"Sudahlah Pa, bukankah peristiwa itu sudah berlalu. Aku juga tidak peduli sekarang nasibnya bagaimana. Yang terpenting aku sudah terbebas dari perjodohan itu," ungkap Abie.
"Kau pasti akan menyesal karena sudah meninggalkan Zahra di pelaminan," jawab Hisyam geram. "Menyesal? Mana mungkin, Pa. Aku tidak akan menyesal meninggalkan gadis kampungan itu!" tegas Abie. Ia masih merasa tindakannya benar meninggalkan Zahra. Selama ini Abie belum pernah melihat Zahra secara langsung dan cermat. Pertama kali di perkenalkan, Zahra menunduk saja. Dia tidak melihat ke arah Abie. Hubungan mereka terjalin lewat wa. Zahra tidak pernah mengiyakan Abie, manakala lelaki itu iseng mengajaknya bertemu dan melakukan hubungan yang lebih intim. Akhirnya, Abie kesal ia merasa Zahra gadis kampungan yang tidak mau di ajak begituan. Zahra tidak asyik. Abie pun melampiaskan keinginannya itu dengan wanita di luaran sana. Hisyam pun menutup kembali teleponnya, berbicara dengan anak tirinya itu membuat telinganya panas. Ia jadi ingat sudah meninggalkan Zahra dalam waktu yang lama. Bagaimapun juga Zahra sekarang istrinya, dia sendirian dan tak punya siapa-siapa di rumah besarnya. Hisyam pun kembali ke kamar menemui Zahra. "Kamu belum tidur?" tanya Hisyam tiba-tiba yang sudah muncul di ambang pintu. "Belum Om, aku belum ngantuk," jawab Zahra. Wajahnya yang imut menatap sebentar ke arah Hisyam. Pria itu tidak ada reaksi yang cukup berarti kecuali mendekati Zahra. "Ayo aku ajak keliling rumah ini, mau?" Hisyam menawarkan ajakannya pada Zahra. Gadis itu mengangguk lalu beringsut turun dari ranjang mengikuti langkah kaki Hisyam. Zahra mencoba menyamakan langkahnya di samping Hisyam, meski dia cukup kewalahan karena Hisyam modelnya sat set. Entah kenapa tiba-tiba Hisyam memperlambat langkahnya sehingga bisa menyamai langkah Zahra. Agaknya dia merasa kalau Zahra sedikit kewalahan mengikuti langkahnya yang lebih cepat. Mereka kemudian berkeliling ke ruang-ruangan lainnya. Mulai dari ruang keluarga, ruang dapur, ruang menonton bioskop, ruang olahraga, dan minimarket kecil. Zahra tidak menyangka kalau Hisyam sangat kaya. Koleksi mobil mewahnya juga cukup banyak. "Kamu boleh pilih mobil mana yang kamu sukai," kata Hisyam sampai si showroom pribadinya. "Aku nggak bisa nyetir, Om," kata Zahra. "Nanti aku ajari, kalau aku tidak sibuk," jawab Hisyam. Ia juga tidak tahu mengapa terlantar begitu saja ingin menyanggupi mengajari Zahra padahal kalau bukan hari ini. Hari lainnya, begitu sibuk luar biasa. "Makasih Om," jawab Zahra canggung. Ia seperti anak kecil yang di hadiahi mobil, rasanya senang sekali. "Kita sudah berkeliling rumah kamu pasti lelah dan lapar. Ayo kita makan," ajak Hisyam. Meski perkataannya datar tapi menunjukkan sedikit kepedulian pada Zahra. Mereka pun menuju ke ruang makan. Zahra enggan duduk berdekatan dengan Hisyam. Begitu juga Hisyam, dia mengambil nasinya sendiri tanpa di layani Zahra. Keduanya makan tanpa suara hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling berada satu sama lainnya. Keheningan itu pecah manakala Hisyam mengatakan sesuatu pada Zahra. "Kamu tidak usah takut padaku, kita di sini teman. Kamu boleh bicara apa pun tentang dirimu padaku. Agar kamu tidak merasa kesepian di sini," ucap Hisyam. "Baik, Om," jawab Zahra menunduk. Ia sungkan menatap wajah tampan suaminya. Karena tiap kali menatap wajah Hisyam, aura kewibawaan Hisyam membuat jantungnya berdetak aneh. Lebih cepat dari biasanya. "Om, aku juga akan bersikap sebagai istriku Om. Kecuali kebutuhan yang satu itu, selagi aku di sini aku akan melayani kebutuhan Om dengan baik," kata Zahra. Ia tidak ingin seperti orang numpang yang tidak tahu diri. Ia