Happy Reading
***** Tanpa sadar kalimat tersebut terucap cukup keras oleh Refara sehingga membuat sosok lelaki yang berbincang tadi melirik ke arahnya. "Siapa di sana?" tanya si lelaki cukup keras. Refara bertindak cepat dengan meninggalkan keduanya. "Siapa, Zayn?" tanya si perempuan. Zayn yang tengah berbincang dengan Irene tadi, mengangkat kedua bahunya. "Mungkin, cuma orang yang mau ke toilet." "Bagaimana jika dia mendengar percakapan kita tadi?" "Apa peduliku?" Zayn begitu santai menanggapi pertanyaan Irene. Berbalik arah meninggalkan perempuan itu sendirian. "Sial. Kenapa aku masih belum bisa menaklukkan hatinya. Padahal sudah lama bersama," umpat Irene. Lalu, dia menghubungi seseorang untuk memastikan jika tidak ada yang mengetahui percakapannya dengan Zayn tadi. Kembali ke acara pesta dengan duduk di sebelah Ilham. Jantung Refara bergerak cepat ketika tatapan tajam Zayn mengarah padanya. Padahal, lelaki itu tengah menemani Elvira, tetapi entah mengapa Refara merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi karena tatapan Zayn. "Semoga dia tidak tahu bahwa aku sudah mendengar semua percakapannya tadi. Dasar cowok busuk, pantas saja dia ingin membunuh janin di perut Irene. Ternyata, dia punya hubungan spesial dengan wanita itu," kata Refara dalam hati. "Re, coba ini," pinta Ilham. Lelaki itu menyodorkan steak sapi yang sudah dipotong-potong terlebih dahulu ke hadapan Refara. "Terima kasih. Tidak perlu serepot ini, Pak." Dari seberang duduk Refara, Sailendra tertawa. "Sejak kalian anak-anak sampai remaja dan dewasa, Kakek beru melihatmu seperti ini, Ham. Apa gadis ini begitu memikatmu?" "Pastinya iya, Kek," sahut Firhan. Dia juga tersenyum bahagia untuk asistennya. "Jaga baik-baik, Ham. Jangan sampai si ono mencelakai Refara. Jangan sampai juga ada lelaki yang merebutnya. Pesona Refara terlalu kuat memikat lawan jenis," tambah Gandy. "Mas Gandy tidak berniat merebutnya dariku, kan?" sahut Ilham disertai mimik muka lucu. "Dih, bukan levelku." Zayn meletakkan sendok cukup keras di atas piringnya. Dia langsung berdiri meninggalkan anggota keluarganya. "Dia kenapa?" tanya Firhan. Sailendra menatap kepergian Zayn dengan kesedihan. "Masmu tidak pernah menyukai hal-hal berbau cinta. Kita semua tahu bagaimana keadaannya," ucapnya. "Salah dia sendiri jadi orang jahat," sahut Gandy. "Jaga perkataanmu, Gan. Walau bagaimanapun, dia adikmu," peringat Sailendra. "Biar aku yang temani Mas Zayn." Firhan meninggalkan meja, mengejar Zayn yang sudah menjauh. Refara tersenyum miring, dalam hati mengumpat kelakuan Zayn. Pesta terus berlangsung hingga pukul sepuluh lebih dan Refara tak lagi melihat keberadaan Zayn sampai pesta selesai. "Tunggu di sini, Re. Aku ambil mobil," kata Ilham setelah mereka sampai di lobi. "Iya." Sepeninggal Ilham, pergelangan tangan Refara ditarik oleh seseorang. "Lepas," pinta si gadis saat mengetahui jika orang yang menariknya adalah Zayn. "Hubungi Ilham. Katakan jika kamu sudah pulang duluan," ucap Zayn tak terbantahkan. "Jangan seenaknya, Pak." Zayn tak mengindahkan perkataan Refara. Dia malah mengambil paksa ponsel sang gadis dan mengirimkan chat pada Ilham. Keduanya sudah berada di dalam lift saat ini. "Berapa kali aku peringatkan. Fokus