaman Puskesmas berarti ...."Bu Risa."Risa menoleh ke arah Bu Ginah."Sini, kenalan dulu yuk sama tetangga barumu.""Hah ... ehm ... saya .... ""Cepetan!""Tapi?""Cepetan jangan lama-lama."Mau tak mau Risa melangkah menuju rumah tetangga barunya walau aslinya enggan."Ayo." Bu Ginah menarik lengan Risa dan langsung membawa Risa masuk ke dalam rumah.Dalam ruang tamu terdapat sebuah keluarga dengan lima anggota keluarga rupanya, s
Abi sedang memakai kemeja putihnya. Hari ini hari kedua dinasnya di Puskesmas Sumbang. Perhatiannya teralih saat mendengar HP-nya berbunyi.Klik."Iya Ngga ada apa?""Gila kamu ya, kamu sekarang di Jawa? Kok gak ngomong sama aku? Kamu anggap aku siapa hah?""Maaf.""Dasar AC, gak bakalan kumaafkan."Abi hanya tertawa mendengar suara sahabatnya yang kesal."Jadi kamu gak kerja lagi di rumah sakit Binar Kasih?""Gak.""Gak nyesel Viona diembat sama Arjuna.""Gak.""Gajimu dikit loh jadi PNS.""Gak masalah.""Lah kuliah kamu gimana? Kan baru tiga tahun. Tinggal setahun lagi loh?""Aku cuti dulu.""Hah? Gak nyesel Bi, kamu kan orangnya kalau ada maunya pasti dicapai dengan begitu gigih. Ini kok malah dilepas begitu aja program spesialisnya?""Biarin. Soalnya aku punya yang lebih prioritas.""Apa? Di sono tempat kamu tugas emangnya kamu bisa dapat apa?""Dapat istri. Udah aku mau berangkat. Ak
Seorang wanita cantik tengah menatap lalu lintas kendaraan di luar. Dia sedang duduk sendirian di sebuah cafe dan tengah melamun, pikirannya tertuju pada lelaki pujaannya, Abizar. Viona begitu jatuh cinta pada Abi, sayang perasaan cintanya tak berbalas. Padahal Viona sudah berusaha keras menarik perhatian Abizar baik dengan kecantikannya maupun melalui papahnya namun semuanya sia-sia. Abi sekarang sudah berada jauh di Jawa entah Jawa bagian mana, ia tak tahu. Karena semua keluarga Abi hanya mengatakan Jawa tanpa menyebut Jawa bagian mana. Ingin rasanya ia menyusulnya, tapi nasehat keluarganya membuat semangatnya menurun drastis.Flashback."Vio bakalan nyusulin Abi, Pah.""Untuk apa?""Pokoknya Vio mau nyusulin dia. Vio akan berusaha menaklukkan hatinya.""Memangnya sepuluh tahun ini bagaimana?" tiba-tiba sang Kakek ikut bicara."Itu ... Itu ... Vio sedang berusaha Kek." Viona berucap lirih."Jangan merendahkan dirimu Viona. Meski Papah tahu Abi le
Berbeda dengan Viona yang sedang merindukan Abizar dan tengah patah hati, Risa malah nampak sebal. Entah kenapa hidupnya yang tenang menjadi tak karuan. Semua ini gara-gara kehadiran tetangga sebelahnya. Seperti kali ini. Ini adalah hari minggu yang harusnya hari santai malah dia harus ikut membantu Abizar memeriksa pasien yang jumlahnya seabreg.Enam bulan sudah Abizar menjadi tetangganya. Di bulan ketiga dia membuka praktek setiap pagi dan sore hingga malam. Dari hari senin sampai minggu. Dengan alasan butuh bantuan dia meminta Risa menjadi asistennya, khusus untuk bagian farmasi sedangkan Anin anak Bu Ginah membantu di bagian pendaftaran."Masih banyak Nin?""Tinggal dua orang, Mbak Risa.""Huft ... Perasaan ini orang pasiennya banyak amat.""Maklum Mbak, dokter ganteng, ramah, masih single lagi. Hihihi.""Ck. Ganteng dari Hongkong?""Bukan Mbak, si ganteng dari Jakarta. Hahaha."Risa mencebik sebal, gak di Puskesmas gak di ruma
