Abizar dan Risa duduk bersanding dengan pasangan pengantin yang baru menikah seminggu yang lalu. Mereka adalah Arjuna dan Viona. Viona menatap Abi dengan binar bahagia dan penuh cinta dan itu tertangkap di mata Risa. Risa sungguh tidak menyukainya.
Arjuna sendiri begitu terpesona dengan penampilan Risa yang begitu cantik dan anggun. Ah, kenapa dia tidak tahu jika Risa sudah menjadi cantik? Kalau tahu begini Arjuna akan lebih memilih mendekati Risa. Tapi? Viona juga cantik. Ditambah lagi dia berasal dari keluarga kaya? Apa Risa dijadikan istri kedua saja ya?Abizar menatap tajam tingkah Arjuna. Dia begitu paham arti tatapan Arjuna, hem... Abi harus segera bertindak jangan sampai Arjuna melakukan hal buruk pada Risa. Abi tidak akan rela."Kamu mau makan Dek?" Gludak ... Jantung Risa jatuh dari puncak Gunung Slamet rupanya."Boleh Mas," ucap Risa tersenyum manis.Uhuk. Abizar hampir tersedak ludahnya sendiri. Dia menatap Risa tajam kemudian tersenyumArjuna duduk dengan gelisah. Ia sedang menunggu Papah mertuanya bicara. Tatapan mata Vino begitu tajam menusuk membuat Arjuna seperti seorang narapidana dengan kesalahan besar."Ada apa Pah? Kok tiba-tiba Papah manggil Arjuna.""Papah butuh bicara sama kamu. Papah perlu membahas sesuatu yang penting.""Tentang apa itu Pah?""Kamu dan Viona.""Memangnya kami kenapa Pah? Juna sama Viona baik-baik saja kok.""Benarkah? Jangan kamu pikir Papah tidak bisa melihat Arjuna." Vino bersuara dingin membuat nyali Arjuna sedikit menciut."Asal kamu tahu. Aku tidak begitu merestui kamu menikah dengan Viona. Tapi karena desakan Viona, akupun setuju. Jadi, jangan sekali-kali kamu berpikir untuk menyakiti Viona. Karena jika sampai kamu lakukan, kamu akan berurusan denganku."Arjuna meneguk ludahnya, nyalinya benar-benar menciut saat ini. Tapi ia berusaha tenang dan tidak terpancing."Pah, Arjuna cinta sama Viona. Jika tidak buat apa Arjuna menikahinya. Pe
Rabu pagi yang masih berkabut. Suasana desa Sumbang yang begitu sejuk dan dingin. Matahari belum menampakkan wajahnya namun tak menyurutkan langkah Abizar untuk segera menuju ke Puskesmas.Abizar baru saja memarkirkan motornya, sengaja dia berangkat pagi sekali untuk mengecek keadaan Risa. Risa tadi malam piket ceritanya, jadi Abi kangen.Suasana Puskesmas masih sangat sepi. Hanya ada beberapa keluarga pasien rawat inap yang nampak mondar mandir serta petugas kebersihan.Abi tersenyum ramah pada setiap orang yang dijumpainya. Segera dia menuju kebagian kamar istirahat untuk para bidanerawat wanita yang berjaga.Sesampainya disana, Abi tersenyum mendapati gadis cantiknya tengah tertidur dengan lelap. Tiba-tiba ide jahil tercetus dalam otaknya. Pelan-pelan Abi merebahkan diri di samping Risa dan memposisikan diri menyamping dengan tangan kiri menumpu kepalanya.Risa merasakan ada seseorang disebelahnya, refleks Risa memeluk Abi karena berpikir yang
Pagi harinya Risa terbangun dengan mata sembab. Dia bahkan harus mengompres kantung matanya agar tak terlalu menonjol.Risa mengeluarkan sepeda motornya dengan hati-hati. Sepintas melirik ke rumah tetangga sebelah, ternyata mobilnya sudah tak ada. Fix, Risa harus berangkat sendiri rupanya.Abi dan Risa beberapa kali bertatap muka namun Abi memilih melengos dan acuh. Padahal biasanya Risa yang acuh dan Abilah yang akan selalu mendekatinya. Hal itu menyadarkan Risa jika dia merasa rindu."Ris .... " Risa menoleh ke arah Lisa dan memaksa senyum."Iya Lis, kenapa?""Kamu gak apa-apa?""Aku? Memangnya aku kenapa?""Kamu sama Dokter Abi baik-baik saja kan?""Kami baik memangnya kenapa?"Lisa menyadari kesalahan fatalnya. Risa tidak baik-baik saja. Seharian ini dia bisa melihat jika Abi menghindari Risa bahkan bersikap dingin pun kepada Lisa.Biasanya Abi akan menyapa Lisa ramah namun sejak pagi Abi menatap Lisa dengan dingin. Rasa be
Risa butuh waktu seminggu untuk memulihkan keadaannya pasca jatuh dari motor. Beruntung lukanya tidak parah dan tak mengalami patah tulang juga. Selama seminggu ia ijin tidak ikut piket dan dari semua kegiatan di Desa.Eyang Pardi bahkan dengan setia menemani cucunya selama satu minggu ini. Sedangkan Oma Nunung tidak bisa ikut menemani karena Dewa harus sekolah. Tapi malam minggunya mereka menginap. Sehingga rumah dinas Risa menjadi ramai oleh celoteh Dewa seperti biasa.Risa tengah duduk dengan melihat tingkah polah Dewa yabg tengah disuapi sang ibu."Dewa kok manja bener Yang?""Hahaha, mau gimana lagi. Anak semata wayang Oma kamu tuh. Paling kecil juga."Risa terkekeh, iya sih paling kecil jadi paling di sayang."Abi masih sibuk?""Iya. Kenapa emangnya?""Belum kelihatan.""Lagi ngurusi persiapan prajab Eyang ditambah kerjaan lagi banyak. Abi disayang banget sama semua orang. Apalagi sama Dokter Anwar sampai tugas seabreg dikasih
