"Levon sakit apa, Aunty?" Luel menebak jik yang menerima sambungan telepon adalah mama Levon."Tidak sakit.""Lalu?""Dia adu tinju dengan temannya."Luel tampak semakin terkejut. Kenapa bisa Levon bermain tinju? Untuk apa pria itu melakukannya."Dirawat di mana, Aunty?""Di rumah sakit persada.""Baiklah, terima kasih."Luel langsung mematikan sambungan telepon tersebut. Dia benar-benar memikirkan kenapa Levon bisa melakukan hal senekad itu. Luel juga memikirkan dengan siapa Levon melakukan hal tersebut. Luel benar-benar pusing memikirkan hal itu.****Isha memijat kakinya yang pegal karena tadi jalan-jalan. Walaupun hanya berjalan-jalan di mal, tetap saja membuatnya kelelahan."Kamu mengelilingi mal seharian?" Danish yang keluar dari kamar mandi pun mengomentari sang istri."Tidak, hanya mengelilingi beberapa lantai saja." Isha menggeleng.Danish hanya tersenyum. Kemudian memakai bajunya. Handuk yang dipakainya tadi ditaruh di rak handuk. Agar sang istri tidak marah. Barulah setelah
Di saat sedang dalam posisi sedang menghapus air mata Luel, tiba-tiba saja pintu terbuka tanpa diketuk lebih dulu. Luel dan Levon mengalihkan pandangan ke arah pintu."Mama." Levon tampak terkejut ketika melihat sang mama secepat itu kembali.Luel yang melihat orang tua Levon datang pun segera memundurkan wajahnya. Dia menjauhkan tangan Levon yang baru saja menghapus air matanya."Mama tadi baru dari swalayan dan kembali ke sini dulu untuk memberikan kamu makan." Dona masuk ke ruang perawatan untuk menaruh makanan yang dibelikannya untuk sang anak.Levon yang masih menggantung tangannya segera menariknya. Dia tampak canggung ketika sang mama melihatnya sedang bersama Luel.Dona meletakan makanan di atas meja. Kemudian beralih pada Levon dan gadis cantik di sebelahnya."Siapa ini? Mama belum pernah lihat." Dona mengulas senyum manisnya.Mendengar hal itu Levon langsung berinisiatif untuk mengenalkan Luel pada sang mama."Ma, kenalkan ini Luel." Kemudian dia beralih pada Luel. "Luel, in
Barang-barang yang berada di kamar Dara akhirnya dipindahkan ke kamar atas. Danish sudah menyuruh orang untuk mengurus semuanya. Karena sang istri sedang hamil, jadi terpaksa Danish meminta saudara kembarnya itu mengawasi. Tak mau sampai sang istri yang mengawasi. Karena takut istrinya ikut membantu merapikan barang-barang. "Kamu duduk saja. Jika Danish tahu kamu ikut-ikutan, aku yang akan dapat masalah." Nessia menegur iparnya itu.Isha hanya pasrah. Kemudian memberikan box yang diambilnya tadi pada Nessia.Nessia hanya bisa tersenyum melihat Isha yang menuruti apa yang dikatakannya. Dia memang tidak mau dapat masalah. Apalagi masalah bersama saudara kembarnya. Yang ada bisa-bisa dia dicincang habis.Isha tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang dikatakan oleh iparnya itu. Dari pada mengorbankan orang lain lebih baik dia diam. Dia memutuskan untuk duduk di sofa ruang keluarga saja. Nessia meminta orang memasukkan barang dengan hati-hati ke dalam box. Kemudian meminta menar
