"Untuk sementara ini kamu jangan keluar kamar dulu. Biasanya Abie cuma sebentar di rumah ini. Dia biasanya memilih tinggal di apartemennya," ucap Hisyam. "Tapi, bagaimana kalau dia mengetahui aku di sini. Aku belum siap menghadapinya," balas Zahra sembari menunduk."Sudahlah, tidak akan terjadi apa-apa. Aku di sini bersamamu," ucap Hisyam menenangkan hati Zahra. Zahra mengangguk mendengar perkataan Hisyam. Entah mengapa kali ini dia memilih percaya pada Hisyam daripada bingung memikirkan kedatangan Abie."Om, bener ya. Lindungin aku di sini," kembali Zahra memastikan.Hisyam mengangguk pasti, Zahra pun spontan memeluk Hisyam membuat pria itu cukup kaget. Namun, dia segera mengeratkan pelukannya sebentar. Hisyam tidak tahu mengapa perasaannya terdorong melindungi Zahra. Padahal awalnya niatnya menikahi Zahra atas dasar pertanggungjawaban bukan karena cinta. Lalu mengapa sekarang jantungnya selalu saja berdebar ketika berdekatan dengan Zahra?Hasratnya kembali mendekat manakala Zahra b
"Jangan malu, kita kan suami istri kamu berhak kok melihat seluruh tubuhku," jawab Hisyam sembari mengedipkan matanya."Dasar Om mesum, aku pindah kamar aja kalau gitu," ancam Zahra. Baru saja mau membuka pintu Zahra baru ingat kalau Abie masih ada di rumah. Ia langsung berbalik arah tapi justru menabrak tubuh Hisyam yang hanya berbalut handuk. Dan sialnya handuk itu jatuh ke lantai. Mata Zahra langsung melotot kaget, begitu juga Hisyam mau mengambil handuk ya malah ke injak kaki Zahra."Om, sengaja ya. Mancing-mancing gitu," lirih Zahra sembari menutup matanya. "Bukannya Om sengaja, kayaknya kamu sendiri yang penasaran pingin liatin," canda Hisyam. "Udah pake handuknya belum?" tanya Zahra. Jantung Zahra seakan mau copot kalau lihat yang begituan. Seumur-umur baru kali ini. "Gimana mau pakai handuknya, kalau kamu injek handukku," keluh Hisyam. Buru-buru Zahra segera mengangkat kakinya. Sehingga Hisyam bisa mengambil handuknya. "Sudah Om?" tanya Zahra lagi. Matanya masih terpejam m
"Terserah kamu Zahra, mengenai perceraian itu kamu yang putuskan saja. Kapanpun kamu ingin, aku bisa menceraikanmu," ucap Hisyam. Sungguh perkataannya berbeda dengan isi hatinya, ia sudah merasa nyaman dengan Zahra. Tapi Hisyam tidak mungkin memaksa Zahra tinggal di sisinya kalau gadis itu tak menghendaki."Baguslah, tapi aku tidak ingin sekarang. Orang tuaku bisa shock kalau pernikahanku berakhir terlalu cepat. Aku harus menemukan pengganti dulu. Sehingga setelah bercerai nanti aku sudah memiliki calon pasangan yang baru," ucap Zahra.Sungguh di luar nalar, Hisyam adalah suami sahnya. Bagaimana mungkin Zahra bisa berpikir untuk mencari penggantinya."Oke satu bulan lagi, aku akan menunggu keputusanmu," jawab Hisyam dengan nada kecewa. Di usianya yang sudah matang, dia tidak suka mempermainkan pernikahan. Tapi yang di hadapinya ini adalah seorang bocah yang usianya sama dengan anak tirinya."Aku setuju, tapi selama satu bulan itu kamu tidak boleh menjalin hubungan dengan pria manapun.
