Risa tengah mendengarkan penjelasan Bu Ari dengan seksama. Bu Ari tengah menjelaskan tentang Hukum Kekekalan Massa.
"Jadi anak-anak, massa zat sebelum dan sesudah reaksi kimia itu sama. Massa itu bukan berat ya. Mereka besaran yang berbeda. Massa benda selalu sama dimanapun ia berada. Sedangkan berat benda berbeda-beda tergantung nilai gravitasi yang ada di daerah itu.""Hukum kekekalan massa dapat kita lihat dari contoh reaksi antara hidrogen dengan oksigen. Kedua zat itu berwujud gas. Setelah bereaksi terbentuklah air dalam wujud gas, yang apabila suhunya mendingin akan berubah menjadi air. Dari contoh ini kita bisa pahami bahwa berdasarkan Hukum Kekekalan Massa, jumlah zat yang bereaksi akan sama dengan zat hasil reaksi. Hanya saja wujud zat yang dihasilkan berbeda dengan wujud zat pembuatnya."Risa dengan penuh minat dan konsentrasi mendengarkan penjelasan Bu Ari. Citra yang sedang mengalami jatuh cinta sesekali melirik pada cowok incarannya, yaitu Gio. Sampai tidak memperhatikan penjelasan sang guru."Baiklah untuk tugas di rumah kalian kerjakan lagi soal di buku pegangan kalian halaman 15-18 ya. Kemarin masih banyak yang salah. Demikianlah pelajaran hari ini. Kurang lebihnya saya mohon maaf. Selamat siang.""Siang Bu," kompak para siswa.Risa menoleh ke arah sahabatnya lalu menyentuhkan bahunya ke bahu Citra dengan keras."Eh ... copot... copot."Risa tertawa melihat tingkah sahabatnya. Citra memang punya kebiasaan latah kalau kaget."Apaan sih?""Kamu yang apaan. Fokus dong Cit. Ada tugas dari Bu Ari.""Hah, tugas apaan?""Tugas minggu kemarin disuruh dikerjakan lagi. Konsep dasarnya masih banyak yang salah. Kita mulai dulu dari Hukum Kekekalan Massa. Untuk materi hitungan yang lain akan dijelaskan pada pertemuan selanjutnya.""Owh ... hehehe. Kamu paham kan penjelasan Bu Ari?" Citra menatap Risa penuh makna."Sedikit. Kenapa?""Kerjain dulu ya, ntar aku nyontek dan diajarin sama kamu," ucap Citra sambil cengengesan."Dasar."Mau tak mau Risa mengerjakan soal yang kemarin dan setelahnya mengajari Citra dengan penuh kesabaran.*****"Risa."Risa menoleh dan tersenyum kepada Arjuna."Hai Kak Juna.""Kamu mau kemana?""Pulang.""Naik angkot?""Iya.""Ya udah bareng yuk."Risa mengernyitkan dahinya, heran."Kak Juna gak naik motor?""Motorku harus diservis, ayuk bareng lagi pula rumah kita searah.""Oh ... oke."Risa dan Arjuna atau biasa dipanggil Juna adalah sahabat. Dulunya, Papah dan Mamah Juna adalah pelanggan setia soto buatan Ibu Risa. Karena itu mereka sering bertemu makanya mereka akrab. Sambil berjalan menuju gerbang sekolah mereka mengobrol seru. Banyak orang yang menatap mereka berdua penuh minat. Tentu sebagian besar menatap dengan pandangan mengejek. Risa sadar jika dirinya dan Arjuna bagaikan angsa dan itik. Arjuna sangat tampan dengan kulit putih dan senyum menawan. Sedang Risa? Sudah kulit kecokelatan, dekil dan senyum aneh karena posisi gigi atasnya yang lebih maju dari gigi bawah alias tonggos."Ya ampun Jun, kamu jalan sama si tonggos kuper? Kayak gak ada cewek lain apa? Mending Ghea kemana-mana tahu," celetuk Diana bersama gengnya. Risa mendesah dalam hati, kenapa mereka harus berpapasan dengan Diana sih?"Bukan urusan kamu Di, mending Risalah daripada temen kamu yang tukang selingkuh itu," balas Arjuna tak kalah sengit."Ghea cantik Jun, banyak yang suka jadi jangan salahin dialah. Lagian Ghea udah klarifikasi ke kamu