"Risa."Risa menoleh kemudian matanya membelalak sedangkan Lisa mengernyit bingung kemudian mendesah. Huft ... Risa memang beruntung, udah cantik banyak yang suka. Dokter semua pula."Risa, hai apa kabar?""Baik Kak Juna. Kakak apa kabar? Istri Kakak mana?""Aku baik, istriku juga baik. Dia sedang bersama teman-temannya.""Ooo, ya udah kami duluan ya Kak. Mari. Ayo Lis."Risa langsung menarik lengan Lisa, dia harus segera kabur dari harapan Arjuna."Tunggu Ris! Bisa kita bicara sebentar.""Maaf Kak, Risa ada janji. Permisi."Risa langsung menarik lengan Lisa dan menjauh. Tapi Arjuna tak menyerah dia sengaja menarik lengan Risa dengan kuat."Kak Juna! Lepas!""Aku gak akan melepaskan sebelum kamu mau bicara denganku sebentar saja. Ayuk.""Baik ayuk Lis.""Kita berdua Risa.""Bertiga atau tidak sama sekali. Hargai reputasimu Kak, dan jangan jadikan aku seperti wanita murahan. Karena itu bukan sifatku." Risa menjawab
Semenjak pertengkaran dan pengakuan Abizar seminggu yang lalu. Risa tak pernah bertemu dengan Abi. Hal ini dikarenakan Abi tengah menyelesaikan masa prajabnya yang kurang seminggu lagi.Kedua adik Abi juga sedang liburan dan mereka memilih pulang ke Jakarta. Adik kembar Abi kuliah di Unsoed sejak bulan agustus lalu dan memilih ngekost biar dekat dengan kampus.Selama seminggu ini, Risa selalu menoleh ke rumah sebelahnya. Berharap bayangan Abi atau kedua adiknya akan terlihat namun nihil.Seperti pagi ini, harusnya Abizar sudah kembali namun batang hidungnya tetap tak terlihat. Risa mendesah lalu melajukan motornya menuju Puskesmas.Risa mencoba menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Pelayanan prima serta senyum ramah selalu tersungging dari bibirnya tatkala menghadapi para bumil ataupun keluarganya. Namun senyumnya hilang ketika jam kerjanya habis dan dia hanya duduk bersandar sambil melamun. Sampai tak menyadari kedatangan Lisa."Ngelamun aja. Kalau kan
"Bu Ginah.""Eh Bu Risa, baru pulang.""Iya, kok tumben rame.""Ini si Pak Dokter minta bantuan saya nyari orang buat beres-beres rumahnya. Katanya Orang tuanya mau datang.""Asyila sama Athaya udah datang?""Belum Bu? Pak Dokter gak bilang kapan datangnya. Mungkin bareng bapak sama ibunya pak Dokter juga. Eh Bu nitip kunci rumahnya Pak Dokter ya? Lima hari yang lalu dia nitipin sama Anin pas Anin lagi ada acara di Baturaden.""Kenapa gak disimpan Bu Ginah aja?""Saya mau mengunjungi keluarga di Jakarta Bu, lama soalnya di sana. Semingguan. Makanya saya nitip ke Bu Risa aja.""Oh gitu, ya udah biar saya yang pegang kuncinya.""Makasih ya Bu Risa.""Sama-sama."Risa segera memasuki rumahnya dan membersihkan diri. Setelah beristirahat sebentar, beberapa pasien bumil datang. Risa pun melayani mereka dengan sepenuh hati dan senyum tulus terkembang."Permisi.""Iya sebentar."Risa pun menghentikan aktivitas mengetik la
Semenjak dipergoki oleh Maira, Abi dan Risa diawasi dengan sangat ketat oleh kedua orang tua Abi. Kalau dirasa mereka berdekatan dalam jarak satu meter pasti mereka akan dipisahkan dengan berbagai cara. Tentu saja hal ini membuat adik kembar Abi bingung mendapati kedua orang tuanya begitu overprotektif sama Abi dan Risa."Mamah sama Papah aneh, lagian Mas Abi sama Mbak Risa kan mo nikah kenapa kesannya gak boleh dekat-dekat. Mau dipingit apa gimana nih?""Iya nih, Mamah sama Papah kesannya gak rela mereka mau kawin aja," celetuk Athaya asal. Namun rupanya kata 'kawin' mengingatkan Maira bagaimana ganasnya Abi saat mencium Risa sehingga refleks Maira menyentil dahi Athaya."Wadaw ... sakit Mah. Mamah kenapa sih?""Udah diem. Kalian pada ngurusin kuliah kalian aja."Maira memilih meninggalkan keduanya dan mengecek kembali berbagai hantaran yang hendak dibawa ke rumah Kakek Risa."Mamah sama Papah kenapa ya? Kayak takut banget kalau Mas Abi lagi dekat-deka
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"