dengan tujuanmu, Refa!" bentak Zayn. Wajahnya memerah dengan mata sayu. Pegangan tangannya begitu kuat menekan pergelangan Refara. "Sakit," rintih sang gadis. Air matanya hampir keluar karena perlakuan lelaki di depannya. "Jika tidak mau tersakiti, patuh," kata Zayn. Indera penglihatannya semakin sayu, wajahnya bergerak mendekati Refara bahkan bibir keduanya sudah hampir menyatu. Refara memejamkan mata, mengumpulkan niat untuk melepaskan diri dari Zayn. Perbincangan lelaki itu dengan Irene begitu membekas dalam ingatan membuatnya memiliki kekuatan untuk melawan. Refara mendorong Zayn dengan keras. "Saya bukan perempuan yang mudah Anda permainkan dan saya tidak akan pernah menjadi mainan Anda. Jika tugas yang Anda berikan berhasil, saya tidak akan bekerja sama lagi. Lebih baik kita sudahi semua ini." Napas Refara memburu. Zayn sangat berbahaya dari yang pernah dia dengar selama ini. Lelaki itu bagai pemburu yang siap membunuh mangsanya. Mendengkus, Zayn menatap lawannya dengan sinis. "Kamu kira, akan semudah itu melepaskan kerja sama kita?" Lelaki itu menarik paksa pergelangan Refara ketika pintu lift terbuka. "Lepas, Pak. Kita mau ke mana?" Seakan tuli, Zayn terus menarik pergelangan Refara agar mengikuti langkahnya. Bunyi ponsel yang begitu nyaring tak lagi dipedulikan. Refara menghentikan permintaannya ketika tanpa sengaja menyentuh pergelangan Zayn yang terlihat warna merah merembes pada lengan kemeja. "Apa Anda terluka?" tanya Refara. Rasa bersalah menyerang mengingat apa yang dilakukannya di lift tadi. Zayn diam malah mengeraskan langkahnya. "Apa karena doronganku tadi, tangannya terluka," tanya Refara dalam hati. Di depan sebuah kamar paling ujung di lantai tersebut, seorang lelaki berjas hitam berdiri di depan pintu. "Semua sudah aku sediakan di dalam," ucap sang lelaki pada Zayn. "Terima kasih, Van. Jaga kerahasiaan ini." Lelaki itu mengangguk, lalu segera meninggalkan Refara dan Zayn. Zayn melempar Refara ke sofa. Tatapannya masih sangat menakutkan, tetapi setelahnya lelaki itu menghempaskan diri ke sofa, tepat di sebelah sang gadis. Darah mengalir dari pergelangan tangan Zayn terlihat jelas oleh Refara. "Kenapa sampai terluka seperti ini?" tanya Refara. Mengambil tangan Zayn yang berdarah. "Di kotak hitam itu, ada obat yang sudah disiapkan Revan," ucap Zayn. Refara mengambil kotak tersebut. Mengulung lengan kemeja Zayn sampai siku. barulah dia melihat dengan jelas lengan si lelaki sobek yang mengakibatkan darah merembes. "Sudah terluka seperti ini masih bisa mengancamku," kata Refara sambil membersihkan luka Zayn. "Luka seperti ini, tidak akan membuatku mati, Re." Refara melempar tangan Zayn yang terluka. "Kalau begitu tidak perlu saya obati." Si gadis berdiri, menjauhi lelaki tersebut. Lalu, mengangkat panggilan di ponselnya. "Re, kamu baik-baik saja?" kata seseorang di seberang sana. "Saya baik-baik saja, Pak. Maaf, tadi ada temen yang lama tidak bertemu dan ngajak pulag bareng, jadi ...." "Tidak masalah, Re. Aku cuma khawatir karena dari tadi kamu tidak mengangkat panggilanku." "Terlalu asyik ngobrol jadi tidak mendengar panggilan Pak Ilham," kata Refara, "aah." Perempuan itu mengeluarkan desahan. "Re, kamu kenapa?" "Tidak apaa-apa, Pak. Saya tutup