"Lihat saja, Anda semua pasti suka," jawab Dion dengan tenang. Ketiganya hanya bisa diam dan tidak berkata apapun. Mereka benar-benar tidak percaya Dion bisa seperti itu. Apalagi Rafly yang tenang dan wajah pembunuhnya sudah terlihat. "Mimpi apa aku semalam punya teman datar gitu wajahnya," gumam Edgar. Mereka menuju ke tempat yang dikatakan oleh Dion. Tempat yang sangat jauh dari keramaian dan tentu saja mereka saat ini belum tahu apa yang akan dilakukan oleh Rafly. Sesampainya, mereka di tempat tujuan Rafly turun di susul dengan yang lainnya. Anak buah Rafly menundukkan kepala dan mempersilahkan Rafly masuk. "Mereka aman, Tuan," jawab anak buah Rafly tanpa menunggu apa yang akan ditanyakan oleh sang Tuan. "Aman apanya?" tanya Farrel. "Kamu culik orang? Atas dasar apa?" tanya Edgar. "Pengkhianat," jawab Rafly singkat. Ketiganya lagi- lagi hanya bisa diam dan tidak banyak komentar karena mereka benar-benar ingin tahu pengkhianatan seperti apa. Rafly melihat anak buahnya meme
Rafly dan rombongan akhirnya pulang kembali mereka tidak ada jalan-jalan ke mana -mana. Dan tidak ada percakapan membeli oleh-oleh. Karena para sahabat Rafly sudah enggan untuk menasehati Rafly. Sudah ranah pribadi jadi biarkan saja pikirnya. "Tuan, apa Tuan akan langsung pulang ke rumah atau ke kantor dulu?" tanya Dion. "Ke kantor," jawab Rafly. Dion hanya menganggukkan kepala dan tidak lagi bertanya ini dan itu. Perjalanan dari France ke Italia tidak membuat Rafly lelah. Rafly dan para sahabat tiba di bandara mereka berpisah dan masuk ke mobil masing-masing. "Apa ada meeting hari ini?" tanya Rafly singkat. "Tidak ada, hanya memeriksa data keuangan dan ada beberapa kerja sama yang belum Anda sepakati saja setelah itu tidak ada. Dan satu lagi laporan dari Mollusca mengenai produk senjata api yang kita kirimkan itu ada cacatnya, dia minta kita cek dibagian produksi, apakah kesalahan dari kita atau ada sabotase, Tuan," ucap Dion. "Sabotase senjata api yang diproduksi di bagian Bar
Tuan Mathias muncul di belakang mereka. Bibi Ann segera berdiri dan menundukkan kepala ke arah Tuan Mathias. Olla yang masih nemegang piring juga ikut berdiri. Piringnya diletakkan terlebih dahulu baru dirinya ikut menundukkan kepala. "Sudah, kalian jangan seperti itu. Olla, kamu sedang apa, nak?" tanya Tuan Mathias. "Saya, sedang makan sembari mencari angin. Kakek, kenapa sudah pulang? Apa kakek sehat-sehat saja?" tanya Olla yang khawatir dengan kondisi Tuan Mathias. Tuan Mathias tersenyum melihat kekhawatiran cucu menantunya. Tidak salah dirinya memilih Olla. Baik, perhatian, ramah, adabnya juga bisa dikatakan luar biasa hormat kepada orang yang lebih tua juga terlihat. Walaupun tidak berpendidikan tapi dia mempunyai semua itu yang belum tentu dimiliki orang yang berpendidikan. Contohnya, anak, menantu, cucu dan wanita yang baru-baru ini muncul mengacaukan rumah mereka. "Makan apa, nak. Ayo kita makan sama-sama, Ann bawakan saya makanan ke sini. Tadi saya ada bawa ayam bakar,