ingin meninggalkan jejak kebaikan setelah dua pergi nanti. Meski dia tidak bisa memberikan jatah pada Hisyam. Beberapa hari kemudian, hubungan kaku antara Zahra dan Hisyam sedikit mencair. Zahra mulai menyiapkan keperluan Hisyam ketika berangkat kerja. Begitu juga Hisyam sudah mulai berbicara banyak tidak begitu kaku seperti di awal pertemuan mereka. "Om, sini aku benerin dasinya," kata Zahra. Hisyam pun mendekat, sementara Zahra berjinjit dan membenarkan letak dasi Zahra. Tanpa di sadari Hisyam menatap wajah istrinya. Ia berusaha untuk menahan dirinya agar tidak melakukan sesuatu yang lebih. Zahra tidak tahu kalau dirinya di perhatikan Hisyam. Karena dia menghindari tatapan mata Hisyam. Pandangannya hanya fokus pada dasinya saja. "Sudah rapi," kata Zahra mengagetkan lamunan Hisyam. Bagaimanapun dia seorang pria yang sudah lama menduda. Dari sekian banyak wanita yang di kenalnya setelah Winda meninggal, hanya Zahra yang mampu membangunkan gairah kelaki-lakiannya. "Om, hari ini aku berangkat kuliah pulang sore. Terus aku mau jalan-jalan sama temen-temenku, boleh?" tanya Zahra. "Boleh, tapi jangan pulang kemalaman. Kalau kamu bandel, nanti sopir yang akan jemput kamu," jawab Hisyam. "Eh, jangan. Aku pulang tepat waktu kok. Jangan di jemput sopir," tolak Zagra. Pasalnya, teman-temannya tidak ada yang tahu kalau dia sudah menikah. Apalagi sama Om-Om seumuran Hisyam. Zahra tidak bisa bayangkan gimana reaksi teman-temannya kalau mereka tahu yang sebenarnya. "Kamu malu punya suami Om-om?" tebak Hisyam. "Itu Om udah tahu," jawab Zahra tanpa rasa bersalah. Ia pun mengambil tas kuliahnya dan berniat berjalan lebih dulu ke arah pintu. Namun Hisyam menarik tangan Zahra hingga posisi Zahra seperti mau di peluk Hisyam. "Om, jangan aneh-aneh ya," ancam Zahra. Meski jantungnya berdegup tak menentu. "Siapa yang aneh-aneh. Kamu bukan anak kecil lagi, pakai baju yang bener. Bagaimana kalau ada pria hidung bilang melihatmu seperti ini," kata Hisyam sembari membenarkan baju Zahra yang belum di kancing satu pada bagian dadanya. Sontak saja Zahra tersipu malu, sentuhan tangan kekar Hisyam serasa menyentuh dadanya meski hanya membenarkan letak kancingnya. "Atau kamu memang sengaja menggoda suamimu pagi-pagi?" tuduh Hisyam dengan senyuman menggoda. "Apaan sih, tidak ada yang seperti itu. Om, jangan kepedean deh," kata Zahra mendorong tubuh Hisyam agar menjauh padanya. Hisyam geleng-geleng kepala melihat reaksi lucu Zahra yang malu-malu kucing terhadap dirinya. Mereka akhirnya berangkat sendiri-sendiri. Zahra naik taksi sementara Hisyam naik mobilnya sendiri. Hisyam tidak ingin istri kecilnya itu bisa menjalankan aktivitas yang dia sukai tanpa merasa terganggu statusnya sebagai istrinya. Karena mereka hanya main nikah-nikahan meski pada dasarnya nikah beneran. "Dari jarak jauh, kamu tetap mengawasi Nyonya. Aku ingin selalu memastikan dirinya dalam keadaan aman," kata Hisyam di teleponnya. "Baik Pak, saya akan terus pantau Nyonya dan melindunginya dari jarak jauh," kata orang suruhannya. Zahra cukup bahagia meski dia sudah menikah Hisyam tidaknya untuk bertemu dengan teman-temannya. Dan menjalani kuliahnya seperti biasa. Banyak yang harus dia raih semasa mudanya. Dia pikir cita-citamya akan kandas setelah menikah nanti. Nyatanya Hisyam tidak mengekangnya sama sekali. Zahra pun merasakan kebebasannya. Meskipun begitu, dia tetap harus menjaga nama baik suaminya walau pernikahan mereka tidak banyak yang tahu. Di kantor Hisyam pun menjalankan aktivitas sibuknya seperti biasa. Ia bertemu klien, rapat dan membicarakan tender-tendernya. Hisyam melirik ke arah kotak makan kecil yang di siapkan Zahra tadi. Ia tersenyum sebentar, tidak tahu