Bab 37
Terpaksa sebenarnya aku pergi ke tempat yang alamatnya telah di dikirim lewat aplikasi, setelah mendapat panggilan dari Yuda yang mengatakan untuk datang ke tempat itu. Yang ternyata dia sudah berada disana bersama dengan Adi yang asyik menikmati es kelapa muda dan ayam bakar."Bukanya pulang malah keluyuran bersama om Yuda ya," kataku sambil mengangsurkan tangan yang langsung dicium oleh Adi. Bocah lelaki satu-satunya itu hanya yang nyengir sambil menyeruput minuman yang terlihat sangat segar."Tadi Om Yuda yang menjemputku, Bu," katanya sambil mengajakku makan. "Katanya hari ini om Yuda ulang tahun." Adi bicara lagi dengan mulut penuh makanan."Benarkan, Om," kata Adi melirik kepada lelaki yang hari ini sangat menawan dengan t-shirt adidas putih yang pas di tubuhnya yang atletis.Lelaki itu tersenyum simpul sambil mengangguk singkat dan menatap lekat ke arahku. Tentu saja aku menjadi salah tingkah, takut ada sesuatu hal yang salBab 38"Lawan aku, sekarang!" Sengaja kubuka pintu gerbang selebar mungkin agar mereka tahu bahwa bermain-main dengan Indira adalah suatu kesalahan yang besar. Jangan mereka pikir aku akan takut dengan ancamannya, justru aku akan menantang lelaki tua tak punya malu itu dan menghajarnya kalau perlu, hingga dikemudian hari mereka tak akan berani menyakitiku apalagi anakku. Jika ayahnya Zahra berpikir bahwa aku hanya wanita lemah yang pekerjaannya hanya berdiam diri di dalam rumah sambil mengurus anak dan suami, maka pikirannya sama sekali salah besar. Aku Indira, dibesarkan dengan kerja keras dan keringat dari kedua orang tuaku, yang bisa membuatku berdiri di atas kakiku sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Aku bukan wanita lemah yang hanya duduk diam diri di rumah sambil meratapi nasib yang kini tengah menimpaku. Tidak sama sekali. Bahkan aku siap maju ke medan perang andaikan diperlukan untuk membela kebenaran."Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak ber
Bab 39Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, ketika aku bersama dengan Adi menuju ke rumah ibu mertua untuk mengantarkan beberapa pesanan. Ibu mertua akan mengadakan acara syukuran rutinan tiap bulan. Dan aku diminta untuk datang, selain karena memesan aneka camilan, kue dan aneka makanan buatanku. Ayah mertua sendiri yang datang menjemput karena banyaknya barang yang akan kubawa, hingga tidak memungkinkan jika dibawa dengan motor sendirian."Sudah, Indira, kamu masuk saja ke dalam, biar Ayah yang membawa barang-barang ini, lagian sepertinya Ibumu juga sangat merindukanmu," kata ayah mertua yang kubalas dengan anggukan. Aku selalu segan kepada lelaki bergelar ayah dari suamiku itu, yang sikapnya selalu ramah dan baik, meskipun anaknya menyakitiku."Kalau begitu Indi bawa kresek yang ringan saja, Yah, terima kasih sebelumnya." Ayam mertua tersenyum sambil mengusap kepala Adi. Aku berlalu ke dalam dengan tangan kanan kiri penuh dengan bara
Bab 40'Ada apa denganmu, Mas.'Kupandangi wajah lelaki yang selama sepuluh tahun itu pernah menjadi pelindungku, sebelum akhirnya badai rumah tangga menerjang kami berdua dan Mas Agung ternyata goyah, tak mampu bertahan pada kesetiaan. Hingga akhirnya berjalan di tempat yang tak seharusnya.Mungkin jika dia mendapati wanita yang lebih segalanya dariku, aku tak akan terlalu sakit seperti ini. Tapi nyatanya wanita pilihannya benar-benar minus baik akhlak maupun perangainya.Ayah dari anakku pun sama tengah memandangku dengan tatapan yang entah. Tampak garis kemerahan samar di wajahnya. Segera ku alihkan pandangan ke bawah, agar jangan sampai hati ini goyah. Keputusan sudah kuambil, pendaftaran proses cerai telah diajukan, maka aku tidak ingin terpengaruh lagi oleh hal apapun yang mungkin akan membuatku urung menggugat cerai suamiku yang telah mengecewakanku berkali-kali itu. Setelah selesai acara, Ibu Mertua membagikan bingkisan untuk masing-m