Pagi tidak seperti biasanya Zahra telat bangun, dia semalam kurang tidur karena memikirkan hubungannya dengan Hisyam. Zahra tidur di kamar tamu sementara Hisyam tidur di kamar utama. Mereka tidur terpisah untuk menghindari kemungkinan yang terjadi setelah kejadian ciuman semalam."Ternyata berat juga menahan sesuatu yang di inginkan," batin Zahra. Ia masih tidak percaya dirinya selalu tenggelam dalam pelukan Hisyam. Pria yang di sebutnya Om-Om itu selalu membuatnya terlena. Padahal dalam prinsip Zahra dia tidak suka pasangan yang usianya lebih tua darinya.Tok tok tokKetukan pintu membuat Zahra terkaget. Ia segera membuka pintu ternyata ART nya."Non, kata Tuan Non Zahra harus segera bersiap-siap karena hari ini Tuan Hisyam yang memgantar Non berangkat kuliah," ujar Mbok Jum."Eh. Iya Mbok, makasih ya. Aku ke kamar atas dulu," pamit Zahra. Semua pakaiannya ada di lantai atas tidak mungkin dia mandi di kamar tamu.Saat membuka pintu kamar utama Hisyam tidak ada di sana. Zahra cukup le
Zahra membuka ponselnya, ada pesan masuk dari Hisyam kalau mobil pria itu sudah menunggunya di parkiran. Segera Zahra mempercepat langkahnya menuju ke parkiran. Untung saja Nayla sudah pulang naik taksi sehingga tidak bersamanya. Mobil hitam mengkilap sudah memunggunya. Zahra masuk ke dalam mobil dan Hisyam sudah duduk di depan menyetir mobilnya. Keduanya diam tidak banyak suara hingga mobil itu meninggalkan area kampus. Di perjalanan sesekali Zahra melihat ke arah Hisyam. Ada yang ingin di katakannya tetapi Zahra memgurungkan niatnya. Ia mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Pandangannya beralih ke kaca mobil. Gantian Hisyam yang memperhatikan istri kecilnya. Ia merasa Zahra ingin mengatakan sesuatu. Tapi apa, dia tidak bisa menebak pikiran Zahra.Hingga mereka sampai pada rumah yang menjadi istana tempat tinggalnya. Zahra langsung buru-buru keluar dari mobil tanpa menunggu Hisyam membukanya. Hisyam juga heran dengan tingkah Zahra yang berbeda dari biasanya. Ia mencob
Zahra terdiam sebentar, sebenarnya tidak terlalu sulit. Tapi sungguh menggelikan satu pertanyaan satu ciuman. Ya setidaknya Hisyam cukup sportif menyatakan keinginannya. Dia juga tidak berdosa karena yang di ciumnya adalah suami sendiri."Bagaimana? Kamu mau?" tanya Hisyam lagi."Baiklah Om, aku bersedia," ucap Zahra lemah. Ia kemudian membacakan daftar pertanyaan pertama pada Hisyam. Pria tampan itu tersenyum dan menarik dagu Zahra kemudian memagut lembut bibir istrinya. Dia tidak hanya memagut sebentar tapi menjelajah masuk ke dalam mulut Zahra."Emmph," desis Zahra. Hisyam melepaskan pagutannya, lalu dia menjawab pertanyaan Zahra sesuai kesepakatan. Hisyam terlihat berwibawa membuat Zahra terkesan sembari memegang ponselnya untuk memvideo suaminya. Dari layar hape itu justru bisa melihat ketampanan Hisyam. Ia menjawab pertanyaan Zahra dengan lugas. Dalam hati Zahra memuji kecerdasan suami yang selalu dia katakan Om-om."Pertanyaan kedua, apakah Anda pernah mengalami kebangkrutan?"