kan?""Hehehe. Kamu bikin aku ketawa tahu gak Di, kamu sama Ghea kan sama saja. Katakan sama temen kamu. Aku gak sudi jalan lagi sama bekas sana sini.""Sok alim, kamu.""Biarin, daripada sok polos ternyata sukanya polos beneran. Atau kamu sama saja Di kayak temen kamu itu?""Juna!""Apa! Jangan kamu kira aku gak tahu kelakuan kalian diluar sana. Ayuk Ris." Arjuna langsung menggenggam tangan Risa dan melangkah keluar menuju gerbang. "Sial. Sial. Sial." Diana nampak kesal, lalu memutuskan segera pergi dan diikuti ketiga temannya yang menatap Diana bingung.Tanpa ada satupun yang menyadari bahwa sejak tadi ada tatapan tajam dari pemilik mata elang. Tangannya mengepal. Rahang kokohnya bergerak seperti menahan marah.*****"Nunggu lama ya ternyata," ucap Arjuna."Nunggu angkot ya lama Kak Jun," sahut Risa."Pas hari minggu aku nyari kamu di GOR, kamu gak jualan?""Enggak. Kemarin ada tetanggaku nitipin anak kembarnya. Lumayan jagain seharian bisa nambah uang saku. Kemarin dikasih banyak juga.""Jangan bilang kalau kamu momong adik kembarnya Abizar.""Iya."Abizar dan Arjuna teman seangkatan, sama-sama anak IPA hanya tak pernah satu kelas. Mereka saling mengenal meski tidak terlalu akrab."Abi sih punya pacar gak Ris?""Gak tahu Kak, kalau yang naksir banyak.""Kalian gak pernah ngobrol.""Jarang Kak, cuma sebatas nyapa aja. Risa bingung aja mau ngobrol apa sama Kak Abi.""Iya yah, cowok 'AC' soalnya. Tapi sama aku gak bingung kan? Malah kalau udah ngobrol jadi lupa waktu. Hayooo, bener kan?""Beda Kak, Kak Juna kan orangnya supel dan ramah. Siapapun senang berteman sama Kak Juna. Termasuk Risa.""Jadi kita cuma temen nih?""Ya enggak juga.""Hah, ada yang lain lagi?""Iya. Aku udah menganggap Kakak sebagai kakakku."Juna kecewa. Ah ... cuma kakak rupanya. Risa hanya tersenyum. Cukup lama keheningan meliputi keduanya."Tadi belajar apa?""Owh ... jam terakhir Kimia. Belajar Hukum Kekekalan Massa.""Materi bagus itu. Kamu tahu gak dalam hubungan percintaan ada loh yang namanya 'Hukum Kekekalan Cinta' pernah denger?"Risa terkekeh mendengar plesetan dari Arjuna."Ini baru denger dari Kakak.""Hahaha. Iyakah?""Iya.""Beneran belum pernah denger sebelumnya?""Belum Kak, paling dengernya Hukum Kekekalan Energi.""Jadi kamu gak tahu ya? Sini aku kasih tahu. Hukum kekekalan Cinta itu artinya ada dua reaktan atau zat yang bereaksi. Dimana dengan bantuan katalis bernama hati terjadilah laju reaksi dan dihasilkan sebuah produk bernama cinta dua sejoli.""Ya Allah, Kak Juna bisa aja." Risa tertawa mendengarnya."Beneran. Dimana produk cinta itu jumlah massanya akan sama dengan massa cinta dari kedua zat pembentuknya.""Hahaha." Risa lembali tertawa.Juna menatap remaja di depannya, hem ... cantik. Coba kalau giginya dipasang kawat gigi. Mukanya di kasih skincare sama tubuhnya dikasih lulur, pasti Risa akan jadi cewek yang sangat cantik dan menjadi idola."Kak ... Kak ... KAK," teriak Risa."Eh ... kenapa Ris?" Arjuna gelagapan."Kakak yang kenapa? Kok malah bengong?""Hehehe ... enggak."Hening. Mereka tengah mengamati hilir mudik kendaraan di halte sekolah. Tampak pula siswa siswi lainnya yang juga tengah menunggu angkot atau jemputan."Ris.""Ya.""Gimana menurut kamu tentang hukum yang aku utarakan tadi?""Gimana ya?""Ungkapin aja.""Dalam reaksi kimia bukannya reaktan atau zat yang bereaksi bisa satu atau dua zat bahkan lebih. Pun dengan hasil reaksi atau produknya. Bisa satu zat, dua zat