"Karena sudah tidak ada Endrew, apalagi?" Luel merasa jika sudah tidak perlu memeluk Levon karena mantan pacarnya sudah tidak ada.Levon menarik tangan Luel dan membawanya untuk memeluknya lagi. Luel tampak terkejut ketika melihat Levon menarik tangannya."Aku tidak mau dimanfaatkan sebentar saja." Levon mengulas senyumnya.Entah kenapa Luel tidak bisa menolak apa yang dilakukan oleh Levon. Dia seolah menikmati apa yang dilakukannya.Saat Luel tidak menolak apa yang dilakukan, Levon tampak senang. Dia selalu menikmati apa yang dilakukan bersama Luel."Sebenarnya kenapa kamu putus dengan pria tadi?" Levon menatap Luel dari pantulan cermin."Ada alasan khusus yang aku tidak bisa katakan." Luel tidak mau jujur pada Levon. Lebih tepatnya dia malu membahas hal itu.Levon tidak memaksa jika memang Luel tidak mau menjawab."Kamu kenapa tiba-tiba sekali ada di kampusku?" Luel masih bingung dengan keberadaan Leo yang tiba-tiba tadi."Aku memang ingin menemuimu. Tidak menyangka jika bertemu den
Luel keluar dari kamar bersamaan dengan Levon yang juga keluar dari kamarnya. Entah kenapa Luel merasa canggung sekali. Sedikit malu pada Levon."Mau turun?" Levon mengulas senyumnya."Iya." Luel mengangguk."Ayo." Levon mengajak Luel untuk bersama.Mereka berdua turun ke lantai bawah bersama. Tentu saja itu menarik perhatian Danish yang juga baru saja keluar kamar."Lihatlah, mereka serasi 'kan. Sudahlah jangan banyak yang dipikirkan." Isha yang melihat Luel dan Levon pun menenangkan sang suami yang tampak khawatir.Danish tidak menjawab ucapan istrinya. Memilih untuk diam saja."Kalian sudah turun, ayo kita makan bersama." Melihat Luel dan Levon, Isha segera mengajak mereka untuk bergabung.Mereka semua ke ruang makan. Menikmati makan malam. Danish masih terus memerhatikan Luel dan Levon. Memerhatikan gerak-gerik dua orang itu.Isha menyadari apa yang dilakukan oleh suaminya. Tentu saja dia yakin jika itu membuat Luel dan Levon tidak nyaman."Sayang, kamu bilang mau ajak Levon kemah
"Memang kamu mau dengan siapa? Dengan Levon?" Danish langsung melayangkan sindiran keras."Bukan begitu juga, Uncle. Kenapa aku tidak dengan Aunty Isha saja?""Aunty Isha tidak bisa tidur sendiri. Harus ada aku." Danish memberikan alasannya."Aku juga tidak bisa tidur sendiri, Uncle. Aku takut. Apalagi ini di tempat asing." Luel tidak mau sampai benar-benar tidur sendiri. Tidur di alam terbuka sepert ini jelas membuatnya takut.Danish bingung saat ini. Dia tidak mungkin membiarkan keponakannya itu tidur bersama. Bisa bahaya jika seperti itu."Sayang, kamu tidur dengan Luel saja bagaimana?" Danish berusaha untuk membujuk Isha.Isha langsung menatap Danish. Dia merasa jika tidak ada pilihan lagi. "Baiklah kalau begitu."Danish bernapas lega karena akhirnya sang istri mau tidur dengan keponakannya. Jika begini, tidak ada masalah."Baiklah, ayo kita rapikan semua. Aku akan ambil barang-barang di mobil." Danish segera beralih pada Levon. "Ayo, kita ambil barang-barang," ajaknya."Baiklah."