Niken yang baru saja pulang mencari keberadaan Olla. Tujuannya satu, dia ingin memberikan kejutan yaitu paper bag yang berisi barang mewah dari Nyonya Megumi. "Aku harus temui pelayan miskin itu, aku akan tunjukkan semua belanjaan ini kepadanya. Aku yakin dia akan iri dan merengek hebat karena aku diberikan ini. 'Nyonya aku ini menantumu' . Memangnya kalau menantu kenapa? Menantu tidak disukai, buat apa," ucap Niken yang ke sana kemari mencari keberadaan dari Olla. Saat ini pelayan di rumah melihat Niken yang sibuk sendiri menenteng paper bagnya dan mereka tidak sudi untuk membantu. "Lihat itu, sebenarnya dia yang miskin, malah dia mengatakan Nona Olla. Dasar tidak tahu malu," ucap Susan yang enek melihat kelakuan dari tamunya Nyonya mereka. Saat dirinya kesulitan membawa paper bag Niken tanpa sengaja melihat Olla yang berada di belakang. Dengan antusias dia ke belakang akan tetapi dia melihat keberadaan dari Tuan Mathias yang tertawa dan keduanya terlihat akrab. "Pak tua itu den
Rafly mengambil botol dot yang entah kenapa dia bisa ambil itu. Melihat barang yang dia ambil salah, wajah Rafly langsung memerah dirinya tidak tahu harus berkata apa saat ini. Malu dan bodoh itu beda tipis. "Akibat durhaka dengan istri, ya begini. Tobat sebelum kamu menyesalinya. Jangan sampai terlambat takutnya, kalau terlambat bisa-bisa hidupmu akan menderita dan dia bahagia, bro," ujar Edgar meninggalkan Rafly seorang diri yang masih terdiam. Dion hanya bisa diam, dia tidak angkat bicara bahaya jika dia ikut menimpali apa yang dikatakan oleh sahabat tuannya. Rafly menatap ke arah Dion yang diam dan tidak meninggalkan dia. "Kenapa kamu tidak ikut mereka?" tanya Rafly dengan suara dingin. "Ah, itu anu begini, Tuan. Saya mau ambil itu juga. Tapi, warna pink untuk Bella. Sepertinya, dia tidak mau minum susu dari mangkuk. Jadi, saya mau beli untuk Bella, siapa tahu dia mau minum dari dot ini," jawab Dion segera mengambil dot besar berwarna pink dan satu lagi biru setelah itu Dion
Rafly segera masuk ke dalam kamar. Dirinya tidak ingin mendengar ocehan ibunya yang saat ini berteriak memanggil dirinya karena dia berkata seperti itu ke Niken. "Rafly... Rafly! Mommy belum selesai bicara padamu. Rafly!" teriak Nyonya Megumi dengan kencang tapi tetap tidak dipedulikan oleh Rafly. Nyonya Megumi hanya bisa menatap anaknya yang terus jalan tanpa sedikitpun berhenti. "Anak itu, benar-benar sudah membuatku emosi."Niken geram dan emosi karena Rafly mengusirnya dan yang lebih parahnya dia mengatakan kalau dirinya jangan ke sini jika tidak ada urusan. Apa-apaan ini, dia ada urusan karena dirinya. Kalau tidak, mungkin dia memilih keluar negeri. "Aunty, aku bagaimana? Apa aku harus pulang?" tanya Niken merengek ke Nyonya Megumi sembari memegang tangan Nyonya Megumi dan menggoyangkannya. Nyonya Megumi mendengar rengekkan Niken geram tapi dia berusaha tenang dan sabar. "Niken, kamu pulang saja. Besok ke sini lagi, Aunty ada sesuatu yang harus kamu kerjakan. Aunty harap kam
Sejak kejadian Rafly yang salah bicara, Rafly semakin banyak diam dan mengabaikan Olla. Olla mendapatkan benda yang jatuh itu. Berupa coklat yang berbentuk telur. Dan coklat itu di simpan oleh Olla di dalam tas lusuhnya. "Niken, kamu ada perlu apa ke sini?" tanya Tuan Mathias ke Niken yang duduk di kursi bersama mereka dan posisinya dekat dengan Rafly. Mereka saat ini berada di meja makan. Dan Niken duduk tepat di samping Rafly sedangkan Olla duduk di sebelah Nyonya Megumi. "Tidak apa, biarkan dia duduk di situ, Dad. Lagipula, mau duduk di mana saja Olla tidak kelaparan dan bisa makan juga. Apa harus duduk di sebelah anakku, kalau dia makan? Jangan berlebihan, Dad," sahut Nyonya Megumi. Hempasan meja membuat mereka semuanya terdiam. Nyonya Megumi menelan salivanya karena mendapati mertuanya marah padanya. Dia mulai ketakutan. Tuan Abraham melirik ke arah istrinya, dia sudah berulang kali katakan jangan bawa Niken ke sini, tapi istrinya tetap membawanya. Dan yang lebih parahnya, d