Zahra mengetik hasil wawancaranya, ia tidak kesulitan karena asisten Hisyam mengirimkan data yang di jnginkan Zahra. Tentu saja atas seijin Hisyam. Semenjak kejadian itu, Zahra sering menghindari Hisyam. Ia menjauhkan diri sampai pindah kamar segala.Gadis itu tersinggung karena Hisyam hanya menginginkan tubuhnya. Tidak mencintainya. Zahra memaklumi kalau cinta Hisyam sudah habis untuk Winda almarhum istrinya. Apalagi mendengar perkataan Brenda membuat perasaannya makin campur aduk. Usai mengetik di laptop tanpa sadar Zahra terserang rasa kantuk. Dia menyandarkan kepalanya di atas meja. Lama-lama tertidur juga saking ngantuknya.Sementara di kamar utama, Hisyam tidak menemukan keberadaan Zahra. Dia panik karena semua pakaian Zahra tidak ada di lemari. Langsung Hisyam merogoh ponselnya barangkali Zahra meninggalkan pesan. Ternyata benar, gadis itu meninggalkan pesan pendek, kalau pindah di kamar sebelah."Om, maaf aku pindah di kamar sebelah. Aku pingin sendiri dulu," pesan Zahra.His
Zahra tidak mau di antar Abie sampai ke rumahnya. Dia memilih naik taksi, hal itu tentu saja membuat Abie kecewa karena kehilangan cewek incarannya. Sampai di rumah, Zahra yang tidak memakai pakaian yang sama seperti tadi pagi mendapat teguran dari Hisyam."Pakaianmu kenapa bisa ganti?" Hisyam menghentikan langkah Zahra sewaktu tiba di depan pintu kamar."Bukan urusan Om," jawab Zahra dingin."Kok bukan urusanku, kamu itu istriku Zahra. Kamu harus jaga sikap di luar sana," peringat Hisyam. Zahra yang hendak masuk ke dalam kamarnya menjadi berbalik menoleh ke arah Hisyam. "Om, sadar gak sih kita itu menikahnya diam-diam. Jadi, mana mungkin ada yang tahu hubungan kita," bantah Zahra."Oh, jadi karena itu kamu leluasa jalan sama pria lain. Ke butik beli pakaian. Seolah aku tidak bisa belikan kamu baju," protes Hisyam."Om, mata-matain aku?" tanya Zahra sedikit berang."Bukan mata-matain kamu. Aku hanya tidak ingin kamu sembarangan kenal orang," kata Hisyam. "Om, kok jadi ngatur-ngatur
Sentuhan lembut di bibirku menyapa entah sudah berapa kali Om Hisyam melakukannya. Maklum duda perjaka ini sudah berapa tahun miliknya karatan tidak di gunakan. Sepertinya perlu waktu lama untuk mengasahnya kembali. Ciuman itu terasa lebih dalam dan menuntut, seakan menunjukkan besarnya keinginan Om Hisyam untuk melakukannya lagi."Sayang," panggilannya yang mendayu-dayu membuatku terhipnotis seketika. Ia meminta apapun aku turuti, asal nggak nyemplung sumur. Surga dunia baru aku nikmati masa mau mati.Bibir itu kembali mengukir mahakarya di tubuhku. Meninggalkan jejak di sana sini. Tangannya terampil menyapa area pribadiku. Membuatku tidak tahan lagi agar pusaka miliknya itu menyusup kembali. Rasanya nikmat tiada tara, melebihi kenikmatan lezatnya cilok yang sering aku beli di kampus.Wajah tampannya yang berkeringat membuatnya makin mempesona. Tubuhnya yang kekar atletis berada di atasku penuh semangat 45 memacu miliknya masuk dalam area pribadiku. Miliknya yang berukuran besar s
Hisyam terus mengikuti Zahra sampai di kamarnya. Kamar nuansa serba Pink dengan pernak pernik serba Pink pula. Hisyam tersenyum, setidaknya dia tahu warna kesukaan istrinya."Kita bisa mengubah kamar kita di rumah menjadi seperti ini kalau kamu mau," ujar Hisyam. "Enggak usah repot-repot. Palingan juga aku sebentar lagi tidak ada di sana. Om bisa nikah sama Tante Brenda dengan tenang," jawab Zahra ketus."Kamu cemburu lihat aku sama Brenda?" tanya Hisyam."Eh, Om jangan ge - er ya. Aku bilang gini karena merasa harga diriku sebagai istri Om sudah di injak-injak," jawab Zahra membela diri. Hisyam naik ke tempat tidur, sementara Zahra langsung membatasi dengan guling."Om jangan macam-macam ya. Aku tidak mau deket-deket Om," tolak Zahra. Ia memunggungi Hisyam yang masih terhalang guling. Sementara Hisyam merogoh sesuatu dari sakunya."Aku punya rekaman cctv yang membuktikan kalau aku tidak macam-macam dengan Brenda. Tapi dia yang merayuku," kata Hisyam. Dia menyodorkan hapenya pada Z