"Kamu itu dokter bukan sih Bi?"Risa dan Abi tengah makan di kantin klinik. Abi sudah mandi dan mengganti bajunya. Beruntung sekali dia punya kebiasaan membawa baju cadangan di mobil kalau mau kemana-mana."Dokterlah.""Masa lihat orang lahiran kayak gak pernah lihat?""Emang gak pernah lihat secara langsung.""Lah waktu masih kuliah, waktu koas,waktu ...""Aku cuma lihat aja, fokusku selama ini ke penelitian sama hal lain kecuali obgyn.""Emang boleh?""Gak sih, aku aja yang mangkir." Abi nyengir tanpa dosa saat mengatakannya."Ck. Dokter aneh.""Biarin. Aku memang agak merasa malu aja lihat ... Lihat aset pribadi cewek yang bukan istri. Makanya sering mangkir hehehe.""Astaga, pantas Zio sering mangkir kalau pas tugas dibagian obgyn rupanya niru kamu. Ck.""Fina yang cerita?""Iyalah siapa lagi emangnya.""Ooo. Kan aku abang mereka ya mereka niru akulah.""Terserah. Aku mau nengok babynya
Risa memandang cermin yang menampilkan dirinya. Dia memakai gamis model sederhana tapi sangat pas di tubuhnya. Kerudung yang biasanya model instan pun sekarang berganti dengan pashmina. Cantik. Risa segera menyelempangkan tas, memakai helm dan mengambil kunci motor. Saat keluar dari dalam rumah Risa mendapati ibu-ibu tengah ngerumpi di halaman tetangga sebelah seperti biasa."Bu Risa mau kemana?""Eh, Bu Wiwit. Mau kondangan Bu?""Sendiri?""Enggak nanti janjian sama temen-teman ketemuan di Alun-alun. Soalnya rumahnya di Patikraja. Mari Ibu-ibu saya duluan.""Mari Bu Risa.""Hati-hati Bu Risa.""Iya."Sepintas Risa melirik pada Abi yang juga meliriknya.Dasar dokter ganjen, pagi-pagi udah dikerubutin ibu-ibu saja, batin Risa.Risa memilih langsung pergi tapi sebelumnya memberikan tatapan sebal sama Abizar. Abizar sendiri merasa kesal karena dicuekin."Wah padahal Bu Risa cantik ya, kok belum laku-laku," ucap salah sa
Abizar dan Risa duduk bersanding dengan pasangan pengantin yang baru menikah seminggu yang lalu. Mereka adalah Arjuna dan Viona. Viona menatap Abi dengan binar bahagia dan penuh cinta dan itu tertangkap di mata Risa. Risa sungguh tidak menyukainya.Arjuna sendiri begitu terpesona dengan penampilan Risa yang begitu cantik dan anggun. Ah, kenapa dia tidak tahu jika Risa sudah menjadi cantik? Kalau tahu begini Arjuna akan lebih memilih mendekati Risa. Tapi? Viona juga cantik. Ditambah lagi dia berasal dari keluarga kaya? Apa Risa dijadikan istri kedua saja ya?Abizar menatap tajam tingkah Arjuna. Dia begitu paham arti tatapan Arjuna, hem... Abi harus segera bertindak jangan sampai Arjuna melakukan hal buruk pada Risa. Abi tidak akan rela."Kamu mau makan Dek?"Gludak ... Jantung Risa jatuh dari puncak Gunung Slamet rupanya."Boleh Mas," ucap Risa tersenyum manis.Uhuk. Abizar hampir tersedak ludahnya sendiri. Dia menatap Risa tajam kemudian tersenyum
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"