dulu, ya, telponnya." Refara segera mematikan saambuungannya tanpa menunggu balasan Ilham. Tak ingin suara laknat keluar dari biubiurnya lagi akibat ulah tangan Zayn yang menekan bukit kembarnya. Setelahnya, gadis itu amendelik, sebal dengan pelecehan yang dilakukan suadara Firhan. "Sekali bapak melakukan hal mesum seperti tadi, saya akan melaporkannya," ancam si perempuan. "Jangan menerima telpon dari lelaki lain setelah ini." "Bapak gila? Saya tidak akan menuruti perintah itu. Bagaimana jika yang menelepon tadi pak Firhan? Apa saya harus mengabaikannya juga?" "Bukan begitu maksudku. Ah," adu Zayn ketika lengannya yang terluka bergesekan dengan kain brokat milik Refara. "Maaf." Refara mengambil tangan Zayn dan menuntunnya kembali ke sofa. Telaten, perempuan itu mengobati luka Zayn. Tak jarang, dia meniupnya ketika Zayn meringis kesakitan setelah obat itu menyentuh kulit. "Terima kasih, Re." Mata sang lelaki terpejam setelah mengucapkannya. Refara menatap lekat lelaki di depannya, jari telunjuknya menyusuri wajah Zayn tanpa berniat menyentuhnya. "Apa isi hatimu memang dipenuhi kejahatan? Padahal jika tertidur seperti ini, kamu seperti bayi. Lucu dan menggemaskan." Tengah malam, Zayn membuka mata karena kerongkongannya terasa kering. Namun, dia merasakan sesuatu yang terasa berat menindih perutnya. Ternyata, kepala Refara ada di atasnya. Sang lelaki tersenyum. Menggunakan sisa tenaganya, dia memindahkan gadis itu ke ranjang. Lalu, menghubungi seseorang. Dirasa semua sudah sesuai keinginanya, Zayn merebahkan dirinya di samping Refara. Suara pelayanan hotel membangunkan tidur Refara. "Pak Zayn, apa yang sudah Anda lakukan?" teriak Refara ketika melihat baju yang dikenakannnya sudah berganti dengan baju tidur seksi.Happy Reading*****Suara pintu kamar mandi yang dibuka terdengar, Zayn menampilkan wajah segar dengan rambut basah. Walau luka pada lengannya masih terlihat merah, tetapi lelaki itu tidak lagi menunjukkan kesakitan."Kenapa berteriak?""Apa yang sudah Anda lakukan?""Menurutmu?" Zayn balik bertanya. Lelaki itu bahkan tak segan mengenakan pakaiannya di depan Refara. Seolah-olah sang perempuan tidak ada di sana."Saya benci Anda. Selalu memanfaatkan situasi." Refara turun dari ranjang. Lalu, seperti memastikan sesuatu, perempuan itu tersenyum. "Ternyata aku masih perawan," ucapnya lirih. "Yakin masih perawan?" ucap Zayn. Lelaki itu bahkan tersenyum, seperti meremehkan ucapan Refara."Bukankah tidak ada noda darah? Tentunya kesucian itu masih terjaga." Di hati, Refara berusaha meyakinkan bahwa tidak ada kejadian yang akan merugikannya kelak."Bodoh atau pura-pura bodoh. Tanda seorang cewek masih virgin itu bukan karena ada noda darah ketika pertama berhubungan intim. Coba baca lagi. Ad
Happy Reading*****Semenjak kejadian di hotel, Refara tidak pernah lagi bertemu dengan Zayn. Lelaki itu seakan menghilang ditelan bumi. Instruksi tugas yang harus dikerjakan Refara pun, selalu Revan yang menyampaikan. Sang gadis tidak ambil pusing. Langkahnya semakin ringan ketika Zayn tidak terlalu ikut campur dengan tugas yang sudah dia susun. Hubungan Refara dengan Firhan juga semakin baik. Lelaki itu tidak lagi kaku dan dingin seperti sebelumnya walau masih memasang jarak pembatas. Besok, acara