Bab 35 Aku kembali ke dalam rumah saat berpapasan dengan Mas Agung tepat di depan pintu. Tampang lelaki itu tanpa gelisah sambil sesekali mengusap wajahnya saat meraih kunci mobil.Aku mengernyitkan kening, kemudian masih berdiri di tempatku dan membiarkan lelaki itu melewatiku begitu saja. Ketika akan membuka pintu mobil, lelaki itu kembali mendekat ke arahku."Indira, Maafkan Mas kali ini karena harus pergi." Aku mengangguk samar meski tak mengerti.Entah apa maksudnya dia berkata demikian, aku pun tidak tahu. Tapi yang jelas, rasa khawatir itu semakin kentara di wajahnya yang bersih dan mulus tanpa ada sedikitpun janggut atau kumis."Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, Mas. Lagipula jika kamu ingin pergi kemanapun, aku tidak akan repot-repot untuk menahanmu di sisiku," kataku berusaha bersikap acuh agar dia mengerti bahwa rasaku untuknya telah lama pergi. Kini yang tersisa hanya rasa sakit akibat ulahnya.Lelaki itu kem
Bab 36Rasa lelah langsung mendera, saat barusaja aku menginjakkan kakiku di rumah. Cuaca hari ini yang panas membuat keringat berjatuhan. Sudah lima hari Mas Agung pergi tanpa kabar sejak aku mendengar berita yang dibawa oleh Bu Dewi.Karena Adi masih belum pulang sekolah, aku memutuskan untuk mandi agar lebih segar. Dan ternyata benar usai mandi dengan air hangat, tubuhku terasa lebih rileks dan segar sekarang. Untung saja aku tidak menerima orderan untuk hari ini karena setelah beberapa hari kelelahan akibat menerima orderan yang lumayan cukup banyak.Aku duduk di sofa sambil melihat total hasil penjualan hari kemarin yang ternyata lumayan banyak masuk kedalam rekeningku, tentunya setelah dipotong biaya bahan dan upah untuk Bu Dian. Aku mulai berpikir untuk menyewa ruko dan membuka usaha juga akan merekrut beberapa pegawai, karena makin hari orderan yang datang makin banyak dan aku tak bisa menghandle semuanya.Terdengar deru mesin dari halaman. Dan sep
Bab 37Terpaksa sebenarnya aku pergi ke tempat yang alamatnya telah di dikirim lewat aplikasi, setelah mendapat panggilan dari Yuda yang mengatakan untuk datang ke tempat itu. Yang ternyata dia sudah berada disana bersama dengan Adi yang asyik menikmati es kelapa muda dan ayam bakar."Bukanya pulang malah keluyuran bersama om Yuda ya," kataku sambil mengangsurkan tangan yang langsung dicium oleh Adi. Bocah lelaki satu-satunya itu hanya yang nyengir sambil menyeruput minuman yang terlihat sangat segar."Tadi Om Yuda yang menjemputku, Bu," katanya sambil mengajakku makan. "Katanya hari ini om Yuda ulang tahun." Adi bicara lagi dengan mulut penuh makanan. "Benarkan, Om," kata Adi melirik kepada lelaki yang hari ini sangat menawan dengan t-shirt adidas putih yang pas di tubuhnya yang atletis.Lelaki itu tersenyum simpul sambil mengangguk singkat dan menatap lekat ke arahku. Tentu saja aku menjadi salah tingkah, takut ada sesuatu hal yang sal
Bab 38"Lawan aku, sekarang!" Sengaja kubuka pintu gerbang selebar mungkin agar mereka tahu bahwa bermain-main dengan Indira adalah suatu kesalahan yang besar. Jangan mereka pikir aku akan takut dengan ancamannya, justru aku akan menantang lelaki tua tak punya malu itu dan menghajarnya kalau perlu, hingga dikemudian hari mereka tak akan berani menyakitiku apalagi anakku. Jika ayahnya Zahra berpikir bahwa aku hanya wanita lemah yang pekerjaannya hanya berdiam diri di dalam rumah sambil mengurus anak dan suami, maka pikirannya sama sekali salah besar. Aku Indira, dibesarkan dengan kerja keras dan keringat dari kedua orang tuaku, yang bisa membuatku berdiri di atas kakiku sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Aku bukan wanita lemah yang hanya duduk diam diri di rumah sambil meratapi nasib yang kini tengah menimpaku. Tidak sama sekali. Bahkan aku siap maju ke medan perang andaikan diperlukan untuk membela kebenaran."Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak ber