Sampai di rumah orang tuanya, Zahra mendapatkan serentetan pertanyaan. Karena dia datang sendiri tanpa Hisyam di sisinya."Zahra, Nak Hisyam mana? Kenapa kamu datang sendirian?" tanya Bu Siti."Om lagi sibuk, Ma," jawab Zahra."Om... kamu panggil suami kamu dengan panggilan Om?" Dahi Siti mengkerut tak percaya. Ia kira setelah beberapa bulan lamanya mereka menikah Zahra sudah berubah."Terus ... panggil apa lagi ... Mas? Ih, enggak ah. Keenakan dia dong, Ma," jawab Zahra.Siti memerhatikan putri semata wayangnya dari atas hingga ke bawah. Perutnya juga masih rata, wajah Zahra tidak ada yang berubah masih seperti remaja. Jangan ... jangan ... "Zahra. Maaf kalau mama turut campur pernikahanmu. Selama ini kamu sudah melakukan hubungan suami istri belum sama Hisyam?" tanyanya.Zahra terdiam, dia memang tidur bersama dengan Hisyam tapi sampai sekarang dia masih Virgin. Itu karena dia takut dan belum mau kalau di ajak begituan. Maunya kissing-kissing doang."Ih, mama kok tanyanya begitu. K
Zahra berhasil keluar lift lebih dulu, sementara Hisyam hendak mengejar ada seseorang yang memanggilnya."Hisyam!"Lama kita tidak bertemu," ujar lelaki itu. Langkah Hisyam terpaksa berhenti mengejar Zahra. Karena orang itu juga lebih penting untuk menyelamatkan Abie."Ayo masuk ke ruanganku," ajak Hisyam. Pikirannya masih tidak tenang dengan kemarahan Zahra. Sekarang ada masalah baru di depan matanya.Di dalam ruangan Reno melihat ke sekelilingnya. Dia merasa iri karena ruang kerja Hisyam lebih bagus dan mewah."Untuk apa kamu memanggilku kemari?" tanya Reno."Putramu ...""Ada apa dengan Abie?" Reno menatap tajam ke arah Hisyam."Dia terkena kanker, kamu salah satu orang tuanya yang masih hidup. Operasi sumsum tulang belakang mungkin bisa membantunya," ucap Hisyam."Ibu dan anak sama saja. Tidak ada yang bisa di harapkan," jawab Reno."Ada harga untuk menerima sumsum tulang belakangku," ucapnya kemudian.Hisyam ingin sekali meninju wajah Reno. Pria itu benar-benar tidak berperasaan.
"Sudahlah Zahra, kamu sama aku saja. Aku lebih muda dari papa pastinya lebih strong kalau buat yang satu itu," ucap Abie penuh percaya diri.Telinga Zahra terasa panas mendengar perkataan Abie yang terlalu percaya diri. Sudah jelas kalau di lihat dari segi manapun Hisyam tetep nomor satu. Wajah lebih tampan Hisyam, badan dan tinggi juga lebih oke Hisyam. Kalau soal satu itu Zahra memang belum pernah rasakan.Tapi waktu adegan handuk melorot itu, Zahra tak sengaja melihat pusaka Hisyam juga terbilang oke. Berurat dan keren. Duh, pikiran Zahra jadi kemana-mana gara-gara ucapan Abie."Kurasa fisik kamu tidak sakit, tapi yang sakit itu otak dan hati kamu!" Jari telunjuk Zahra mengarah ke dada Abie.Pria itu hampir saja menangkap jari Zahra namun gadis itu cekatan mundur selangkah sehingga Abie tidak berhasil menangkap jarinya."Eits ... ingat aku sekarang mama kamu. Terserah kamu mau terima atau tidak. Yang jelas, aku istri sah papa kamu. Jangan pernah mimpi untuk menjadi suamiku!""Suami
