Beranda / CEO / Terperangkap Hasrat CEO Kejam / 2. Kejutan Tak Terduga

Share

2. Kejutan Tak Terduga

Happy Reading

*****

"Maaf, maksud Anda bagaimana?" Refara menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga, mengurangi kecemasan.

"Bapak salah sangka. Saya sama sekali tidak mengenal Mbak ini," tambah sang office girl. "Saya permisi. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."

"Tunggu," cegah asisten Firhan, "siapa namamu?"

Office girl itu menyebutkan nama. Lalu, cepat-cepat meninggalkan ketiga orang tersebut.

Firhan begitu intens menatap perempuan yang berdiri di depannya. "Sekali lagi aku bertanya. Apa tujuanmu mendekatiku?"

Refara menatap penuh keberanian lelaki di depannya. "Tujuan saya datang ke kantor ini cuma satu. Mengikuti seleksi interview. Apa masih kurang jelas? Silakan tanya bagian HRD untuk memastikannya."

Meneliti dari atas ke bawah. Tatapan Firhan makin mengintimidasi. "Posisi apa yang kamu lamar?"

"Basic saya di bagian keuangan karena saya lulusan terbaik sebuah universitas negeri di kota ini." Lugas tanpa rasa takut sama sekali walau lelaki di depannya terus mengintimidasi.

"Kenapa tidak melamar di bagian sekretaris. Bukankah ada lowongan?"

"Pak, sudah saatnya meeting online dengan klien yang di Singapura," ucap asisten sang lelaki.

"Masih ada lima menit. Kita tidak akan terlambat." Setelah menjawab sang asisten, Firza kembali menatap Refara. "Jawab pertanyaan saya tadi."

"Saya tidak memiliki basic kesekretariatan. Saya rasa, kecurigaan Anda sama sekali tidak beralasan. Hanya, karena saya tanpa sengaja menghalangi jalan, Anda menuduh sembarangan. Permisi." Refara mulai berjalan menjauhi Firhan walau tertatih-tatih.

"Unik," gumam Firhan.

"Tidak mungkin Anda tertarik dengannya, Pak? Bukankah sudah ada calon untuk segera dihalalkan?" tanya sang asisten.

"Apa pekerjaanmu kurang banyak?"

"Hmm. Maaf, deh." Sang asisten yang bernama Ilham itu mengacungkan jari tengah dan telunjuknya.

Merasa cukup jauh berjalan meninggalkan Firhan, Refara menengok ke belakang. "Tidak mungkin jika kamu tidak tertarik denganku setelah kejadian tadi," ucap Refara dalam hati.

Kembali melanjutkan langkah, Refara masuk ke ruang interview. Beberapa saat kemudian, namanya dipanggil.

"Refara ........"

"Benar, Bu," jawab Refara. Badannya tegak dengan tatapan lurus lawan bicaranya.

"Saya pernah mendengar nama besarmu di lingkungan lembaga keuangan. Kamu adalah salah satu konsultan keuangan terbaik di kota ini. Apa alasanmu melamar di perusahaan kami?"

Menghela napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan, Refara mencoba tersenyum. "Jika Anda pernah mendengar nama besar saya sebagai konsultan keuangan terbaik, maka Anda pun seharusnya sudah mendengar beberapa masalah yang saya hadapi saat ini."

"Jadi, apa kamu benar-benar kekurangan uang hingga rela digaji bulanan seperti sekarang?"

"Saya rasa, pertanyaan Ibu sudah masuk ranah privasi."

Brak ...

Tiba-tiba perempuan di depan Refara membanting map lamaran kerjanya. "Lancang kamu berkata demikian. Sebagai subjek interview, kamu wajib menjawab pertanyaan yang saya ajukan."

"Apa jawaban saya salah?" sahut Refara cepat, "bukankah hal itu merupakan hal privasi yang tidak perlu ditanyakan saat interview."

Perempuan yang rambutnya tergerai cuma diberi jepit di sisi kiri ini membulatkan mata sempurna. "Pergi, kamu tidak layak menjadi bagian perusahaan ini."

Mendengkus, Refara menatap lawan bicaranya dengan remeh. "Hanya karena masalah sepele, saya tidak diterima di perusahaan sebesar ini. Ternyata, kolot juga pikiran oknum-oknum yang ada di sini."

"Pergi, kamu nggak layak ada di sini," usir sang pewawancara, sekali lagi.

Refara diam diperlakukan tidak adil seperti itu. Hendak, meninggalkan tempat itu. Seseorang memegang pundaknya.

"Jadi, begini caramu melakukan interview pada calon karyawan di perusahaan kita?"

"Pak Firhan?" tanya perempuan yang tadi memarahi Refara. Dia langsung berdiri dan membungkuk.

"Jadikan dia sekretaris saya. Kalau kamu tidak bisa menerimanya di bagian keuangan," perintah Firhan.

"Tapi, Pak?"

"Kamu mau dipecat karena membantah perintah atasan?" tambah Ilham.

"Maaf," sahut sang pewawancara yang tak lain adalah manajer HRD. "Saya akan segera menyiapkan kontrak untuk Refara."

