Risa butuh waktu seminggu untuk memulihkan keadaannya pasca jatuh dari motor. Beruntung lukanya tidak parah dan tak mengalami patah tulang juga. Selama seminggu ia ijin tidak ikut piket dan dari semua kegiatan di Desa.
Eyang Pardi bahkan dengan setia menemani cucunya selama satu minggu ini. Sedangkan Oma Nunung tidak bisa ikut menemani karena Dewa harus sekolah. Tapi malam minggunya mereka menginap. Sehingga rumah dinas Risa menjadi ramai oleh celoteh Dewa seperti biasa.Risa tengah duduk dengan melihat tingkah polah Dewa yabg tengah disuapi sang ibu."Dewa kok manja bener Yang?""Hahaha, mau gimana lagi. Anak semata wayang Oma kamu tuh. Paling kecil juga."Risa terkekeh, iya sih paling kecil jadi paling di sayang."Abi masih sibuk?""Iya. Kenapa emangnya?""Belum kelihatan.""Lagi ngurusi persiapan prajab Eyang ditambah kerjaan lagi banyak. Abi disayang banget sama semua orang. Apalagi sama Dokter Anwar sampai tugas seabreg dikasih"Risa."Risa menoleh kemudian matanya membelalak sedangkan Lisa mengernyit bingung kemudian mendesah. Huft ... Risa memang beruntung, udah cantik banyak yang suka. Dokter semua pula."Risa, hai apa kabar?""Baik Kak Juna. Kakak apa kabar? Istri Kakak mana?""Aku baik, istriku juga baik. Dia sedang bersama teman-temannya.""Ooo, ya udah kami duluan ya Kak. Mari. Ayo Lis."Risa langsung menarik lengan Lisa, dia harus segera kabur dari harapan Arjuna."Tunggu Ris! Bisa kita bicara sebentar.""Maaf Kak, Risa ada janji. Permisi."Risa langsung menarik lengan Lisa dan menjauh. Tapi Arjuna tak menyerah dia sengaja menarik lengan Risa dengan kuat."Kak Juna! Lepas!""Aku gak akan melepaskan sebelum kamu mau bicara denganku sebentar saja. Ayuk.""Baik ayuk Lis.""Kita berdua Risa.""Bertiga atau tidak sama sekali. Hargai reputasimu Kak, dan jangan jadikan aku seperti wanita murahan. Karena itu bukan sifatku." Risa menjawab
Semenjak pertengkaran dan pengakuan Abizar seminggu yang lalu. Risa tak pernah bertemu dengan Abi. Hal ini dikarenakan Abi tengah menyelesaikan masa prajabnya yang kurang seminggu lagi.Kedua adik Abi juga sedang liburan dan mereka memilih pulang ke Jakarta. Adik kembar Abi kuliah di Unsoed sejak bulan agustus lalu dan memilih ngekost biar dekat dengan kampus.Selama seminggu ini, Risa selalu menoleh ke rumah sebelahnya. Berharap bayangan Abi atau kedua adiknya akan terlihat namun nihil.Seperti pagi ini, harusnya Abizar sudah kembali namun batang hidungnya tetap tak terlihat. Risa mendesah lalu melajukan motornya menuju Puskesmas.Risa mencoba menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Pelayanan prima serta senyum ramah selalu tersungging dari bibirnya tatkala menghadapi para bumil ataupun keluarganya. Namun senyumnya hilang ketika jam kerjanya habis dan dia hanya duduk bersandar sambil melamun. Sampai tak menyadari kedatangan Lisa."Ngelamun aja. Kalau kan
"Bu Ginah.""Eh Bu Risa, baru pulang.""Iya, kok tumben rame.""Ini si Pak Dokter minta bantuan saya nyari orang buat beres-beres rumahnya. Katanya Orang tuanya mau datang.""Asyila sama Athaya udah datang?""Belum Bu? Pak Dokter gak bilang kapan datangnya. Mungkin bareng bapak sama ibunya pak Dokter juga. Eh Bu nitip kunci rumahnya Pak Dokter ya? Lima hari yang lalu dia nitipin sama Anin pas Anin lagi ada acara di Baturaden.""Kenapa gak disimpan Bu Ginah aja?""Saya mau mengunjungi keluarga di Jakarta Bu, lama soalnya di sana. Semingguan. Makanya saya nitip ke Bu Risa aja.""Oh gitu, ya udah biar saya yang pegang kuncinya.""Makasih ya Bu Risa.""Sama-sama."Risa segera memasuki rumahnya dan membersihkan diri. Setelah beristirahat sebentar, beberapa pasien bumil datang. Risa pun melayani mereka dengan sepenuh hati dan senyum tulus terkembang."Permisi.""Iya sebentar."Risa pun menghentikan aktivitas mengetik la