Hisyam kembali ke kamarnya, ia tidak ingin menjadi pengganggu di antara mereka. Namun tak lama kemudian Zahra sudah muncul di hadapannya."Om... maaf tadi aku ke kamar Abie menjenguknya. Om nyariin aku nggak?" tanya Zahra pede.Hisyam tanpa banyak bicara langsung memeluk Zahra. Entah mengapa tiba-tiba ada semacam rasa kehilangan menghantuinya. Padahal baru di tinggal beberapa menit saja."Om tidak apa-apa kan?" tanya Zahra lagi."Iya, Om tidak apa-apa," sahut Hisyam pelan."Om, hari ini kuliahku libur. Om libur nggak kerjanya?" tanya Zahra."Maaf, aku berangkat hari ini. Karena ada rapat penting," ucap Hisyam.Mendengar jawaban Hisyam, Zahra sedikit kecewa. Ia ingin menghabiskan waktunya bersama Hisyam tapi kesibukan Hisyam mengalahkan segalanya."Ya udah aku siapin baju kerja Om."Zahra melepaskan diri dari pelukan Hisyam. Ia sebenarnya berat di rumah sendirian meski banyak ART. Tapi tugasnya adalah membantu merawat Abie. Ia enggan melakukannya. Karena Abie seperti orang sehat tidak
Hisyam tidak langsung menjawab permintaan Abie. Ia harus mendiskusikannya dengan Zahra. Suami mana yang sanggup melihat istri yang di cintainya berduaan dengan pria lain. Meski Abie putranya, dia bukan putra kandungnya."Akan aku tanyakan pada Mama kamu," lirih Hisyam."Kamu istirahat dulu."Hisyam keluar dari kamar Abie, dia berhasil menenangkan putranya. Giliran hatinya tidak tenang. Ia harus merelakan Zahra berdekatan dengan Abie."Permintaan yang konyol," batin Hisyam."Di saat seperti ini bisa-bisanya dia memanfaatkan situasi dan perasaanku."Sama halnya ketika Winda datang membawa Abie yang masih kecil. Meminta perlindungan padanya. Menikahinya meski tidak pernah menyentuhnya. Ia menjadi perjaka bodoh yang berstatus suami.Baru saja keluar dari pintu kamarnya. Hisyam di kagetkan keberadaan Zahra yang sudah berdiri di depan pintu. Rupanya sedari tadi Zahra berada di luar kamar Abie. Ia tidak berani masuk, takut amukan Abie."Om, mau bicara sama kamu."Lirih namun bisa di dengar Z
Abie tersenyum, seolah dia mendapatkan kemenangannya. Papanya kembali tidak memarahinya. Ia kenal Hisyam. Seorang ayah yang tidak tegaan dan penuh kasih sayang. Di usianya yang masih bayi ibunya sudah di tinggal oleh papa kandungnya. Di usia lima tahun dia di pertemukan papa baru yang tajir melintir. Siapa yang tidak senang. Hidup berkecukupan bergelimang harta dan mendapat sekolah terbaik tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.Abie tidak pernah tahu wajah ayah kandungnya seperti apa. Karena Winda tidak pernah menunjukkan fotonya. Kemungkinan Winda terlalu sakit hati di tinggal selingkuh suaminya di saat hamil besar. Hisyam tahu jelas siapa pria itu. Tapi Hisyam selalu di wanti-wanti oleh Winda agar tidak mengatakannya pada Abie. Alasan Winda cukup kuat karena ayah kandung Abie tidak pantas membesarkan Abie. Zahra menautkan telapak tangannya di telapak tangan Hisyam. Membuat pria bertubuh tegap itu tersadar dari lamunannya. Hari ini Abie ingin pulang ke rumah, ia ingin rawat jalan. Sua
"Bagaimana keadaannya?" tanya Zahra."Dia lemah, butuh banyak cairan karena tidak mau makan beberapa hari ini," ucap Hisyam.Wajahnya terlihat lelah seperti ada yang di pikirkan tapi tidak bisa di curahkan pada istrinya. Zahra tidak sanggup untuk banyak bertanya lagi. Tidak rela rasanya."Om, temani aku makan di bawah. Perutku udah melilit dari tadi," ajak Zahra manja. Tatapannya penuh permohonan membuat Hisyam tak tega. Perasaannya yang tengah gundah gulana di tepis sebentar demi menyenangkan istri tercintanya."Turunlah lebih dulu, aku mau berganti pakaian," balas Hisyam."Oke."Aku tunggu di bawah ya," ucap Zahra penuh semangat.Sepeninggal Zahra, Hisyam duduk termenung sendirian. Memikirkan perkataannya Abie yang meminta agar dirinya melepas Zahra. Ia tidak habis pikir mengapa Abie bisa berpikiran seperti itu. Hisyam merasa gagal mendidik Abie selama ini."Lama-lama karaktermu mirip seperti ayah kandungmu," lirih Hisyam. Banyak hal yang di ketahui Hisyam mengenai ayah kandung Abie