"Bagus," ucap Firhan, "mulai besok, kamu resmi menjadi pegawai di perusahaan ini dengan posisi sebagai sekretarisku."

"Terima kasih, Pak," ucap Refara. Langsung pergi meninggalkan Firhan dan Ilham tanpa menoleh pada keduanya.

"Eh," kata Ilham, "kok, tidak sopan gitu. Sudah dibantuin padahal."

"Tutup mulutmu. Kembali kerja. Masih ada banyak pertemuan yang harus kita hadiri," titah sang atasan.

*****

Pulang dari perusahaan Warna Jaya, Refara menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk satu-satunya anggota keluarga yang dia miliki. Namun, matanya membulat sempurna ketika bukan sang kakak yang ada di ruang tersebut.

"Suster," teriak Refara keluar dari ruangan tersebut.

"Ada yang bisa dibantu, Bu?"

"Ke mana pasien yang ada di ruangan ini?" Wajah Refara benar-benar keruh saat ini.

"Kami telah memindahkannya sesuai permintaan suami Ibu," jelas sang perawat.

"Suami saya?" tanya Refara, cengo. "Saya belum menikah, Sus."

"Lho, tapi Mas tadi ngomong kalau suaminya Bu Refa."

"Suster tidak salah dengar, kan?"

"Tidak, Bu. Sesuai permintaan beliau, kami sudah memindahkannya di paviliun Mawar nomor 10."

"Oke, terima kasih informasinya, Sus." Refara segera berpamitan. Setengah berlari, dia menuju paviliun yang terdapat di bagian kanan agak ke belakang dari rumah sakit tersebut.

Matanya berbinar ketika orang yang terbaring di sana benar-benar saudaranya. Refara segera menghampiri lelaki yang semakin lama semakin terlihat kurus tersebut.

"Maaf, Mas. Baru bisa jenguk sekarang, tapi Mas Harri tidak usah khawatir. Aku sudah mendapat pekerjaan dan semua biaya operasi itu akan segera lunas. Semangat untuk sembuh, ya, Mas," ucap Refara.

Tangannya meraih telapak tangan lelaki yang hanya bisa diam tanpa bergerak sedikitpun. Mencium punggung tangan tersebut penuh kasih sayang.

"Aku yakin. Mas, akan segera pulih setelah operasi nanti dan kita akan sama-sama mencari kebenaran dibalik kecelakaan seluruh keluarga kita. Termasuk orang yang memfitnahku hingga gelar profesional kerjaku dicopot."

Terus mengajak saudara tertuanya mengobrol, Refara berusaha merangsang respon Harri. Namun, lelaki itu tak bergerak sama sekali.

"Mas, aku pulang dulu, ya. Besok, sepulang kerja, aku jenguk lagi," pamit Refara setelah membaca pesan di ponselnya.

Mengendarai motor matic miliknya, Refara menuju vila yang dikirimkan Zayn. Setengah jam kemudian, barulah perempuan itu sampai.

"Langsung ke teras samping," ucap Zayn dari layar monitor keamanan di gerbangnya ketika Refara memencet bel vila.

Suara hels yang dikenakan Refara membuat Zayn menoleh. Lelaki itu tengah mengenakan handuk kimono dengan jus jeruk di tangan kanannya.

"Apa yang Bapak inginkan?" tanya Refara. Wajahnya di setel kaku dan sinis.

Zayn melempar sebuah foto ke meja di hadapannya. "Buat dia menjauhi Firhan."

"Tapi, tugas yang Anda berikan sebelumnya belum selesai," bantah Refara.

"Jangan membantah!" bentak. Zayn, "kamu, hanya perlu mengangguk patuh untuk semua perkataanku. Mengerti?"

Cepat, tangan kiri lelaki itu menekan pipi Refara. Zayn bahkan mencondongkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan.

"Ternyata, kamu pandai memikat cowok."

"Bukankah itu tugas yang Anda berikan. Menarik simpati Pak Firhan hingga saya bisa bekerja sebagai sekretarisnya," jawab Refara setenang mungkin supaya lelaki di depannya tidak mengintimidasi lebih dalam.

"Tapi, aku tidak suka caramu tadi."

"Walau tidak suka, nyatanya semua yang saya lakukan membuahkan hasil."

"Jangan membantah," teriak Zayn. Dia bahkan sudah mencekik leher Refara.

"Sakit," rintih sang perempuan.

"Aku tidak suka orangku ditindas seperti tadi."

"Tidak perlu sok peduli. Terpenting tugas yang Anda berikan berjalan baik."

Zayn bergerak cepat membungkam bibir Refara dengan bibirnya.

Plak ...

Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi lelaki otoriter tersebut.

"Jaga batasan Anda. Saya bukan perempuan murahan yang bisa menghangatkan ranjang Anda." Refara berbalik, berniat pergi meninggalkan Zayn. Namun, pergelangan tangannya ditarik kuat.

"Kalau begitu, jadilah simpananku," ucap sang lelaki di telinga disertai kecupan, melecehkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status