pernikahan Firhan dan Irene akan dilangsungkan. Pekerjaan Refara kian bertambah ketika diminta untuk menjadi pendamping pada pernikahan keduanya padahal dia harus menyelesaikan tugas yang diberikan Zayn.Menengok kanan kiri, Refara mulai menggerakkan jemarinya mengirimkan pesan pada seseorang. Beberapa saat kemudian, dia tersenyum membaca balasan pesannya. "Belum pulang, Re?" tanya Ilham mengagetkan Refara."Belum, Pak," sahut Refara gugup. "Mau pulang bareng?""Saya bawa motor sendiri,
Happy Reading*****"Kita mu ke mana, Re?" tanya Zayn setelah sampai di tempat sepi tak jauh dari toilet. "Pak, saya harap Anda tidak marah. Sungguh, saya tidak mengetahui bahwa lelaki itu sudah menikahi Bu Irene. Anda tidak boleh menghukum saya karena tugas yang diberikan sudah terselesaikan dengan baik tanpa harus membunuh janin yang tak berdosa," terang Refara."Tapi, caramu berakibat fatal nantinya. Aku tidak suka kamu bertindak gegabah seperti ini." Zayn memegang kuat lengan Refara."Maaf, jika kejadian tidak bisa menyatukan kembali cinta Anda dan Irene." Suara Refara mulai bergetar apalagi ketika netranya bersirobok dengan tatapan tajam Zayn. "Maksudmu?""Saya tahu Anda dan Irene memiliki hubungan spesial di masa lalu. Oleh karena itulah Anda meminta saya memisahkannya dari Pak Firhan dan melenyapkan janin di perutnya. Saya rasa, Anda harus mengkaji ulang jika ingin tetap bersama Irene."Zayn melepas tangannya dari pergelangan Refara, seketika tawanya meledak tak mampu ditahan
Happy Reading*****"Kapan, Mas, masuk?" tanya Firhan. "Saya permisi dulu, Pak." Refara meninggalkan keduanya. "Tidak perlu keluar, Re. Mas Zayn pasti tidak akan lama. Katakan ada apa, Mas? Jika kedatanganmu cuma untuk mengolok-olokku, kamu tidak perlu melakukannya. Aku tahu, aku lelaki bodoh yang percaya begitu saja pada perkataan Irene. Harusnya, ketika aku mendengar percakapan kalian waktu itu, aku melepaskan semua tipu dayanya untuk menjeratku."Zayn mendengkus. "Aku datang ke sini cuma mau ngasih tahu. Ada berkas yang harus kamu tanda tangani terkait ekspor ke Arab Saudi." Lelaki itu melempar map berwarna hitam pada Firhan."Mas, kok kamu tega meminta aku kerja dengan keadaan seperti ini.""Siapa yang memintamu kerja? Kamu, hanya perlu tanda tangan," tegas Zayn. Merasa sebagai orang asing yang tidak seharusnya mendengarkan pertengkaran dua pewaris perusahaan tekstil terbesar di pulau itu, Refara pamit pulang. "Re, aku masih sangat membutuhkanmu.""Tapi, Pak. Saya tidak bisa m
Happy Reading*****Zayn menyentil kening Refara. "Apa yang kamu pikirkan? Bisa-bisanya tidak fokus. Sana masuk, Firhan sudah menunggu sejak tadi," peringatnya."Hah, iya." Sejenak, Refara melupakan pertanyaannya tadi. Wajah Firhan terlihat menakutkan saat ini. Refara duduk di sebelah Firhan yang kebetulan satu mobil dengan Gandy. Si sulung itu, saat ini duduk di samping sopir, sedangkan Zayn satu mobil dengan Sailendra. "Kamu yakin tidak memiliki keinginan menikahi Elvira, Fir?" tanya Gandy setelah mereka menempuh setengah perjalanan menuju hotel pesta berlangsung. "Tidak berminat sama sekali. Malas banget dengan tie perempuan seperti dia," sahut Firhan, "Mas kan tahu gimana tipeku.""Oke. Aku percaya kamu tidak akan mengkhianatiku," sahut Gandy, "Boleh ngasih saran?""Silakan."Refara masih setia mendengarkan percakapan dua lelaki itu, dia sama sekali tidak berniat menyela atau bergabung dengan keduanya. Di pikirannya kini, hanya ada jepit dasi yang dipakai Zayn. Kenapa berbeda