atau lebih.""Maksud kamu?""Kalau dalam reaksi kimia yang terlibat ada tiga zat gimana?"Juna mengernyit kemudian tersenyum memahami maksud Risa."Astaga aku gak pernah mikir kesana. Jadi menurut kamu gimana?""Aku setuju dengan istilah Hukum Kekekalan Cinta dari Kak Juna hanya saja aku kurang yakin produk yang terbentuk bernama cinta dua sejoli semata."Juna menyimak perkataan Risa dengan penuh antusias. "Memang sih Kak, mau satu, dua atau tiga reaktan pasti akan ada reaksi kalau memang zat itu bisa mengalami perubahan kimia. Tapi Risa juga yakin produknya juga belum tentu satu atau dua zat. Bisa juga tiga zat kan?""Jadi menurut kamu, bisa aja produk itu bernama cinta dua produk atau tiga produk alias cinta segitiga gitu?""Betul belum tentu sama wujudnya tapi sama massanya. Massa cinta untuk salah satu atau salah keduanya pasti hasil penjumlahannya tetap sama. Bahkan mungkin dalam reaksi itu bukan hanya cinta sebagai produk tapi bisa kesedihan, kemarahan, pengkhianatan dan kecemburuan. Hehehe.""Hahaha. Gak percuma ngomong sama si pintar Risa ya.""Kak Juna juga pintar. Bukannya selalu masuk peringkat sepuluh pararel?""Tapi sayang selalu kalah sama Abi. Pengennya kayak kamu jadi peringkat satu pararel.""Kak, aku sekolah baru satu semester disini. Belum tentu semester genap aku juara lagi.""Optimis dong.""Tentu. Kak.""Eh ... itu angkot kita kan?""Mana, oh iya ayuk Kak sebelum gak kebagian tempat duduk.""Ayuk."Risa dan Arjuna naik angkot bersama. Sekali lagi sepasang mata elang menatap tak suka dengan mereka. Si mata elang lalu mengendari motornya dan melaju kencang membelah jalanan. *****Risa tengah mengikuti lirik lagu India kesukaaannnya. Mumpung hari sabtu, saatnya bersantai ria. Soalnya tiap hari minggu dia harus berjualan ke GOR. Risa tengah menyalakan musik MP3 lewat HP jadulnya. Lagu yang ia nyanyikan saat ini berjudul 'O Saki Saki' dengan penuh semangat."Aduh." Risa mengaduh karena kepalanya terkena sesuatu. Hah pulpen? Astaga Risa lupa menutup jendela kamarnya. Dengan penuh was-was Risa menoleh ke belakang. Risa memaksakan senyum manisnya."Balikin pulpen aku!"Brak. Tetangga 'AC'-nya menutup jendela kamarnya dengan keras. Ingin rasanya Risa langsung melempar pulpen itu balik lewat jendela kamar. Tapi sadar itu tidak sopan. Akhirnya Risa mematikan musik yang diputar. Kemudian melangkah keluar kamar."Mau kemana Nduk?""Main ke tetangga sebelah Yang?""Oh ... hati-hati.""Eyang, Risa cuma ke sebelah gak main jauh kok.""Ya tetep hati-hati. Namanya musibah kan kita gak tahu?""Iya Eyang. Ya udah Risa ke sebelah ya Eyang?""Iya."Risa akhirnya keluar rumah dan menuju ke rumah tetangga sebelah. Sampai di depan pintu gerbang, Risa terkejut mendapati suasana rumah tetangganya yang ramai."Eh ... Risa sini Nduk, kenalan sama keluarga Tante dari Jogja.""Oh ... i-iya Tante." Dengan canggung Risa menyalami semua keluarga Tante Maira. Kurang lebih ada sekitar sepuluh orang dewasa belum lagi anak kecilnya. "Mbak ... ayo ikut Asyila main." Asyila si bungsu berusia tujuh tahun langsung menarik tangan Risa. Mau tak mau Risa malah jadi ikutan main. Fix, kali ini pun Risa tengah menjadi baby sitter lagi.Risa akhirnya ikut bermain bersama Asyila dan kembarannya Athaya. Juga dengan ketiga anak lain yang merupakan sepupu si kembar."Ris, makan dulu Nduk."Risa menghentikan larinya. Kemudian melirik jam di dinding ternyata hampir waktunya makan