Home / CEO / Terperangkap Hasrat CEO Kejam / 8. Terjebak Bersama Zayn

Share

8. Terjebak Bersama Zayn

Happy Reading

*****

Tanpa sadar kalimat tersebut terucap cukup keras oleh Refara sehingga membuat sosok lelaki yang berbincang tadi melirik ke arahnya.

"Siapa di sana?" tanya si lelaki cukup keras. Refara bertindak cepat dengan meninggalkan keduanya.

"Siapa, Zayn?" tanya si perempuan.

Zayn yang tengah berbincang dengan Irene tadi, mengangkat kedua bahunya. "Mungkin, cuma orang yang  mau ke toilet."

"Bagaimana jika dia mendengar percakapan kita tadi?"

"Apa peduliku?" Zayn begitu santai menanggapi pertanyaan Irene. Berbalik arah meninggalkan perempuan itu sendirian.

"Sial. Kenapa aku masih belum bisa menaklukkan hatinya. Padahal sudah lama bersama," umpat Irene. Lalu, dia menghubungi seseorang untuk memastikan jika tidak ada yang mengetahui percakapannya dengan Zayn tadi.

Kembali ke acara pesta dengan duduk di sebelah Ilham. Jantung Refara bergerak cepat ketika tatapan tajam Zayn mengarah padanya. Padahal, lelaki itu tengah menemani Elvira, tetapi entah mengapa Refara merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi karena tatapan Zayn.

"Semoga dia tidak tahu bahwa aku sudah mendengar semua percakapannya tadi. Dasar cowok busuk, pantas saja dia ingin membunuh janin di perut Irene. Ternyata, dia punya hubungan spesial dengan wanita itu," kata Refara dalam hati. 

"Re, coba ini," pinta Ilham. Lelaki itu menyodorkan steak sapi yang sudah dipotong-potong terlebih dahulu ke hadapan Refara.

"Terima kasih. Tidak perlu serepot ini, Pak."

Dari seberang duduk Refara, Sailendra tertawa. "Sejak kalian anak-anak sampai remaja dan dewasa, Kakek beru melihatmu seperti ini, Ham. Apa gadis ini begitu memikatmu?"

"Pastinya iya, Kek," sahut Firhan. Dia juga tersenyum bahagia untuk asistennya.

"Jaga baik-baik, Ham. Jangan sampai si ono mencelakai Refara. Jangan sampai juga ada lelaki yang merebutnya. Pesona Refara terlalu kuat memikat lawan jenis," tambah Gandy.

"Mas Gandy tidak berniat merebutnya dariku, kan?" sahut Ilham disertai mimik muka lucu.

"Dih, bukan levelku."

Zayn meletakkan sendok cukup keras di atas piringnya. Dia langsung berdiri meninggalkan anggota keluarganya.

"Dia kenapa?" tanya Firhan.

Sailendra menatap kepergian Zayn dengan kesedihan. "Masmu tidak pernah menyukai hal-hal berbau cinta. Kita semua tahu bagaimana keadaannya," ucapnya.

"Salah dia sendiri jadi orang jahat," sahut Gandy.

"Jaga perkataanmu, Gan. Walau bagaimanapun, dia adikmu," peringat Sailendra.

"Biar aku yang temani Mas Zayn." Firhan meninggalkan meja, mengejar Zayn yang sudah menjauh.

Refara tersenyum miring, dalam hati mengumpat kelakuan Zayn. Pesta terus berlangsung hingga pukul sepuluh lebih dan Refara tak lagi melihat keberadaan Zayn sampai pesta selesai.

"Tunggu di sini, Re. Aku ambil mobil," kata Ilham setelah mereka sampai di lobi.

"Iya."

Sepeninggal Ilham, pergelangan tangan Refara ditarik oleh seseorang.

"Lepas," pinta si gadis saat mengetahui jika orang yang menariknya adalah Zayn.

"Hubungi Ilham. Katakan jika kamu sudah pulang duluan," ucap Zayn tak terbantahkan.

"Jangan seenaknya, Pak."

Zayn tak mengindahkan perkataan Refara. Dia malah mengambil paksa ponsel sang gadis dan mengirimkan chat pada Ilham. Keduanya sudah berada di dalam lift saat ini.

"Berapa kali aku peringatkan. Fokus dengan tujuanmu, Refa!" bentak Zayn. Wajahnya memerah dengan mata sayu. Pegangan tangannya begitu kuat menekan pergelangan Refara.

"Sakit," rintih sang gadis. Air matanya hampir keluar karena perlakuan lelaki di depannya.

"Jika tidak mau tersakiti, patuh," kata Zayn. Indera penglihatannya semakin sayu, wajahnya bergerak mendekati Refara bahkan bibir keduanya sudah hampir menyatu.

Refara memejamkan mata, mengumpulkan niat untuk melepaskan diri dari Zayn. Perbincangan lelaki itu dengan Irene begitu membekas dalam ingatan membuatnya memiliki kekuatan untuk melawan. Refara mendorong Zayn dengan keras.

"Saya bukan perempuan yang mudah Anda permainkan dan saya tidak akan pernah menjadi mainan Anda. Jika tugas yang Anda berikan berhasil, saya tidak akan bekerja sama lagi. Lebih baik kita sudahi semua ini." Napas Refara memburu.