Happy Reading*****Zayn meninggalkan Refara yang terbengong dengan segala pemikirannya sendiri. Dia memilih pergi ke meja Elvira yang baru saja duduk setelah menyelesaikan dansa. "Tampaknya, kamu sangat tertarik pada saudaraku," ucap Zayn. Tanpa permisi, meminta ijin. Lelaki itu menyeret kursi di sebelah sang gadis.Elvira tak langsung menjawab, dia memilih meneguk minuman berwarna kuning di depannya. Setelah selesai minum, entah disengaja atau tidak. Perempuan itu sengaja menjilat sisa manis dari jus jeruk yang ada di bibirnya dengan sangat sensual. Zayn meneguk ludahnya sendiri, susah payah menahan gejolak yang ditimbulkan oleh gadis di depannya. Dia lelaki normal apalagi hidup di pulau yang katanya sangat bebas mengenai hubungan dua jenis kelamin yang berbeda. Tidak perlu munafik, lelaki itu sudah pernah mencicipi manisnya hubungan intim dengan seorang wanita walau belum menikah. Jadi, tak heran libidonya langsung naik ketika melihat aksi Elvira tadi. "Sial, apa kamu sengaja m
Happy Reading*****Skakmat, Refara dengan cepat membaca tujuan Firhan mendekatinya bahkan ketika permintaan si bos belum diiyakan."Jangan asal tuduh, Re. Kamu bahkan sudah mendengarnya langsung ketika aku tidak mau berkompetisi mendapatkan Elvira. Semua itu karena aku tidak menginginkan menjalani pernikahan bisnis. Aku ingin pernikahanku diwarnai cinta, Re. Kalau kamu menolak bersamaku saat ini, tidak masalah. Aku akan menunggu jawabanmu." Firhan dengan lembut memegang kepala sang sekretaris lembut.Tanpa disadari keduanya jika Ilham melihat semua interaksi yang Firhan lakukan pada Refara. Tangannya terkepal, bukankah sahabatnya itu mengetahui jika dia tertarik pada perempuan yang kini sedang dia genggam tangannya. Tak tahan lagi untuk bersembunyi lebih lama lagi, Ilham mendekati keduanya. "Hei, apa kabar, Fir?" sapa Ilham, matanya fokus pada tangan sang atasan yang memegang tangan Refara. "Hei, kapan kamu datang?" tanya Firhan. Dia masih terus memegang tangan sang sekretaris wal
Happy Reading*****Panggilan Sailendra terputus ketika Zayn berjanji akan menemukan Elvira secepatnya. Lelaki itu tidak mengetahui jika orang yang dicarinya sedang bersenang-senang dengan lelaki lain. Saat ini, Elvira baru saja keluar dari kamar hotel bersama sang mantan pacar. Seakan lupa minuman apa yang sudah dia berikan pada Zayn sebelumnya, perempuan itu langsung setuju dengan ajakan sang mantan. Sementara itu, Refara kembali ke rumah kontrakannya dengan deraian air mata. Dia merasa kotor saat ini. Apa yang dijaganya selama ini hilang di tangan orang yang tidak tepat. Andai Zayn adalah Firhan, mungkin perempuan itu tidak begitu menyesal. Setidaknya, Refara masih memiliki harapannya jika sang atasan yang merenggutnya, begitulah pikiran sang perempuan.Saat ini, harapan Refara cuma satu. Semoga kejadian semalam tidak menyebabkan dirinya hamil. Zayn benar-benar lelaki buas, berkali-kali melakukannya, tetapi tidak menggunakan pengaman sama sekali."Semoga kejadian tadi malam tidak