Mobil James berhenti disebuah taman. Ia mengajak Karen untuk singgah di taman. Karena hari ini adalah hari kerja, jadi taman itu tidak terlalu ramai.
James turun dari mobil. Ia membuka pintu Karen. Mata Karen terbelalak melihat tempat itu.
Taman yang sebulan lalu menjadi tempat bahagianya, sebelum Robin selingkuh dari dirinya.
Kenangan itu kembali lagi dalam ingatan Karen. Wajah Robin saat melamar dirinya kembali hadir dalam bayangan Karen.
Karen menghela napas dengan dalam. Kedua netranya ia pejamkan, mencoba untuk melupakan semua kenangan sebulan yang lalu itu.
"Karen ... Kau tidak apa-apa kan?" James tidak tahu apa yang dialami Karen di taman itu.
Karen menggelengkan kepalanya, lalu melangkah turun dari mobil James. Mereka pun berjalan menuju taman.
"Karen, kau tidak suka dengan taman ini?"
Karen tidak mendengar apa yang dikatakan oleh James. Hatinya kembali sakit, namun ia mencoba untuk tidak menunjukkan raut sedih dari wajah cantiknya itu.
"Karen ...," panggil James lagi.
"O-oh maaf James aku tidak mendengar m tadi."
"Ada apa Karen? Apa kau baik-baik saja? Sejak sampai di taman ini, kau seperti sedang memikirkan sesuatu."
"Mm. James, dulu Robin melamar ku disini. Penantian panjang ku selama berpacaran dengan Robin berakhir disini. Tapi ..."
Karen menghela napas, dan menutup kedua netranya, lalu kembali membukanya, "tapi Robin malah memilih selingkuh dengan sekretarisnya, Natalia."
Netra Karen mulai panas, karena menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar.
Sementara James masih menatap Karen dengan tatapan iba.
"Kau tahu James. Selama tiga tahun berpacaran dengan robin, aku selalu berusaha menjaga cinta kami. Aku setia pada Robin. Tapi ternyata yang ku dapat malah perselingkuhannya."
"James! Apa menurut mu kesetiaan saja tidak cukup? Apa cinta saja tidak bisa menjaga hubungan? James apa aku salah jika aku tidak mau memberi tubuh ku pada Robin?"
Air mata Karen kini tidak mampu ia bendung. Hatinya benar-benar sangat sesak sekarang.
James menyandarkan Karen pada bahunya. Membelai lembut rambut Karen. Ia merasa iba pada Karen.
"Jadi ... Itu sebabnya kau mencaci nama Robin di bar?"
Karen menganggukkan kepalanya.
"Maaf Karen. Aku tidak bermaksud membuat mu sedih. Ayo, kita pergi saja dari taman ini!"
James meraih tangan Karen. Kemudian, mereka melangkah menuju mobil, lalu meninggalkan taman.
Tidak percakapan diantara Karen dan juga James.
James seakan enggan untuk memulai percakapan, terlebih melihat Karen yang masih sedih.
"James, antar aku pulang ya. Aku ingin istirahat." James hanya mengangguk.
*****
"Karen, istirahatlah! Tidak perlu menangisi orang bodoh seperti Robin."
"Ya. Hati-hati dijalan James." Karen melambai ke arah James.
Setelah mobil James menghilang dari pandangan Karen, ia pun bergegas masuk ke rumah.
Karen menghempaskan tubuh mungilnya di sofa. Netranya kembali ia pejamkan, lalu membuka kembali.
Kini mata Karen tertuju pada foto keluarga yang terpajang di dinding.
"Pa, ma, Karen rindu kalian. Putri kecil yang selalu kau jaga agar tidak menangis, kini sedang terluka. Aku tidak punya siapa-siapa pa, ma. Andai kalian masih ada, mungkin aku tidak akan seperti ini."
Karen kembali menangis. Disaat-saat seperti ini, dia sangat butuh tangan ibunya untuk menghapus air mata, dan bahu ayahnya untuk bersandar.