siang. "Gak usah Tante. Risa pulang aja. Mau makan sama Eyang." Risa berusaha menolak dengan halus."Wes makan disini."Tante Maira langsung menarik Risa duduk di kursi makan dan mengambilkan makanan langsung untuk Risa.""Risa jadi gak enak Tante," ucap Risa sambil mengulurkan tangan menerima pemberian Tante Maira."Udah dimakan, gak usah malu. Kayak sama siapa kamu itu," tegas Tante Maira.Akhirnya Risa ikutan makan dengan canggung. Namun kecanggungan Risa perlahan menguap entah kemana begitu mendapati keluarga besar Tante Maira yang menyambutnya hangat. Bahkan Risa berkali-kali tertawa mendengar banyolan Yoga sepupu si AC. AC sendiri seperti biasa, pasang muka datar dan dingin.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua, waktunya Risa pulang."Ris, bawa ini ya buat Eyang kamu." Maira menyerahkan beberapa jajanan dan lauk untuk Risa. "Ya Allah, Tante nggak usah repot-repot.""Halah, gak repot kok."Mau tak mau Risa menerima pemberian Tante Maira."Makasih Tan, Risa pulang dulu ya.""Iya."Saat menuju gerbang dan akan membukanya, suara dingin menghentikan langkah Risa."Iya Kak?""Mana pulpenku?""Hah?" Risa melotot tak percaya."Owh ... iya hehehe. Ini Kak."Risa menyerahkan pulpen milik Abizar. Setelah menerima pulpennya Abizar langsung masuk ke dalam rumah tanpa bicara sepatah katapun."Ckckck, dasar AC. Jangan sampai kamu suka cowok macam dia, Ris. Yang ada kamu bakalan makan hati dan dahimu mengerut sana sini," lirih Risa sambil membuka gerbang rumah Abizar. Kemudian menutupnya kembali dan berjalan menuju rumahnya.Suara deru motor memenuhi telinga Risa yang sedang memakai sepatunya. Risa mengamati seseorang yang tengah melepas helmnya. Risa segera menghampiri Arjuna dan menyapanya."Hai Kak, ada apa kesini?""Beli soto Banyumas?""Hah?" Risa melongo."Ck. Jemput kamulah, ayuk naik."Risa masih melongo tak percaya."Buruan ayo."Arjuna menarik tangan Risa menuju ke motornya."Aku belum pamitan.""Oh ... pamitan sana!""Eyang Risa berangkat. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam," teriak Eyang Risa dari dalam rumah.Risa segera bersiap-siap duduk di jok belakang. Sebelum menstarter motornya perhatian Arjuna dan Risa teralihkan pada seseorang yang tengah menstarter motornya juga dari halaman rumah."Baru berangkat, Bi?" tanya Arjuna."Hem."Tanpa banyak kata Abizar langsung menjalankan motornya membelah jalanan."Ck. Tetangga kamu itu.""Emang dia tetanggaku bukan mantanku," sahut Risa cuek."Hahaha. Iya ya
Brukkk.Risa kaget dan langsung menatap siapa yang menabraknya."Hei ... cewek kuper bin tonggos. Kamu harusnya ngaca. Muka jelek kayak gini aja sok-sokan mau jadi pacar Arjuna. Gak level tahu."Byurrr.Risa kaget karena Ghea menyiram bajunya dengan segelas minuman berwarna cokelat."Jauhi Arjuna!Awas kamu!"Ghea dan kawan-kawan meninggalkan Risa yang masih bertahan di toilet. Risa menangis, ah ingin rasanya melawan tapi percuma. Ghea CS terlalu superior untuknya. Risa memilih kembali ke kamar mandi dan membersihkan bajunya yang kotor. Sesekali Risa mengelap air matanya. Risa sudah tak tahan hidup di Jakarta. Disini siapa yang kuat, siapa yang cantik, siapa yang berkuasa bisa bertahan. Sedangkan dia? Risa kembali ke kelas dengan mendapatkan tatapan heran dari teman-teman sekelasnya terutama Citra."Kok basah?""Iya. Tadi kaget ada cicak nemplok di bahuku aku jerit-jerit gak karuan. Malah kena keran air, ya udah basah.""Ooooo.""Cit.