Danish seolah tidak bisa bertindak apa-apa saat sang istri melarangnya. Dia tahu jika ini adalah hal berat. Namun, terkadang hati tidak bisa dikendalikan. Selalu dekat, tentu saja akan membuat Luel dan Levon semakin dekat. Levon yang melihat tangan Luel terluka, langsung mengambil kotak obat. Tadi dia lihat Danish merapikan kotak obat. Jadi dia harus mengobati luka tersebut."Ayo, kita gantikan mereka membakar." Isha memberikan ide."Ayo." Danish langsung setuju. Danish dan Isha yang melihat Levon sedang mengobati Luel, langsung mengambil alih untuk membakar daging. Mereka menghampiri Luel dan Levon bersama-sama. "Kalian obati saja dulu, biar kami yang urus ini." Isha menatap Levon dan juga Luel."Baik, Aunty." Levon segera mengajak Luel untuk duduk di kursi. Kemudian membuka kotak obat. Dia mencari obat untuk luka bakar. Saat menemukan, dia langsung mengolesi obat ke luka Luel."Ach ...." Luel merasa lukanya sakit sekali."Kamu ceroboh sekali. Lihatlah, jadi luka seperti ini." Le
Luel jelas malu sekali ketika mendengar hal itu. Pipinya langsung menghangat. Padahal dia jauh dari api unggun.Levon melihat jelas wajah merona Luel. Tampak lucu sekali baginya. Dia suka itu. Apalagi wajah putih Luel, kontras dengan rona merah itu."Aku mau kopi." Levon kali ini menjawab dengan benar. Tak mau membuat Luel salah tingkah dan malu."Aku akan ambilkan kopinya." Luel buru-buru mengambil kopi sachet yang ada di box kecil. Isha sudah menyiapkan beberapa minuman instan di sana. Luel memilih mengambil teh saja.Luel membuat dua teh hangat dan juga dua kopi. Kali ini Levon tidak menggoda Luel. Takut Luel salah tingkah dan terkena air panas.Setelah minuman jadi, Luel dan Levon membawa minuman ke tempat api unggun. Memberikan pada Isha dan Danish."Terima kasih." Isha mengulas senyumnya ketika menerima teh dari Luel."Sama-sama, Aunty." Luel segera duduk di samping Levon.Mereka semua menikmati makanan hangat mereka. Rasa hangat pun langsung terasa ketika meminum minuman hangat
Beberapa menit lalu.Luel bangun, tapi tidak mendapati Isha di sisinya. Luel yang bangun segera mencari Isha. Namun, sayangnya dia tidak mendapati Isha di depan tenda."Ke mana Aunty." Luel melihat ke sekeliling. Melihat di mana keberadaan sang aunty. "Aduh ... aunty ke mana, aku ingin ke toilet." Walaupun sudah pagi, Luel tetap takut. Mengingat memang tempat kemah begitu luas.Luel memikirkan jika sang aunty tidak ada, artinya sang uncle juga tidak ada."Aku bisa meminta Levon temani aku ke toilet."Luel segera bergegas untuk menemui Levon di tendanya. Benar saja. Saat membuka tenda, dia hanya mendapati Levon seorang. Jadi benar sang uncle pergi dengan sang aunty."Levon." Luel memanggil Levon."Hem ...." Levon yang tidur cukup larut malam, merasa masih mengantuk."Levon, antarkan aku ke toilet.""Hem ...." Levon tampak tidak dengar dengan baik apa yang dikatakan Luel.Luel menyadari jika Levon tidak mendengarkannya. Karena itu dia pun menggoyahkannya tubuh Levon."Levon." Luel meman
"Kecuali apa?" Luel tampak penasaran sekali."Kecuali kamu mau menjadi kekasihku." Levon menatap Luel lekat.Luel tampak terkejut ketika Levon mengatakan hal itu. Walaupun dia menantikan hal itu, tapi entah kenapa dia merasa seolah belum siap."Sejak pertama aku melihatmu, aku sudah jatuh hati padamu. Aku suka pribadimu yang riang. Aku suka saat kamu marah-marah dan meluapkan isi hatimu. Aku ingin menikmati waktu bersamamu. Berbagi kebahagiaan denganmu." Levon mengungkapkan isi hatinya. Dia merasa perasaanya sudah tidak dapat dibendung. Jadi dia harus mengatakan pada Luel.Luel benar-benar tidak menyangka jika Levon akan menyatakan cinta di perahu saat di danau. Memang sebenarnya romantis, tapi mereka sedang tidak sendiri."Kita sama-sama sendiri. Tidak punya pasangan. Jadi ayo kita jalani semua bersama. Kita raih kebahagiaan bersama." Levon menarik tangan Luel. Menggenggamnya erat.Luel begitu berdebar sekali. Dia ingin langsung menjawab 'iya', tapi mulutnya tidak dapat mengeluarkan
Isha segera menghampiri sang suami. Duduk tepat di samping sang suami. Dia memegang mangkuk es krim dengan baik agar tidak tumpah."Kamu sudah bangun sejak tadi?" Isha menatap sang suami."Aku bangun saat aku tidak mendapati seseorang yang dipeluk." Danish mengatakan apa adanya."Aku tadi lapar. Jadi keluar untuk cari makanan. Akhirnya dapat es krim." Isha menyendok es krim dan memasukan ke dalam mulutnya."Mau aku masakkan sesuatu?" Danish tentu saja tidak tega jika melihat sang istri lapar."Tidak. Terima kasih. Aku hanya ingin makan sesuatu. Bukan yang benar-benar lapar." Isha mengulas senyumnya.Sesaat kemudian dia menyuapi Danish es krim. Karena posisi Danish sedang tiduran, Isha kesulitan untuk memberikan es krim. Alhasil es krim yang diberikan belepotan."Es krimnya belepotan." Isha tertawa.Danish hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Sang istri benar-benar. Danish segera meraih tisu yang kebetulan berada di nakas, dekat sisi tempat tidurnya. Dia langsung mengusap bibirnya