Zayn sangat berbahaya dari yang pernah dia dengar selama ini. Lelaki itu bagai pemburu yang siap membunuh mangsanya.

Mendengkus, Zayn menatap lawannya dengan sinis. "Kamu kira, akan semudah itu melepaskan kerja sama kita?"

Lelaki itu menarik paksa pergelangan Refara ketika pintu lift terbuka.

"Lepas, Pak. Kita mau ke mana?" Seakan tuli, Zayn terus menarik pergelangan Refara agar mengikuti langkahnya. Bunyi ponsel yang begitu nyaring tak lagi dipedulikan.

Refara menghentikan permintaannya ketika tanpa sengaja menyentuh pergelangan Zayn yang terlihat warna merah merembes pada lengan kemeja.

"Apa Anda terluka?" tanya Refara. Rasa bersalah menyerang mengingat apa yang dilakukannya di lift tadi.

Zayn diam malah mengeraskan langkahnya.

"Apa karena doronganku tadi, tangannya terluka," tanya Refara dalam hati.

Di depan sebuah kamar paling ujung di lantai tersebut, seorang lelaki berjas hitam berdiri di depan pintu.

"Semua sudah aku sediakan di dalam," ucap sang lelaki pada Zayn.

"Terima kasih, Van. Jaga kerahasiaan ini."

Lelaki itu mengangguk, lalu segera meninggalkan Refara dan Zayn.

Zayn melempar Refara ke sofa. Tatapannya masih sangat menakutkan, tetapi setelahnya lelaki itu menghempaskan diri ke sofa, tepat di sebelah sang gadis. Darah mengalir dari pergelangan tangan Zayn terlihat jelas oleh Refara.

"Kenapa sampai terluka seperti ini?" tanya Refara. Mengambil tangan Zayn yang berdarah.

"Di kotak hitam itu, ada obat yang sudah disiapkan Revan," ucap Zayn.

Refara mengambil kotak tersebut. Mengulung lengan kemeja Zayn sampai siku. barulah dia melihat dengan jelas lengan si lelaki sobek yang mengakibatkan darah merembes.

"Sudah terluka seperti ini masih bisa mengancamku," kata Refara sambil membersihkan luka Zayn.

"Luka seperti ini, tidak akan membuatku mati, Re."

Refara melempar tangan Zayn yang terluka. "Kalau begitu tidak perlu saya obati." Si gadis berdiri, menjauhi lelaki tersebut. Lalu, mengangkat panggilan di ponselnya.

"Re, kamu baik-baik saja?" kata seseorang di seberang sana.

"Saya baik-baik saja, Pak. Maaf, tadi ada temen yang lama tidak bertemu dan ngajak pulag bareng, jadi ...."

"Tidak masalah, Re. Aku cuma khawatir karena dari tadi kamu tidak mengangkat panggilanku."

"Terlalu asyik ngobrol jadi tidak mendengar panggilan Pak Ilham," kata Refara, "aah." Perempuan itu mengeluarkan desahan.

"Re, kamu kenapa?"

"Tidak apaa-apa, Pak. Saya tutup dulu, ya, telponnya."

Refara segera mematikan saambuungannya tanpa menunggu balasan Ilham. Tak ingin suara laknat keluar dari biubiurnya lagi akibat ulah tangan Zayn yang menekan bukit kembarnya. Setelahnya, gadis itu amendelik, sebal dengan pelecehan yang dilakukan suadara Firhan.

"Sekali bapak melakukan hal mesum seperti tadi, saya akan melaporkannya," ancam si perempuan.

"Jangan menerima telpon dari lelaki lain  setelah ini."

"Bapak gila? Saya tidak akan menuruti perintah itu. Bagaimana jika yang menelepon tadi pak Firhan? Apa saya harus mengabaikannya juga?"

"Bukan begitu maksudku. Ah," adu Zayn ketika lengannya yang terluka bergesekan dengan kain brokat milik Refara.

"Maaf." Refara mengambil tangan Zayn dan menuntunnya kembali ke sofa.

Telaten, perempuan itu mengobati luka Zayn. Tak jarang, dia meniupnya ketika Zayn meringis kesakitan setelah obat itu menyentuh kulit.

 "Terima kasih, Re." Mata sang lelaki terpejam setelah mengucapkannya. 

Refara menatap lekat lelaki di depannya, jari telunjuknya menyusuri wajah Zayn tanpa berniat menyentuhnya. "Apa isi hatimu memang dipenuhi kejahatan? Padahal jika tertidur seperti ini, kamu seperti bayi. Lucu dan menggemaskan."

Tengah malam, Zayn membuka mata karena kerongkongannya terasa kering. Namun, dia merasakan sesuatu yang terasa berat menindih perutnya. Ternyata, kepala Refara ada di atasnya. Sang lelaki tersenyum. Menggunakan sisa tenaganya, dia memindahkan gadis itu ke ranjang. Lalu, menghubungi seseorang. Dirasa semua sudah sesuai keinginanya, Zayn merebahkan dirinya di samping Refara.

Suara pelayanan hotel membangunkan tidur Refara.

"Pak Zayn, apa yang sudah Anda lakukan?" teriak Refara ketika melihat baju yang dikenakannnya sudah berganti dengan baju tidur seksi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status