Setelah lelah menangis, Karen akhirnya tertidur. Tidak tau sudah berapa lama. Saat Karen bangun, ia melihat jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Perut Karen kini berteriak minta diisi. Sebelum makan, Karen membersihkan dirinya di kamar mandi.
Karena Karen tidak memiliki asisten rumah tangga, jadi ia memilih untuk memesan makanan melalui aplikasi online.
Butuh waktu sekitar 30 menit setelah dipesan, akhirnya makanan Karen sampai.
Karen menikmati makanannya dengan sangat lahap.
*****
Sementara itu, disebuah kamar yang sangat luas, bernuansa putih dengan ranjang berukuran king size serta balkon yang mengarah ke sebuah kolam. James melipat kedua tangannya.
Pikiran James masih melayang pada Karen. Ia merasa bersalah pada Karen.
James ingin menanyakan keadaan Karen, namun James ragu.
James menghembuskan napas dengan kasar. Kemudian, menatap kearah kolam. Pikirannya tidak bisa berhenti untuk memikirkan Karen.
"Ada apa dengan ku? Kenapa aku sangat merasa bersalah pada Karen? Lalu, apa Karen baik-baik saja sekarang?" gumam James.
James kemudian meraih ponselnya yang terletak di meja tidak jauh darinya. James memberanikan diri untuk mengirimkan pesan pada Karen.
Tling ...
[Aku baik-baik saja, James. Aku juga sudah makan. Bagaimana dengan mu?]
Balasan dari Karen membuat James sedikit tersenyum.
[Makasih sudah menanyakan ku(emoticon senyum)]
Pesan kedua dari Karen membuat hati James bahagia. Senyum manis James semakin menegaskan pesona dirinya.
Tidak ada yang bisa menyangka jika James yang merupakan CEO di JH Finance adalah seorang duda.
Pesona James jelas memiliki daya tarik tersendiri.
[Aku juga sudah makan Karen. Selamat istirahat]
James membalas pesan Karen.
******
Pagi ini Karen memutuskan untuk Jongging sembari melupakan semua tentang Robin.
Karen memakai baju kaos berwarna putih senada dengan warna sepatu sportnya, dipadukan dengan celana legging berwarna hitam, serta topi berwarna putih.
Tak lupa, Karen juga memakai headset. Kemudian ia bergegas berlari menyusuri jalanan.
Banyak orang yang juga sedang Jongging pagi ini. Mulai dari yang muda hingga orang lanjut usia.
Karen mengembangkan senyuman pada orang yang ia sapa.
Mood Karen perlahan membaik. Suasana pagi ini membuat Karen sedikit lebih membaik dari hari kemarin.
Saat sedang istirahat. Orang tua Robin melihat Karen, lalu menghampiri Karen.
"Hai Karen. Selamat pagi." Ibu Robin bernama Lusi menyapa dan tersenyum pada Karen, begitu juga ayah Robin.
"Eh, halo Om, Tante. Selamat pagi juga."
"Karen, kamu juga suka joging disini ya?"
"I-iya Tante."
"Karen, kamu kok nggak pernah lagi datang kerumah?" Kini ayah Robin yang bertanya pada Karen.
"Kamu sama Robin nggak apa-apa kan?" tambah Lusi.
Karen terdiam sejenak. Ia tidak menyangka jika Robin belum memberitahu kedua orangtuanya.
"Mm ... Tante, Om. Apa Robin belum cerita apa-apa?" tanya Karen.
Kedua orang tua Robin menggelengkan kepala.
"Sebenarnya, Karen sudah putus dengan Robin, Tante, Om." Karen menundukkan kepalanya.
"Apa? Putus? Tapi kenapa Karen?" Ayah Robin terkejut mendengar omongan Karen, begitu juga dengan istrinya Lusi.
'Kenapa Robin belum memberitahu kedua orangtuanya? Apa dia malu jika harus mengatakan penyebab putusnya hubungan kami karena ia selingkuh dengan Natalia?, batin Karen sambil menatap kedua pasangan paruh bayah itu.
"Om, Tante. Karen tidak tau jika Robin belum jujur sama Om juga sama Tante. Karen sudah tidak punya hubungan apapun lagi dengan Robin. Sudah sebulan sejak kami putus."
