Beranda / CEO / Terperangkap Hasrat CEO Kejam / 3. Hari Pertama Kerja

Share

3. Hari Pertama Kerja

Happy Reading

*****

Refara menoleh pada lelaki kurang ajar yang telah melecehkannya. Sekuat tenaga mendorong tubuh Zayn. Namun, sayang tenaga sang wanita sangat jauh dibanding lawannya sehingga tubuh si lelaki tetap menempel.

"Jangan kurang ajar, Pak," bentak Refara. "Saya memang bukan perempuan baik-baik, tapi untuk menjadi simpanan lelaki seperti Anda mendingan saya menjadi pembantu rumah tangga." Melangkahkan kakinya dengan cepat sebelum Zayn kembali bertindak aneh.

Sepeninggal Refara, Zayn menghabiskan minumannya dengan sekali tegukan. "Menarik juga. Belum pernah ada yang menolakku seperti tadi," ucapnya lirih.

*****

Pukul setengah tujuh, Refara sudah siap berangkat kerja dengan mengendarai motornya. Sebulan ini, dia mulai terbiasa menggunakan kendaraan tersebut walau sebelumnya sempat minder ketika bertemu sapa oleh orang yang mengenalnya saat berpapasan.

Dia kini, bukanlah perempuan sosialita seperti ketika kedua orang tuanya masih hidup. Refara harus bertahan dengan segala kekurangan demi kesembuhan Harri.

Mulai menarik tuas gas yang berada di tangan untuk melajukan kendaraan. Ponsel Refara berbunyi, sebuah chat masuk dari nomor tak dikenal.

"Tolong siapkan sarapan untuk Pak Firhan. Kamu beli di restoran ini." Sang pengirim tak dikenal itu mengirimkan alamat restoran yang diinginkan.

"Siapa?" balas Refara memastikan.

"Ilham, asistennya Pak Firhan. Sebentar lagi, uang untuk pembelian akan ditransfer ke rekeningmu. Saya harap kamu tidak terlambat walau harus membelikan beliau sarapan. Pak Firhan tidak akan menoleransi karyawan yang telat apalagi orang baru sepertimu."

Tak lagi membalas pesan yang dikirim oleh Ilham, Refara segera melajukan kendaraannya menuju restoran yang dimaksud.

Kurang dari dua puluh menit kemudian, Refara sudah sampai di kantor. Segera ke lantai tiga di mana ruangan jajaran presidium berada. Sebelum mencapai pintu masuk ruangan Firhan, Ilham sudah berdiri menunggunya.

"Cepat sedikit, Re. Beliau sudah hampir sampai kantor," kata Ilham.

Melirik arloji di pergelangan tangannya, kening Refara berkerut. Masih lima belas menit lagi sebelum jam kantor di mulai.

"Pantry di bawah, ya, Pak?"

"Tidak perlu ke bawah, di sana saja. Ada beberapa peralatan yang bisa kamu gunakan," tunjuk Ilham pada ruangan tak jauh dari toilet.

Kembali, Refara bergerak cepat tanpa bertanya apa pun lagi. Segera mengeluarkan makanan yang dia beli di restoran tadi dan menggantinya di mangkok serta piring. Walau telah menyelidiki latar belakang Firhan, tetapi dia tetap saja was-was. Takut jika lelaki itu kecewa dengan pilihan makanan untuk sarapannya.

Menit berikutnya, Refara sudah berada di dekat Ilham berdiri. "Langsung saya taruh di meja beliau apa gimana, Pak?" tanyanya pada Ilham.

"Taruh saja di meja dekat sofa."

"Baik." Cekatan, Refara meletakkan semua makanan setelah Ilham membantunya membuka pintu.

"Setelah ini, kamu siapkan materi untuk meeting Pak Firhan. Berkasnya sudah saya taruh di meja kerjamu. Tepat di sebelah meja kerja saya," terang Ilham.

Sekali lagi, Refara mengangguk tanpa berkata apa pun. Banyak hal sudah dia pelajari tentang dua orang yang kini menjadi atasannya itu.