Bab 41"Mbak, bisakah kita bicara sebentar." Yuni berdiri dengan perasaan sulit kuartikan. Kupandangi wajah itu secara seksama. Aku menelan ludah secara kasar. Tenggorokan rasanya tercekat melihat perut Yuni yang membuncit, sepertinya wanita itu tengah hamil entah berapa bulan. Susah payah aku menormalkan debaran dadaku saat mengingat bagaimana kondisi Mas Agung saat itu di rumah Yuni. Hampir telan*ang. Entah kenapa aku berpikir bahwa anak yang dikandungnya pun adalah anak dari suamiku, yang sebentar lagi akan berubah gelar menjadi mantan suami."Aku mohon, Mbak." Raut wajah Yuni terlihat sayu saat menatapku. Binar matanya mengembun seolah tengah bergelut dalam nestapa. Tentu saja, kupikir tak mudah berada dalam posisinya. Janda anak satu dengan janin yang sudah berkembang, tanpa suami pula.Aku sedikit melirik ke arah Yuda yang mengangguk dan tak berkedip melihat Yuni."Kami akan menunggu di mobil, silahkan jika kalian mau mengobrol," kata Yuda s
Bab 42"Yu--Yuni?!" Mata Zahra menatap tajam ke arahku, saat Yuni turun dari mobil dan melangkah cepat pada Mas Agung. Wanita yang berdiri di sampingnya itu, seperti tak rela ketika suaminya didatangi wanita lain."Mas, aku mau bicara," seru Yuni pada lelaki yang bibirnya tekatup rapat itu. Sesekali dia melirikku dengan pandangan entah."Mau kamu apa kamu datang ke mari?" Zahra berkacak pinggang, aku tersenyum garing. Bisa kubayangkan bagaimana perasaan Zahra saat ini."Bukan urusanmu, aku ingin bicara dengan Mas Agung sekarang," sergah yuni sambil sedikit mengenyahkan Zahra dari hadapannya, dan merapat kepada Mas Agung yang urung membuka pintu mobil."Yuni, kamu--" Mas Agung menatap ragu wanita itu seperti salah tingkah. Apalagi saat melirik ke arahku yang kubalas dengan tatapan tajam. Kendati demikian, di sini aku hanya sebagai penonton dan tidak ingin terlalu ikut campur urusan mereka. Biarlah Mas Agung dan kedua wanita itu menyel
Bab 43Aku mengernyitkan keningku bingung melihat Yuda yang seperti tersenyum tapi entah tengah menertawakan apa. Dan bodohnya bibirku tak tahan untuk sekedar bertanya langsung padanya."Padahal Yanti kelihatannya marah lho, tapi kamu malah tersenyum senang. Kenapa?" Kutatap Yuda dengan wajah heran. Adi kembali tidur di kursi belakang."Kenapa kamu sangat penasaran, Mbak?" Masih dengan tarikan senyum, Yuda bicara."Sudahlah, jika kamu tidak mau cerita, tak penting juga," balasku berusaha mengalihkan pandangan menuju ke jalan raya di depan yang seperti berlari."Katakan saja, apa alasannya hingga aku harus bicara padamu. Mungkin jika bisa aku akan jawab." Aku mengangkat bahu, cuek, meski hati sebenarnya penasaran. Tapi mungkin juga Yuda tidak mau bercerita apapun padaku, itu privasinya."Yanti akan menikah karena terpaksa. Sebenarnya sudah lama dia mengejarku, tapi selalu kuabaikan. Dan belakangan ini niatnya untuk menjadi pacarku
Bab 44Pada akhirnya keadaanku bener-bener memburuk. Meski tidak benar-benar pingsan, tapi aku merasakan seluruh badanku terasa lemas tak bertenaga. Mungkin karena terlalu terkejut hingga aku tidak bisa menguasai badanku sendiri, akhirnya aku ambruk dan terkulai lemas. Beberapa orang mengangkatku masuk ke rumah setelah kurasakan badanku menggigil hebat dengan kepala yang sangat berat. Entahlah apa yang terjadi setelahnya, aku tidak mengetahuinya saat perlahan-lahan kesadaranku mulai hilang.Kubuka kelopak mata perlahan dan mengerjapkan mataku berkali-kali. Ternyata aku berada di dalam kamar dan hari masih siang saat tak kulihat lampu kamar yang menyala.Sedikit terkejut, aku mengingat kejadian saat di mana aku merasakan kepala yang berat dengan badan yang tidak bisa aku kontrol. Apa yang terjadi setelahnya, akupun tidak terlalu mengingatnya. Suara seorang lelaki bersahutan dengan orang lain terdengar samar dari luar ruangan. Kucoba bergerak perlahan untuk bangkit dan menuju sumber s
Bab 45Tiga hari ini, benar-benar kuhabiskan waktuku untuk berbaring dan beristirahat di kamar. Bu Dewi dan Bu Dian yang bolak-balik ke rumah tidak mengizinkanku bekerja, bahkan untuk sekedar membantunya. kedua wanita itu bahkan telah tampak telaten membuat adonan kue diselingi dengan canda tawa.Adi yang iseng tidak segan-segan ikut menimpali sambil mencolek adonan kue dan menempelkannya ke hidung Bu Dewi.Yuda yang datang di saat hari mulai sore bahkan tidak mau kalah. Dia ikut nimbrung di dapur bahkan membantu mengemas kue-kue kering yang dimasukkan ke dalam toples. Pemuda itu tampak tampan meskipun tengah memakai apron khas ibu-ibu. Tangan kekar dan berototnya tanpa lihai saat memilah kue kering sambil mencicipi sebelum mengemasnya.Sesekali ujung sendok atau sutil mengarah ke ujung tangannya. Bu Dewi melotot karena anak itu banyak memakan kue di depannya. "Aku kan cuma nyicip doang," kata Yuda santai saat