Bab 39Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, ketika aku bersama dengan Adi menuju ke rumah ibu mertua untuk mengantarkan beberapa pesanan. Ibu mertua akan mengadakan acara syukuran rutinan tiap bulan. Dan aku diminta untuk datang, selain karena memesan aneka camilan, kue dan aneka makanan buatanku. Ayah mertua sendiri yang datang menjemput karena banyaknya barang yang akan kubawa, hingga tidak memungkinkan jika dibawa dengan motor sendirian."Sudah, Indira, kamu masuk saja ke dalam, biar Ayah yang membawa barang-barang ini, lagian sepertinya Ibumu juga sangat merindukanmu," kata ayah mertua yang kubalas dengan anggukan. Aku selalu segan kepada lelaki bergelar ayah dari suamiku itu, yang sikapnya selalu ramah dan baik, meskipun anaknya menyakitiku."Kalau begitu Indi bawa kresek yang ringan saja, Yah, terima kasih sebelumnya." Ayam mertua tersenyum sambil mengusap kepala Adi. Aku berlalu ke dalam dengan tangan kanan kiri penuh dengan bara
Bab 40'Ada apa denganmu, Mas.'Kupandangi wajah lelaki yang selama sepuluh tahun itu pernah menjadi pelindungku, sebelum akhirnya badai rumah tangga menerjang kami berdua dan Mas Agung ternyata goyah, tak mampu bertahan pada kesetiaan. Hingga akhirnya berjalan di tempat yang tak seharusnya.Mungkin jika dia mendapati wanita yang lebih segalanya dariku, aku tak akan terlalu sakit seperti ini. Tapi nyatanya wanita pilihannya benar-benar minus baik akhlak maupun perangainya.Ayah dari anakku pun sama tengah memandangku dengan tatapan yang entah. Tampak garis kemerahan samar di wajahnya. Segera ku alihkan pandangan ke bawah, agar jangan sampai hati ini goyah. Keputusan sudah kuambil, pendaftaran proses cerai telah diajukan, maka aku tidak ingin terpengaruh lagi oleh hal apapun yang mungkin akan membuatku urung menggugat cerai suamiku yang telah mengecewakanku berkali-kali itu. Setelah selesai acara, Ibu Mertua membagikan bingkisan untuk masing-m
Bab 41"Mbak, bisakah kita bicara sebentar." Yuni berdiri dengan perasaan sulit kuartikan. Kupandangi wajah itu secara seksama. Aku menelan ludah secara kasar. Tenggorokan rasanya tercekat melihat perut Yuni yang membuncit, sepertinya wanita itu tengah hamil entah berapa bulan. Susah payah aku menormalkan debaran dadaku saat mengingat bagaimana kondisi Mas Agung saat itu di rumah Yuni. Hampir telan*ang. Entah kenapa aku berpikir bahwa anak yang dikandungnya pun adalah anak dari suamiku, yang sebentar lagi akan berubah gelar menjadi mantan suami."Aku mohon, Mbak." Raut wajah Yuni terlihat sayu saat menatapku. Binar matanya mengembun seolah tengah bergelut dalam nestapa. Tentu saja, kupikir tak mudah berada dalam posisinya. Janda anak satu dengan janin yang sudah berkembang, tanpa suami pula.Aku sedikit melirik ke arah Yuda yang mengangguk dan tak berkedip melihat Yuni."Kami akan menunggu di mobil, silahkan jika kalian mau mengobrol," kata Yuda s
Bab 42"Yu--Yuni?!" Mata Zahra menatap tajam ke arahku, saat Yuni turun dari mobil dan melangkah cepat pada Mas Agung. Wanita yang berdiri di sampingnya itu, seperti tak rela ketika suaminya didatangi wanita lain."Mas, aku mau bicara," seru Yuni pada lelaki yang bibirnya tekatup rapat itu. Sesekali dia melirikku dengan pandangan entah."Mau kamu apa kamu datang ke mari?" Zahra berkacak pinggang, aku tersenyum garing. Bisa kubayangkan bagaimana perasaan Zahra saat ini."Bukan urusanmu, aku ingin bicara dengan Mas Agung sekarang," sergah yuni sambil sedikit mengenyahkan Zahra dari hadapannya, dan merapat kepada Mas Agung yang urung membuka pintu mobil."Yuni, kamu--" Mas Agung menatap ragu wanita itu seperti salah tingkah. Apalagi saat melirik ke arahku yang kubalas dengan tatapan tajam. Kendati demikian, di sini aku hanya sebagai penonton dan tidak ingin terlalu ikut campur urusan mereka. Biarlah Mas Agung dan kedua wanita itu menyel