Pagi ini tanggal 14 Februari, semua orang merasa senang pun dengan Risa. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju ke pintu gerbang rumahnya. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Mbak Risa ...." teriak Asyila."Syila. Hai. Wah cantik benar kamu.""Mbak Risa juga, ini Syila kasih cokelat. Selamat hari kasih sayang ya Mbak. Valentino itu ya namanya.""Valentine Syila. Astaga." Kali ini Athaya datang menghampiri kembarannya."Kalau Valentino itu pacar kamu, eh dia ulang tahun berarti loh.""Diem kamu Athaya, aku masih kecil.""Masih kecil tapi niat ngasih cokelat sama Valentino wee ....""Kamu juga mau ngasih bunga sama Bu guru Vira. Weee .... ""Biarin weee, aku kan sayang sama Bu Guru.""Valen temen aku. Aku juga sayang wee ...."Astaga kedua bocah umur tujuh tahun sudah bilang sayang-sayangan. Ckckckck. Apa kabar Risa dulu ya? Perasaan diumur segitu Risa tahunya main gundu. Gak ngerti kata i love you. Hihihi. Risa asik melih
Risa membuka pintu rumahnya, tampak remaja cantik seusianya berdiri di depan pintu."Hai, aku Sherin, sepupunya Arjuna.""Hai, aku Risa. Masuk yuk Kak.""Sherin aja atau kamu bisa panggil aku Ririn.""Oh, baiklah. Masuk Rin.""Oke."Risa mengajak Sherin masuk, rupanya Sherin gadis yang supel dan mudah bergaul. Dalam waktu singkat mereka sudah akrab."Aku langsung dandanin kamu aja ya?""Nunggu maghrib aja Rin, kan bentar lagi.""Okelah."Setelah melaksanakan sholat, Sherin langsung mendandani Risa. Sherin takjub, benar kata sepupunya kalau Risa itu cantik. Risa cuma butuh diperbaiki dandanannya, terutama bentuk giginya."Kamu cantik.""Tapi jelek karena bentuk gigiku kan?""Halah itu mah gampang, pakai behel aja.""Rin.""Iya.""Apa ukuran seorang cewek bagi cowok itu cantik fisik?""Ya iyalah Ris, hampir semua cowok kan lihat kita dari fisiknya dulu. Makanya cewek sekarang berlomba-lomba agar bisa
Risa dan Abizar sampai juga di gerbang rumah. Risa langsung berjalan lunglai menuju pagar rumahnya. Langkah Risa terhenti karena cekalan tangan Abizar. Risa menoleh ke arah Abizar."Kenapa harus dengan cara seperti ini Risa?"Risa diam, tak menjawab pertanyaan Abizar."Apa yang kamu dapat dengan melakukan hal ini hem?""Sebuah keputusan," jawab Risa singkat."Dan kamu yakin dengan keputusanmu?"Risa mengangguk dan tersenyum."Ayo." Abizar menarik tangan Risa lembut.Mereka bersama-sama mengetuk pintu rumah Risa.Ceklek.Risa dan Abizar tertegun karena mendapati seorang wanita yang membukakan pintu."Anda siapa?" tanya Risa."Risa," teriak seorang lelaki dari dalam rumah."Lik Hamdi?""Iya. Wah kamu udah besar ya. Kamu mirip Mas Handi. Kenalkan ini istri Lilik, Tina."Risa menyalami lilik dan istrinya. Abizar pun melakukan hal yang sama."Ris, sudah pulang?" Eyang Risa datang menghampiri.
Risa tengah menemui wali kelasnya untuk pengajuan kepindahan sekolah."Kamu yakin Ris? Gak nunggu setelah semesteran saja." Bu Heni wali kelasnya menasehati."Gak bisa Bu, kan Ibu tahu sendiri masalah saya.""Baiklah kalau begitu. Oh iya kamu sudah bilang sama Dito dan Citra?""Belum Bu. Saya mohon jangan sampai mereka tahu ya.""Apa tidak sebaiknya kamu kasih tahu mereka Ris?""Saya gak tega Bu. Mereka sahabat setia saya. Saya takut mereka sedih.""Ya sudah kalau begitu.""Saya pamit ya Bu.""Iya, hati-hati pulangnya.""Iya Bu, mari."Risa keluar dari ruang guru kemudian berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Sampai di dekat ruang perpustakaan dia berpapasan dengan Arjuna. Keduanya tampak canggung apalagi Arjuna tengah jalan dengan cewek cantik yang Risa tahu adalah teman seangkatannya dan memang dia sangat cantik sekaligus populer. Risa memilih berlalu pun Arjuna. Mereka sama-sama menganggap diri mereka tak saling