Niken ikut terkejut mendengar suara barito yang menanyakan ada apa dan sudah bisa dia tebak itu suara siapa. Tuan Mathias geram dengan apa yang dia lihat saat ini. Niken sebenarnya kesal karena dia gagal merayu Rafly padahal tinggal sedikit lagi. Itu, dikarenakan kedatangannya Tuan Mathias. Tuan Mathias lah yang menggagalkan semuanya dan awalnya senang karena Olla yang muncul, tapi tiba-tiba Tuan Mathias. "Aku tanya kenapa ini? Kenapa wanita ini ada di sini?" tanya Tuan Mathias yang suaranya sudah menggelegar dan raut wajahnya mulai terlihat merah padam. Tuan Abraham dan Nyonya Megumi yang dikamar terkejut keduanya langsung keluar dari kamar. Nyonya Megumi sebenarnya ingin menunggu di luar tapi, dia memilih masuk kamar dikarenakan suaminya pulang. Jadi, dia mau melayani suaminya dulu dan menurut dirinya rencana dia akan berhasil tapi setelah mendengar suara teriakkan yang cukup kencang tentu saja membuat dirinya ketakutan. "Kenapa Daddy?" tanya Tuan Abraham. Nyonya Megumi berusa
"Tenanglah, biarkan istrimu yang melakukannya karena istrimu yang bersalah karena mengikuti kemauan Niken dan dia juga yang memulainya. Jika dia tidak memulainya, maka wanita itu maksudnya Niken tidak akan seperti ini, jadi kamu tenang, Daddy yakin kalau istrimu itu akan bersikap seperti ibu pada umumnya," ucap Tuan Mathias mencoba menenangkan anaknya. Nyonya Megumi benar-benar melakukan apa yang diminta oleh suaminya. Dia menghubungi Niken dan saat sambungan telpon masuk. Amarah Nyonya Niken menggebu saat mendengar suara Niken yang manja padanya tapi karena terlanjur kesal dan marah karena tidak bisa menggendong si kembar dia balik memarahi Niken. "Niken, keterlaluan kamu. Kenapa kamu mengatakannya? Apa maksud kamu. Aunty tidak menyangka kamu malah nuduh aunty yang tidak-tidak. Rencana itu kamu yang buat kenapa limpahkan ke aunty? Aunty tidak mau tahu, kamu jangan ke rumah aunty lagi. Kamu benar-benar keterlaluan," amuk Nyonya Megumi kepada Niken yang hanya diam dan sekali-kali dia
"Bukan, ibunya. Sebentar aku jawab dulu," ucap Niken yang segera menekan tombol hijau di ponselnya. "Halo, ada apa aunty?" tanya Niken. Niken mendengar ocehan dan amukan dari Nyonya Niken. Niken mengepalkan tangannya, dia tidak percaya jika dia dimaki oleh wanita tersebut. "Aku tidak mengatakannya, sumpah demi Tuhan, buat apa aku mengatakan ke Rafly. Itu ideku, jadi mana mungkin ideku aku kasih tahu. Cari mati itu, aunty," jawab Niken membela dirinya. Niken lagi-lagi diam dan menahan emosinya saat Nyonya Megumi terus memarahi Niken. "Aunty, dengar a ...." Panggilan berakhir. Niken tidak bisa berkata-kata lagi, dia sudah selesai bicara lebih tepatnya ponselnya sudah padam. "Wanita tua tidak tahu diri, bisa-bisanya dia memarahi aku, apa dia tidak tahu kalau aku ingin sekali membunuhnya. Tapi, dari mana Rafly tahu rencanaku mengusir pembantu itu? Apa dia dengar aku bicara dengan ibunya ? Tapi, dia di rumah sakit, mana mungkin dia di sana," ucap Niken pda dirinya sendiri dan tentu s