Beberapa menit kemudian, Firhan terlihat berjalan ke ruangannya. Refara berdiri, membungkukkan badannya sedikit untuk menghormati sang atasan.

Sama sekali tak melirik sekretaris barunya, Firhan berjalan lurus memasuki ruangan.

"Huft. Susah juga menaklukkannya. Aku pikir, dia seperti CEO muda lainnya. Player, ternyata dia cukup dingin. Padahal dari informasi yang aku dapatkan, dia sering datang ke klub-klub malam," gumam Refara.

Kembali duduk sambil memeriksa berkas yang diberikan Ilham. Perempuan itu mendapat chat dari Zayn.

"Sudah dua hari dari waktu yang aku berikan, waktumu cuma tiga hari. Jika gagal, maka nyawa saudaramu dalam bahaya," tulis lelaki dingin itu.

Mendengkus, Refara membalas pesan Zayn. "Nggak usah khawatir. Saya pasti melaksanakan semua tugas yang diberikan dengan baik asal bayarannya sesuai."

"Matre," balas Zayn.

Refara tersenyum membaca balasan pesan lelaki kejam itu tanpa menyadari jika Firhan dan Ilham sudah ada di hadapannya.

"Sebaiknya, kamu simpan HP saat bekerja. Saya tidak suka jika ada karyawan tidak fokus dengan tugasnya," ucap Firhan dingin.

"Mana berkas yang saya berikan tadi, Re," pinta Ilham.

Refara memasang muka bersalah, menyerahkan berkas yang sudah dia periksa dan revisi. "Mohon koreksinya, takut ada yang salah."

"Jika masih harus dikoreksi, untuk apa saya menyuruhmu membaca ulang. Bodoh!"

Seketika, Refara menelan ludah dengan susah payah. Tak menyangka jika targetnya adalah sosok bermulut pedas.

"Biar saya yang mengoreksi ulang," sahut Ilham, "kita sudah sangat terlambat jika terus berdebat."

Firhan menatap sengit asisten pribadinya. "Biarkan dia ikut meeting kali ini," ucapnya mengajak Refara.

"Tapi, Pak."

"Lebih baik dia banyak belajar daripada terus melakukan kesalahan." Berjalan lebih dulu meninggalkan Ilham.

"Kamu dengar itu, Re? Cepat ikut kami."

Tanpa berpikir panjang lagi, Refara merapikan meja dan mengikuti langkah kedua atasannya tersebut. 

Masuk ruang meeting yang berada di lantai empat, Refara melihat beberapa orang sudah duduk dengan asisten masing-masing. Memberikan kode padanya untuk segera membagikan berkas tadi, perempuan itu mengangguk.

"Tumben telat, Fir," ucap salah seorang dari mereka. Wajahnya mirip Firhan, tetapi sedikit lebih chubby. Refara mengenalinya sebagai salah satu keluarga Firhan.

"Perutku sedikit mual, Mas. Jadi, sarapan dulu."

"Siapa yang kamu bawa itu?"

"Sekretaris baru, menggantikan Bu Komang," jawab Firhan setelah dia duduk di sebelah lelaki yang menyapa Firhan tadi.

"Sepertinya, meeting kali ini sudah bisa dimulai. Semua pimpinan cabang sudah hadir," ucap salah seorang pria berumur sekitar lima puluh tahunan.

"Rasanya belum semua pimpinan cabang hadir dan beliau merupakan orang terpenting dalam proyek kita kali ini. Jadi, sebaiknya kita menunggu kedatangannya," sahut lainnya.

Refara cuma bisa menatap mereka semua dengan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala tanpa bisa bertanya siapa mereka sebenarnya.

"Dasar anak pelakor. Tidak pernah bisa menghargai waktu."

Di saat perkataan lelaki yang diketahui Refara adalah saudara kandung Firhan tersebut mengatupkan bibirnya. Pintu ruangan dibuka oleh seseorang.

"Jaga mulutmu. Beraninya cuma di belakang saat orangnya tidak ada," ucap lelaki dengan sorot mata tajam penuh wibawa.

Refara membulatkan mata. "Kenapa dia di sini? Apakah dia bagian dari Warna Jaya Grup?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status