mengapa kotak bekal mungil itu serasa cukup berarti baginya.Dia masih ingat bagaimana Zahra membuat gaduh di dapur, membuat masakan kecil buat Hisyam. Kelakuan anak itu terkadang membuatnya gemas sekaligus senyum-senyum sendiri kalau mengingatnya.Saatnya makan siang, Hisyam akhirnya bisa menikmati bekal itu. Ia terdiam sesaat menikmati masakan istrinya. Tiba-tiba dia mempercepat makannya. Menurut uji tes lidah Hisyam merasakan masakan Zahra cukup enak juga. Ia pun makan semuanya dalam sekejap.Tiba-tiba ada sebuah kiriman video di hapenya. Laporan mengenai kegiatan Zahra. Tampak seorang pria muda tengah berdiri di depan Zahra berusaha memegang tangan Zahra. Namun Zahra menghindarinya. Hisyam tersenyum, ada semacam perasaan lega karena Zahra tidak menerima uluran tangan teman lelakinya. "Tumben kamu senyum-senyum sendiri?" Sapa seorang wanita muncul dari balik pintu. "Brenda, kapan kamu datang mengapa tidak mengabariku?" tanya Hisyam cukup kaget.Brenda adalah sahabat Winda, dia tinggal di luar kota selain Jakarta. Ia biasanya memang terkad
Hisyam bukan tipe Om-Om yang memiliki tubuh pendek, gendut dan memiliki perut buncit. Di usianya yang sudah kepala empat Hisyam justru semakin memancarkan ketampanannya. Dia selalu menjaga tubuhnya agar sehat dan bugar.Zahra terbangun dari tidurnya, dia tidak mendapati suaminya ada di sampingnya. Zahra menengok ke balik selimutnya dia pun lega karena pakaiannya masih komplit berarti tidak ada sesuatu yang terjadi semalam. Hari ini kebetulan hari Minggu, kuliah libur dan Hisyam juga libur kerja. Zahra bergegas bangun dari tempat tidurnya. Ia keluar mencari keberadaan Hisyam, tapi dia tidak menemukannya. Lelah mondar-mandir mencari Hisyam di rumahnya yang cukup luas, tiba-tiba perut Zahra keroncongan. Dia berjalan ke arah dapur, di sana sudah tertata rapi semua makanan menggugah seleranya.Ragu hendak makan, karena merasa tidak enak tanpa Tuan rumah mendampinginya. "Kata Tuan Hisyam, kalau Non mau makan makan saja. Karena Tuan Hisyam sedang ada keperluan penting keluar pagi-pagi," kata
"Mas, dua hari lagi kita akan menikah. Kapan kamu pulang dari luar negeri?" tanya Zahra yang di penuhi rasa rindu terhadap kekasihnya. Kekasih yang tidak pernah di lihatnya secara langsung, tapi ia meyakini kalau Abie memang jodohnya. Seorang wanita cantik memakai pakaian minim bahan tengah tersenyum membaca pesan pendek yang di terimanya. Tentu saja itu bukan hapenya melainkan hape Abie. Dahi Zahra mengernyit heran. Ia melihat pesannya centang biru pertanda sudah di baca pemilik hape. Tapi kenapa belum juga di balas. Zahra berusaha untuk positif thingking. Ia mengira Abie masih sibuk dengan pekerjaannya. Karena semenjak Abie mengurus bisnis papanya, dia memang jarang menghubungi Zahra. Zahra seorang gadis sederhana lewat perjodohan hanya bisa menunggu kedatangan calon suaminya. Calon suami Zahra bernama Abie. Abie beruntung karena almarhum Mamanya menikah dengan Hisyam seorang pengusaha kaya raya. Hisyam yang kabarnya sudah lama mencintai Winda, merasa cintanya bersambut manakal
"Tenanglah, aku akan mencoba menghubungi Abie lagi," kata Hisyam mencoba menenangkan besannya. Ia tidak menyangka akan di hadapkan pada situasi pelik seperti ini. Hisyam yang terbiasa menghadapi situasi rumit dalam urusan bisnisnya kini di hadapkan pada masalah pernikahan putra tirinya."Winda, mengapa kamu meninggal lebih dulu. Sehingga putramu mempermalukanku hari ini," batin Hisyam. Ia setengah menggerutu karena sebenarnya Abie juga bukan putra kandungnya. Tapi kenapa dia yang kena getahnya.Hisyam benar-benar marah karena Abie tak kunjung bisa di hubungi. Semya mata tertuju kepadanya menatapnya tajam seolah mengintimidasinya. "Banyak orang yang hadir dalam pernikahan ini, kami tidak mungkin membatalkan pernikahan ini begitu saja." Bu Siti dengan nada kesal berkata lebih keras dari biasanya."Saya paham dengan perasaan kalian. Namun sungguh saya tidak bermaksud membatalkan pernikahan ini. Saya tidak tahu keberadaan Abie," ucap Hisyam apa adanya. Pernyataan dari Hisyam membuat me