"Bukan, aku tidak berpikiran seperti itu, carikan saja setelah ketemu beritahukan denganku, sekarang aku pergi dulu, aku tunggu rencananya," jawab Adrian yang segera turun dari mobil Niken. Adrian tidak ingin memberitahukan dulu kepada Niken dia tidak begitu yakin jika Niken bisa menyimpan rahasia, dia takut jika Niken memberitahukannya lebih dulu kepada Olla dan Olla akan menanyakan kepada Rafly dan dia yakin kalau Rafly akan menyangkalnya dan tentu saja itu membuat Olla akan membencinya. Jika Olla tahu kalau dia ingin menghasut dirinya dan memfitnah Rafly lebih baik dia mencari bukti dulu. Niken yang melihat Adrian keluar memicingkan mata, dia penasaran kenapa bisa Adrian meminta dia mencarikan mafia dan paling tidak detektif."Hmm, mau apa Adrian dengan detektif dan mafia ya? Apakah dia mau melakukan sesuatu, apa dia menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa. Hah, tunggu saja aku akan mencari tahu apa itu," jawab Niken. Niken yang segera mengambil ponselnya dan menekan nomor, set
Olla menggelengkan kepala, dia tidak mempunyai kekasih dan saat datang ke rumah Rafly dia juga masih sendiri dan kejadian malam itu pertama kalinya dia alami dan membuatnya hancur.Saat Olla membukanya apa yang diberikan Tia, Olla terkejut karena ada boneka yang memang dari dulu dia suka dan ingin dia beli yaitu, boneka labubu. Olla tersenyum. "Tia, apakah pria itu memakai kacamata?" tanya Olla kepada Tia. "Hmm. Iya benar, Olla, dia memakai kacamata , tinggi dan dia juga tampan tapi suamimu lebih tampan dari dia. Apa kamu kenal dia, Oll?" tanya Olla kepada Tia. Olla menoleh ke arah di mana Rafly berada, dia takut jika Rafly mengetahuinya atau mendengar apa yang akan dia katakan. Dia pun ikut melihat ke arah pandangan Olla. "Olla, kalau kamu takut untuk mengatakannya, lebih baik tidak perlu diam saja," jawab Tia. Olla menghela napas, dia mengatakan apa yang terjadi."Ini dari dokter Adrian, dia yang dulunya pernah menabrak aku karena aku lari dari rumah Rafly. Mungkin kamu sudah
Nyonya Megumi segera pergi dari ruangan tersebut dia tidak mau sampai suami dan mertuanya tahu jika dia berniat untuk mengusir Olla. Olla hanya bisa diam, dia tahu kalau mertuanya itu baik tidak jahat hanya terhasut saja dan belum menerima dia sebagai menantunya karena dia seorang pembantu. "Megumi, mau kemana kamu?" tanya Tuan Abraham kepada Megumi yang sudah kabur dari tempat tersebut. Rafly menatap tajam ke arah Nyonya Megumi yang pergi tanpa menjelaskan benar atau tidaknya. Tapi, Rafly tidak peduli sama sekali. Baginya, anak dan istrinya selamat. Dari yang dia lihat, semuanya benar. Harusnya kalau itu salah, maka dia akan menyangkalnya, ini tidak sama sekali malah pergi. Kedua orang tua Rafly keluar dari ruangan tersebut. Tuan Mathias hanya bisa melihat keduanya pergi dan dia menggelengkan kepala ke arah anak dan menantunya itu. "Rafly, kamu jangan bersikap seperti itu. Salah atau tidaknya menantuku, dia ibumu. Kamu sudah keterlaluan memperlakukan menantuku seperti itu. Kakek
Nyonya Megumi memperhatikan bagaimana anaknya mengurus Olla dengan cukup baik dan dia juga melihat Rafly tersenyum. Rafly benar-benar berbeda dari yang pernah dia lihat. Rafly tidak seperti ayahnya, Tuan Abraham. Saat dirinya hamil Tuan Abraham memilih bersenang-senang dengan wanita lain dan saat melahirkan pun, Tuan Abraham tidak seperti anaknya Rafly yang memperhatikan istrinya dengan luar biasa. Ada rasa iri di hati Nyonya Megumi melihat Olla diperlakukan seperti itu dengan anaknya. Kenapa dia tidak sama seperti Rafly yang memperlakukan istrinya. Rafli itu anak dari tuan Abraham tapi perlakuan mereka berbeda. Tuan Abraham melihat cucunya, dia tersenyum karena dirinya merasa dulu tidak pernah memperhatikan Rafly dan momen itu hilang sejak Rafly beranjak dewasa dan Rafly pun bersikap acuh dengannya dan sekarang Rafly malah lebih dekat dengan istri dan anak-anaknya. "Kamu kenapa? Menyesali semuanya, ya? Tidak ada yang perlu disesali. Semuanya sudah terlambat, anakmu seperti itu ka