"Tapi kenapa Karen? Apa penyebab nya?" Ayah Robin kembali bertanya pada Karen.
"Om tanya saja pada Robin. Biar Robin yang jelasin sama om dan tante. Karen permisi dulu ya om, tante. Senang bertemu dengan kalian."
Karen kemudian meninggalkan mereka berdua.
'Kenapa Robin putus dengan Karen? Bagaimana jika mereka tidak jadi menikah?' batin ayah Robin.
Ayah Robin masih menerka-nerka penyebab putusnya Robin dan juga Karen. Langkah kakinya semakin dipercepat agar segera sampai di rumah.Sama dengan suaminya. Lusi juga tidak habis pikir, kenapa Robin tidak memberitahu apapun.Kedua pasangan paruh bayah itu sudah sampai di rumah mereka. Wajah Gunawan dan Lusi terlihat sangat tidak bersahabat saat melihat Robin yang sedang menikmati sarapannya."Robin, apa maksud Karen mengatakan bahwa hubungan kalian sudah selesai?" Nada suara Gunawan terdengar berat juga bercampur emosi.Robin terkejut mendengar pertanyaan ayahnya itu. Ia tersendat lalu berbatuk.Mulut Robin sedikit kaku. Ia tahu bahwa ayahnya akan sangat marah jika ia tidak jadi menikah dengan Karen."Jawab Robin! Jangan sampai aku mencari tahu sendiri." Gunawan membangunkan Robin dari lamunannya."Pa ... Darimana papa tahu?""Robin, tadi mama sama papa bertemu dengan Karen. Karen sendiri yang bilang jika kalian sudah putus. Ta
"Karen Alexander, maukah kau menjadi ibu dari calon anak-anakku kelak?"Terdengar suara seorang pria yang sedang melamar wanita.Wanita itu adalah Karen, gadis cantik yang sudah menjalin hubungan selama tiga tahun belakangan ini dengan nya.Dengan posisi berlutut ditengah taman yang sudah sengaja dibooking dan di hias dengan sangat indah, Robin melamar Karen.Tak hanya mereka berdua, Robin juga sudah menyewa beberapa orang untuk menjadi saksi keseriusannya serta menyewa sebuah orkestra musik untuk melantunkan lagu-lagu romantis."Robin apa kau serius?" tanya Karen kaget."Ya, aku serius! Menikah lah denganku," Robin mengeluarkan sebuah cincin dari saku jasnya.Karen menganggukkan kepalanya.Melihat anggukan Karen, Robin meraih tangan Karen seraya memakaikan sebuah cincin dijari manis gadis itu.Semua orang yang ada disana bertepuk tangan, sayup-sayup terdengar lantunan musik yang sangat
Dimana Robin? mengapa ia tak kunjung datang?, batin Karen yang sedari tadi menunggu kedatangan Robin.Sudah hampir jam sepuluh malam, namun Robin tak kunjung datang. Telponnya pun tidak aktif."Besok aku akan datang ke apartemennya, mungkin hari ini dia sangat sibuk. Tapi besok tidak mungkin Robin sibuk, besok adalah hari Minggu bukan?" tanya Karen pada dirinya sendiri seraya meyakinkan dirinya.****"Apa kau tidak lihat bagaimana tunangan mu itu? Beraninya dia Menghusir ku," terdengar manja suara seorang gadis dari kamar apartemen Robin."Maafkan aku sayang, aku tidak tahu jika dia akan datang," jawab Robin seraya mengelus paha mulus gadis itu."Apa kau tahu, aku lebih mengharapkan kedatangan mu kepangkuan ku daripada kedatangannya," hibur Robin."Aku tahu, karena aku bisa memuaskan mu dengan goyangan tubuh ku," ujar gadis itu sambil mencondongkan tubuhnya pada Robin."Kau benar sayang, selama tiga