Abizar mengamati rumah Risa, dua hari ini rumah itu kelihatan sepi. Kemana semua orang? Sang mamah dari hari sabtu pun sudah sibuk wara wiri mengetuk rumah sebelah tapi nihil."Kamu kemana Ris?" lirih Abizar.Abizar pun memilih untuk menstarter motornya. Nanti dia akan membeli bubur ayam kesukaan Risa setelah selesai latihan basket. Abizar sudah memutuskan untuk lebih mengikuti kata hatinya.Pulang dari latihan, Abizar begitu terkejut mendapati rumah Risa sedang dikerumuni banyak orang. Disana juga terlihat alat berat yang tengah merobohkan rumah Risa.Abizar langsung berlari dan menuju halaman rumahnya. Terlihat mamahnya tengah menangis di bahu sang papah. Sementara kedua adiknya tengah duduk di teras dengan pandangan kosong. Abizar ikut duduk dan berada di tengah si kembar.Asyila menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca."Mbak Risa pergi Mas. Pergi jauh. Rupanya malam itu Mbak Risa beneran pamitan."Asyila langsung memeluk sang ka
Langkah kaki tegap seorang dokter berusia 27 tahun menggema. Tubuh tinggi atletis dengan kulit putih, alis tebal dengan bibir tipis serta wajah tampan nan rupawan membuat siapa saja yang melihatnya tak ingin berpaling. Termasuk Viona."Abizar." Viona melangkah mendekati Abizar yang masih tetap berjalan tanpa berhenti bahkan menengok ke arah Viona pun tidak."Makan yuk Bi, bentar lagi istirahat siang." Viona berusaha mengimbangi langkah kaki Abizar."Gak.""Ayolah Bi, udah lapar nih. Perut kita juga butuh dikasih makan tahu, jangan sampai kita sakit kalau kita sakit kasihan pasien-pasien kita. Ya kan Bi," ucap Viona dengan wajah sumringah.Sayang Abi hanya diam dan terus berjalan bahkan meninggalkan Viona tanpa membalas atau menolak ajakannya. Viona mendesah, dia berhenti mengikuti langkah Abi. Viona menatap punggung Abi dengan mata nanar."Masih belum menyerah rupanya."Viona menoleh ke sumber suara, dia kemudian tersenyum."Hai Arjuna."
Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g
"Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun
Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da
Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat
Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh
Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb
Olivia menatap nanar lalu lalang orang di depannya. Sudah satu bulan dia putus dengan Abyan dan rasanya menyesakkan. Bukannya Via tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki semuanya. Dia sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan dengan mendatangi rumah Abyan, tetapi Abyan bergeming tidak mau kembali lagi kepadanya.Olivia terkekeh. Menertawai diri sendiri. Karena kekhilafannya, Via akhirnya berpisah dengan Abyan."Masih menyalahkan diri sendiri?"Olivia menatap Edo yang baru duduk di depannya. Ada tatapan kesedihan di mata Olivia dan Edo membencinya karena tatapan itu ditujukan kepada Abyan bukan dirinya."Aku loh yang selalu ada di samping kamu, Vi. Membantu kamu selama kamu menyelesaikan gelar doktermu, menyayangi kamu, dan jadi pelampiasan nafsu kamu. Kenapa aku harus mengalah sama Byan, hah?""Karena aku gak cinta sama kamu.""Gak cinta tapi kita udah lebih dari sekedar ciuman. Kalau aku bilang, semua bagian tubuhmu udah gak per
Abyan sedang memukul samsak di depannya. Sejak dua jam yang lalu, samsak menjadi pelariannya. Dia marah itu jelas, terluka pasti. Mana ada cowok yang diselingkuhi akan tertawa. Apalagi jika wanita itu kamu sukai sejak masih kecil. Iya, Abyan menyukai Via sejak mereka bertemu pertama kali. Saat itu usia Abyan masih sebelas tahun sementara Olivia delapan tahun. Meski masih kecil, Olivia yang cantik menarik hati Abyan. Bahkan pertemuan keduanya terjadi setelah Byan lulus SMA dan Via baru saja lulus SMP. Abyan yang sejak kecil dididik secara ketat oleh kedua orang tuanya memilih mencintai Via dalam diam. Lagi pula untuk apa mengumbar kata cinta jika keduanya belum halal. Karena itu, Byan pura-pura cuek dengan perhatian bahkan ungkapan cinta Olivia. Abyan baru mau menerima Olivia setelah satu tahun menempuh pendidikan spesialis Mata di Inggris dan Olivia sudah memasuki tahun keempat di fakultas kedokteran. Mereka menjalani hubungan LDR hingga keduanya jarang bertemu. Saat bertemu pun lebih
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"