"Jangan panggil aku Pak, panggil Mas. Aku kelihatan terlalu tua jika kau memanggilku Pak. Aku bukan bapakmu," protes Hisyam."Bapak ini lucu, usia tidak akan pernah bisa berbohong. Pak Hisyam tetaplah bapak-bapak," ujar Zahra. Hisyam berdiri lebih dekat ke arah Zahra membuat gadis muda usia 20an itu pun mundur sedangkah ke belakang."Ya sudah aku panggil Om saja, karena memang sudah Om2 kan?" celoteh Zahra."Terserah kamu sajalah. Yang penting bukan Bapak-Bapak," balas Hisyam nyerah. Zahra tersenyum mendengar perkataan Hisyam."Jawab jujur, aku dan Abie lebih tampan mana?" tanya Hisyam."Aku tidak pernah bertemu Mas Abie secara langsung. Aku hanya melihatnya di poto, mana tahu aslinya lebih tampan mana," ungkap Zahra.Hisyam baru sadar kalau selama ini mereka di jodohkan oleh Winda. Mungkin karena Zahra yang dandanannya sederhana membuat Abie kurang tertarik. Karena pakaian Zahra serba tertutup."Duduklah di sini, kita bisa bicara sebagai teman bukan suami istri. Karena aku tahu kamu
Hisyam bukan tipe Om-Om yang memiliki tubuh pendek, gendut dan memiliki perut buncit. Di usianya yang sudah kepala empat Hisyam justru semakin memancarkan ketampanannya. Dia selalu menjaga tubuhnya agar sehat dan bugar.Zahra terbangun dari tidurnya, dia tidak mendapati suaminya ada di sampingnya. Zahra menengok ke balik selimutnya dia pun lega karena pakaiannya masih komplit berarti tidak ada sesuatu yang terjadi semalam. Hari ini kebetulan hari Minggu, kuliah libur dan Hisyam juga libur kerja. Zahra bergegas bangun dari tempat tidurnya. Ia keluar mencari keberadaan Hisyam, tapi dia tidak menemukannya. Lelah mondar-mandir mencari Hisyam di rumahnya yang cukup luas, tiba-tiba perut Zahra keroncongan. Dia berjalan ke arah dapur, di sana sudah tertata rapi semua makanan menggugah seleranya.Ragu hendak makan, karena merasa tidak enak tanpa Tuan rumah mendampinginya. "Kata Tuan Hisyam, kalau Non mau makan makan saja. Karena Tuan Hisyam sedang ada keperluan penting keluar pagi-pagi," kata
Dia masih ingat bagaimana Zahra membuat gaduh di dapur, membuat masakan kecil buat Hisyam. Kelakuan anak itu terkadang membuatnya gemas sekaligus senyum-senyum sendiri kalau mengingatnya.Saatnya makan siang, Hisyam akhirnya bisa menikmati bekal itu. Ia terdiam sesaat menikmati masakan istrinya. Tiba-tiba dia mempercepat makannya. Menurut uji tes lidah Hisyam merasakan masakan Zahra cukup enak juga. Ia pun makan semuanya dalam sekejap.Tiba-tiba ada sebuah kiriman video di hapenya. Laporan mengenai kegiatan Zahra. Tampak seorang pria muda tengah berdiri di depan Zahra berusaha memegang tangan Zahra. Namun Zahra menghindarinya. Hisyam tersenyum, ada semacam perasaan lega karena Zahra tidak menerima uluran tangan teman lelakinya. "Tumben kamu senyum-senyum sendiri?" Sapa seorang wanita muncul dari balik pintu. "Brenda, kapan kamu datang mengapa tidak mengabariku?" tanya Hisyam cukup kaget.Brenda adalah sahabat Winda, dia tinggal di luar kota selain Jakarta. Ia biasanya memang terkad