"Risa .... "Karen tidak mampu membendung air matanya saat ia bertemu dengan Risa. Sesak di dada Karen terasa semakin mendalam. Tidak ada tempat terbaik untuk menumpahkan isi hatinya, selain pada Risa sahabatnya."Karen ... Kenapa?" Risa menatap Karen dengan bingung. Bagaimana tidak, Karen yang selama ini ia kenal sebagai wanita yang tegar, wanita yang selalu ceria, hari ini menangis sejadi-jadinya didepan mata."Katakan Karen! Apa yang terjadi padamu?" Risa memapah tubuh Karen, membawa Karen masuk kedalam rumah.Karen tidak tahu harus memulai darimana. Ia merasa sangat malu pada Risa. Selama ini, ia selalu membanggakan Robin pada Risa. Karen selalu menceritakan bagaimana Robin memperlakukannya dengan sangat romantis. Termasuk, saat Robin melamarnya.Karen menceritakan semua yang Robin lakukan padanya. Karen memberitahu Risa perselingkuhan Robin dengan Natalia sekretarisnya sendiri. Ia tidak menyangka jika
"James ... K-kau akhirnya datang juga." Terdengar suara wanita memanggil nama James dengan gemetar."Masuklah James! Aku sudah menunggu mu." Wanita itu mengajak James masuk kedalam rumahnya."Aline ... Aku tidak punya banyak waktu. Jika ada yang penting, maka katakanlah sekarang!""James, aku tidak menyangka kau akan sesukses sekarang ini. Aku bahagia melihat nya." Aline menatap James dengan tatapan kagum, " James ... Aku sudah bercerai. Kau maukan kembali lagi padaku." James terkejut mendengar ucapan Aline."Apa kau sudah tidak waras? Kau meninggalkanku lalu sesuka hati mu meminta ku kembali?""James, aku tahu kau masih sangat mencintai ku. Aku juga masih mencintai mu James." Aline mendekat tubuhnya pada James, "ayo, kita rajut kembali jalinan cinta yang sudah sempat terputus! James. Kau sekarang bukan James yang dulu, aku tidak akan meninggalkan mu lagi.""Sudahlah Aline! Masa lalu tidak mungkin diulang lagi. Kau yang memutus
Karen masih belum bisa menjawab pertanyaan James. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil berpikir kenapa ia begitu bodoh. Lupa kalau semalam tidur dirumah James.Karen kembali memandang James. Tergambar senyum manis di bibir mungil Karen. Otaknya masih belum bisa berhenti untuk mengagumi James."Hei! Kenapa kau malah tersenyum?" Suara James menyadarkan Karen."Aa---aku ... Kau yang salah! Kalau saja kau tidak menarik tangan ku pasti aku tidak akan tertidur disini. Aku hanya ingin membawa mu pulang, tapi malah terjebak disini.""Apa? Aku menarik tangan mu? " Giliran James yang mulai mengingat apa yang dialaminya semalam.Ahk, kenapa pesona mu sangat dahsyat? Umurmu pasti jauh lebih tua dariku. Tapi, kharisma mu mengalahkan usiamu, batin Karen memandangi James."Baiklah, aku yang salah. Terimakasih sudah membawa ku pulang." James mengembangkan senyuman hangat pada Karen.
Mobil Karen melaju membelah jalanan ibu kota. Sepanjang jalan ia memutar lagu jazz untuk menghiburnya. Karen sangat menyukai lagu jazz.Mobil Karen berhenti di rumah Risa. Ia menatap rumah Risa dari dalam mobil. Karen menghembuskan nafas dengan berat. Lalu melangkah menuju rumah Risa. Karena Risa adalah tempat terbaik untuk Karen berkeluh kesah.Tok,,, tok,,, tokRisa membuka pintu. Ia melihat Karen. Kemudian, mengajak Karen masuk kerumahnya.Risa membawakan segelas teh hangat untuk sahabatnya itu."Risa ... Coba tebak! Tadi aku habis bertemu dengan siapa?" Karen memegang tangan Risa."Hm, tidak tahu. Emang siapa yang baru saja bertemu dengan mu?""Tadi, aku bertemu dengan Robin dan juga Natalia." Risa terkejut mendengar pernyataan Karen.Semenjak putus dengan Robin, Risa melarang Karen untuk bertemu dengan Robin. Namun, Karen bersikeras ingin membalas perbuatan Robin dan juga Natal