Rafly hanya bisa diam, dia bingung mau jawab apa. Apakah dia akan jawab tidak? Tapi, nanti Olla akan bertanya atas alasan apa dan dia akan meminta untuk menghubungi Dion, kalau tidak bisa pasti akan menangis. Sekarang saja sudah hampir menangis dia. "Sayang, apakah yang aku katakan itu benar? Dia mau lecehkan sahabat aku? Kenapa? Huaaaa! Dion kejam, kamu juga jahat sahabat aku di sakiti, kembalikan sahabat aku, kenapa kalian tega dengan sahabat aku?" tanya Olla sambil menangis. Rafly yang duduk di sofa segera bangun dan meletakkan kembali ponselnya. Dia ingin menenangkan Olla. Sampai di dekat Olla, Rafly memeluk Olla dan dia menepuk-nepuk punggung Olla dengan pelan. "Bagaimana ini, aku harus apa saat ini, aku sedih sekali. Sahabat aku pasti saat ini meminta tolong. Seperti ini, tolong Pak Dion jangan sakiti aku, aku masih muda dan tidak boleh disentuh sama sekali. Nah, seperti itu kira-kira yang akan dia katakan, apakah kamu tahu itu?" tanya Olla yang membuat Rafly menggelengkan ke
Dion yang sudah selesai mandi segera bertemu dengan istri barunya. Tia. Dia tidak kesepian jika pulang ke apartemen. Sekarang dia sudah ada yang menemani. "Malam ini malam pertama aku, wah bagaimana gayanya, ya. Kuda laut atau kuda yang ...." Dion menghentikan ucapannya dan dia tersenyum sendiri saat dia memikirkan apa yang akan terjadi saat malam pertama. Dion bersiul saat keluar dari kamarnya, dia benar-benar senang karena akan melakukan malam pertama. Dion sudah memikirkan gaya apa yang akan dilakukan. Dia juga sudah melihat di media sosial caranya, akan tetapi Dion menyudahinya dan bertekad akan melakukan sesuai yang dia inginkan. Saat berada di luar dan melihat istrinya menata makanan, Dion tersenyum kecil, istrinya benar-benar seksi, rambut di cepol, memakai baju khusus memasak dan keringat mengalir di sisi kiri dan kanannya. "Sayang, apa sudah selesai makanannya?" tanya Dion kepada Tia. Tia yang mendengar suara Dion segera mengangkat kepalanya dan membalas senyum Dion.
Dion merasakan kecupan manis dari Tia. Dia bujang dan Tia gadis cocok dan sikatlah. Dion yang puas membuat Tia tidak bernapas akhirnya melepaskan ciuman panas penuh membara. Napas keduanya naik turun. Dion mengusap sisa salivanya dengan lembut yang ada di bibir Tia. Dirinya menatap Tia dengan lembut. "Maafkan aku," ucap Dion yang berbisik pelan akan tetapi bisikkam Dion yang seksi dan wow membuat bulu kuduk Tia merinding. Dia normal, tentu yang dilakukan oleh Dion membuat hasratnta bergelora dan sesuatu yang ada di dalam dirinya naik. "Aku juga minta maaf. Izinkan aku pergi, permisi," ujar Tia yang segera melepaskan pelukan Dion. Semakin lama dia bersama pria tampan ini, semakin dirinya tidak bisa memakai akal sehatnya. Berbahaya jika dia terus bersama pria tampan ini, jiwanya tidak sehat akalnya juga lebih baik pergi. Dion melihat Tia pergi setelah pintu lift terbuka segera mengejarnya. Tidak mau dia melepaskan Tia. Dion menarik tangan Tia hingga wanita tersebut masuk kembali d