"Sudahlah Pa, bukankah peristiwa itu sudah berlalu. Aku juga tidak peduli sekarang nasibnya bagaimana. Yang terpenting aku sudah terbebas dari perjodohan itu," ungkap Abie."Kau pasti akan menyesal karena sudah meninggalkan Zahra di pelaminan," jawab Hisyam geram."Menyesal? Mana mungkin, Pa. Aku tidak akan menyesal meninggalkan gadis kampungan itu!" tegas Abie. Ia masih merasa tindakannya benar meninggalkan Zahra. Selama ini Abie belum pernah melihat Zahra secara langsung dan cermat. Pertama kali di perkenalkan, Zahra menunduk saja. Dia tidak melihat ke arah Abie. Hubungan mereka terjalin lewat wa. Zahra tidak pernah mengiyakan Abie, manakala lelaki itu iseng mengajaknya bertemu dan melakukan hubungan yang lebih intim. Akhirnya, Abie kesal ia merasa Zahra gadis kampungan yang tidak mau di ajak begituan. Zahra tidak asyik. Abie pun melampiaskan keinginannya itu dengan wanita di luaran sana.Hisyam pun menutup kembali teleponnya, berbicara dengan anak tirinya itu membuat telinganya pa
"Jangan panggil aku Pak, panggil Mas. Aku kelihatan terlalu tua jika kau memanggilku Pak. Aku bukan bapakmu," protes Hisyam."Bapak ini lucu, usia tidak akan pernah bisa berbohong. Pak Hisyam tetaplah bapak-bapak," ujar Zahra. Hisyam berdiri lebih dekat ke arah Zahra membuat gadis muda usia 20an itu pun mundur sedangkah ke belakang."Ya sudah aku panggil Om saja, karena memang sudah Om2 kan?" celoteh Zahra."Terserah kamu sajalah. Yang penting bukan Bapak-Bapak," balas Hisyam nyerah. Zahra tersenyum mendengar perkataan Hisyam."Jawab jujur, aku dan Abie lebih tampan mana?" tanya Hisyam."Aku tidak pernah bertemu Mas Abie secara langsung. Aku hanya melihatnya di poto, mana tahu aslinya lebih tampan mana," ungkap Zahra.Hisyam baru sadar kalau selama ini mereka di jodohkan oleh Winda. Mungkin karena Zahra yang dandanannya sederhana membuat Abie kurang tertarik. Karena pakaian Zahra serba tertutup."Duduklah di sini, kita bisa bicara sebagai teman bukan suami istri. Karena aku tahu kamu
"Tenanglah, aku akan mencoba menghubungi Abie lagi," kata Hisyam mencoba menenangkan besannya. Ia tidak menyangka akan di hadapkan pada situasi pelik seperti ini. Hisyam yang terbiasa menghadapi situasi rumit dalam urusan bisnisnya kini di hadapkan pada masalah pernikahan putra tirinya."Winda, mengapa kamu meninggal lebih dulu. Sehingga putramu mempermalukanku hari ini," batin Hisyam. Ia setengah menggerutu karena sebenarnya Abie juga bukan putra kandungnya. Tapi kenapa dia yang kena getahnya.Hisyam benar-benar marah karena Abie tak kunjung bisa di hubungi. Semya mata tertuju kepadanya menatapnya tajam seolah mengintimidasinya. "Banyak orang yang hadir dalam pernikahan ini, kami tidak mungkin membatalkan pernikahan ini begitu saja." Bu Siti dengan nada kesal berkata lebih keras dari biasanya."Saya paham dengan perasaan kalian. Namun sungguh saya tidak bermaksud membatalkan pernikahan ini. Saya tidak tahu keberadaan Abie," ucap Hisyam apa adanya. Pernyataan dari Hisyam membuat me
"Mas, dua hari lagi kita akan menikah. Kapan kamu pulang dari luar negeri?" tanya Zahra yang di penuhi rasa rindu terhadap kekasihnya. Kekasih yang tidak pernah di lihatnya secara langsung, tapi ia meyakini kalau Abie memang jodohnya. Seorang wanita cantik memakai pakaian minim bahan tengah tersenyum membaca pesan pendek yang di terimanya. Tentu saja itu bukan hapenya melainkan hape Abie. Dahi Zahra mengernyit heran. Ia melihat pesannya centang biru pertanda sudah di baca pemilik hape. Tapi kenapa belum juga di balas. Zahra berusaha untuk positif thingking. Ia mengira Abie masih sibuk dengan pekerjaannya. Karena semenjak Abie mengurus bisnis papanya, dia memang jarang menghubungi Zahra. Zahra seorang gadis sederhana lewat perjodohan hanya bisa menunggu kedatangan calon suaminya. Calon suami Zahra bernama Abie. Abie beruntung karena almarhum Mamanya menikah dengan Hisyam seorang pengusaha kaya raya. Hisyam yang kabarnya sudah lama mencintai Winda, merasa cintanya bersambut manakal