Semenjak dipergoki oleh Maira, Abi dan Risa diawasi dengan sangat ketat oleh kedua orang tua Abi. Kalau dirasa mereka berdekatan dalam jarak satu meter pasti mereka akan dipisahkan dengan berbagai cara. Tentu saja hal ini membuat adik kembar Abi bingung mendapati kedua orang tuanya begitu overprotektif sama Abi dan Risa."Mamah sama Papah aneh, lagian Mas Abi sama Mbak Risa kan mo nikah kenapa kesannya gak boleh dekat-dekat. Mau dipingit apa gimana nih?""Iya nih, Mamah sama Papah kesannya gak rela mereka mau kawin aja," celetuk Athaya asal. Namun rupanya kata 'kawin' mengingatkan Maira bagaimana ganasnya Abi saat mencium Risa sehingga refleks Maira menyentil dahi Athaya."Wadaw ... sakit Mah. Mamah kenapa sih?""Udah diem. Kalian pada ngurusin kuliah kalian aja."Maira memilih meninggalkan keduanya dan mengecek kembali berbagai hantaran yang hendak dibawa ke rumah Kakek Risa."Mamah sama Papah kenapa ya? Kayak takut banget kalau Mas Abi lagi dekat-deka
"Hai Abi, kita ketemu lagi. Wow kita ganggu gak nih," sapa Rudi ramah."Oh enggak Rud. Kalian sengaja kesini?" Abi berusaha berbasa basi walau aslinya agak kurang suka apalagi sejak tadi Arjuna menatap Risa dengan tatapan memuja.Risa memilih mendekatkan kursinya pada Abi. Abi paham jika Risa merasa tak nyaman."Sepertinya kamu sedang sibuk Rud?""Iya nih kita mau bangun rumah sakit di Purwokerto.""Di daerah mana Rud?""Di sekitar Kembaran, bekas rumah sakit Wijaya Kasih. Sayang tempatnya potensial banget. Makanya aku sama Juna niat banget mau bangun rumah sakit disana."Obrolan terus mengalir, tapi lebih didominasi oleh Rudi dan Abi. Arjuna yang biasanya banyak omong lebih bayak diam."Bentar ya aku ijin ke toilet," ucap Rudi.Setelah memastikan Rudi pergi, Abi menatap Arjuna dengan tatapan tajam."Berhenti menatap wanita lain dengan tatapan seperti itu Juna! Kamu sudah menikah.""Hahaha. Kenapa memangnya? Kamu bukan sia
Seorang wanita tengah menunggu dengan gelisah di dalam mobil mewahnya. Matanya awas mengawasi setiap hilir mudik yang terjadi di Puskesmas Sumbang. Wajah cantiknya tersenyum ketika melihat pria pujaan hatinya keluar.Viona hendak membuka pintu mobilnya namun gerakannya terhenti ketika melihat Abi menghentikan langkahnya dan menunggu seorang wanita cantik hingga keduanya berjalan beriringan menuju ke sebuah motor.Viona menahan cemburu melihat bagaimana Abi memperlakukan wanita itu dengan lembut bahkan memasangkan helm pada sang wanita. Viona semakin marah melihat bagaimana wanita itu melingkarkan tangannya pada perut Abizar."Dia siapa Bi? Kenapa kamu begitu perhatian dengannya? Kamu bahkan tersenyum sangat manis untuknya?" lirih Viona.Viona segera menjalankan mobilnya dan membuntuti mobil Abi.Sepanjang jalan pulang Abi bercerita dengan Risa hingga keduanya sampai di rumah."Udah sana istirahat. Nanti harus dines lagi loh.""Iya
Arjuna dan Viona tengah duduk berdampingan di kursi yang terletak di balkon hotel yang mereka sewa. Mereka berdua tengah memandang keramaian kota Purwokerto."Bagaimana selanjutnya?" tanya Arjuna."Bagaimana apanya?" Viona balik bertanya."Hubungan kita.""Aku gak tahu. Kamu yang dulu niat sekali membuatku jatuh cinta. Tapi kenyataannya kamu pun dilema."Omongan Viona membuat mulut Arjuna terkatup rapat."Papah minta kita pulang. Bahkan memintaku tak perlu ikut dalam pembangunan rumah sakit yang dikelola orang tua Rudi dan orang tuamu.""Kenapa?'"Alasannya biar menjadi urusan Rudi karena papahnya penyumbang dana terbanyak.""Benarkah? Hanya itu saja alasan Papah.""Kamu sudah tahu alasannya Viona. Pasti Papah juga sudah menghubungimu.""Ayo kita bercerai. Percuma saja kita lanjutkan.""Kamu akan tetap mengejar Abi?""Dan kamu akan mengejar Risa juga?"Keduanya diam, baik Arjuna dan Viona masing-masing sibuk denga
Risa dan Abi tengah menyalami para tamu yang hadir dengan selalu memasang wajah sumringah. Khusus Abi, dia sedikit menjaga image dan hanya tersenyum tipis."Senyumnya yang lebar Mas?" bisik Risa."Mas jaga image Dek.""Astaga. Dasar AC.""Hemm."Risa tak percaya dengan tingkah suaminya. Beneran lagi jadi AC rupanya."Abiiii ... selamat ya? Istrinya cantik sekali.""Ah Abi, tahu gini aku pakai kerudung dari dulu," seorang wanita berpakaian sedikit seksi menyapa Abi dengan genit."Hai Bro, kirain kamu gak bakal nikah. Selamat ya.""Iya selamat ya Abi, wah istrinya cantik. Sholelah lagi.""Hem, makasih," sahut Abi datar.Risa melirik suaminya. Astaga pengin ketawa rasanya. Beneran deh suaminya kembali jadi AC."Ya ampun Bi, tuh muka Lu datar banget. Gak suka Lu sama istri Lu. Ya udah buat Gue aja," ucap Dandi salah satu teman SMA Abi yang memang orangnya gokil.Abi menatap tajam Dandi seperti ingin membunuh."H
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"