Danish membulatkan matanya ketika melihat seorang wanita menghampirinya. Entah mimpi apa semalam dia sampai bertemu dengan wanita itu."Wah ... senang sekali melihat pemilik IZIO langsung di sini." Miska begitu gembira melihat Danish. "Apa kabar, Nish?" Dia menyapa Danish dengan senyum merekah di wajahnya. Tangannya diulurkan pada Danish."Baik." Danish segera menerima uluran tangan dari Miska."Kamu sedang kunjungan?""Tidak.""Aku sedang mengantarkan belanja." Dia menunjukkan ke arah Luel dan sang istri."Oh ... kamu sedang mengantarkan keponakanmu berbelanja." Misha langsung tersenyum ketika mengalihkan pandangan pada Luel dan Isha.Isha dan Luel pun mengulas senyum mereka. Membalas senyuman Miska. Mereka berdua sebenarnya agak sedikit bingung ketika wanita itu menebak Isha adalah keponakan Danish."Mana istrimu?" Miska begitu penasaran sekali dengan istri Danish. Ingin tahu secantik apa istri Danish."Itu istriku." Dengan percaya diri dia menunjuk ke arah Isha.Miska yang sejak ta
Suara Luel yang teriak itu jelas membuat semua orang terkejut. Luel seperti baru saja melihat hantu."Kenapa berteriak?"Mendapati pertanyaan itu, Luel segera mendudukkan tubuhnya. Kemudian mencubit pipinya. Memastikan jika dia sedang tidak bermimpi."Auch ...." Dia merasa sakit ketika mencubit pipinya sendiri."Kamu ini kenapa?" Loveta merasa aneh dengan anaknya. "Anakmu makan apa sebenarnya di sini?" Loveta beralih pada suaminya itu."Entah, tanya saja pada Danish." Liam tertawa saja melihat aksi sang anak."Mami kenapa di sini?" Saat mendapati jika yang dilihatnya bukanlah mimpi, Luel langsung bertanya.Luel berharap tidak bertemu dengan sang mami, tetapi justru sang mami yang datang. Dan, lebih membuatnya terkejut, dia tidak datang sendiri. Melainkan dengan sang papi dan adiknya."Mami, Papi, dan aku akan tidur di sini selama uncle dan aunty tidak ada." Ve yang menjawab pertanyaan Luel.Luel mengerutkan dahinya. Tidak mengerti kenapa semua akan menginap di rumah sang paman."Dalam
"Aku permisi dulu." Danish berpamitan dengan temannya.Danish segera mencari sang istri. Sayangnya, dia tidak mendapatkan sang istri di mana-mana. Akhirnya Danish mencari keberadaan Dina. Karena tadi temannya itu pergi bersama Dina."Nish."Saat sedang mencari sang istri, tiba-tiba Danish mendengar Dina memangggilanya."Din, Isha mana?" Danish tampak terkejut ketika melihat Dina sendiri."Tadi aku tinggal dia ke toilet, tapi dia tidak ada saat aku kembali."Danish tampak mulai panik ketika sang istri tidak ada. Namun, dia berusaha tetap tenang."Kamu sudah coba tanya teman yang tadi bersama Isha?""Aku akan coba tanya dulu." Dina segera mencari salah satu temannya yang tadi diajak mengobrol. "Apa kamu melihat Isha-istri Danish tadi?" Dina langsung bertanya. Berharap mendapatkan jawaban dari temannya."Bukannya tadi dia mencarimu ke toilet."Mendapati jawaban itu, Dina langsung ke toilet untuk melihat apakah Isha di sana. Danish yang melihat Dina pergi ke toilet pun akhirnya menyusul.
"Aku tidak memikirkan apa-apa." Isha mengelak. Danish tidak bisa memaksa sang istri jika tidak mau cerita. "Kalau begitu kamu istirahat saja." Danish mendaratkan kecupan di dahi sang istri. Isha memejamkan matanya. Entah kenapa dia lelah sekali. Hingga membuatnya ingin sekali memejamkan matanya. Danish menemani sang istri di sampingnya. Tak mau meninggalkannya sama sekali. ****Dino mencari keberadaan istrinya, tetapi tidak mendapatkannya. Dia juga mencari Danish, tapi juga tidak ada."Sial. Ponselku mati." Dino menggerutu ketika melihat ponselnya tidak nyala sama sekali. Dia merutuki kebodohannya yang tidak mengisi daya ponselnya tadi."Apa kalian tahu jika tadi istri Danish di toilet ketika kita sedang membicarakannya?""Tidak.""Apa dia di toilet?""Jadi dia dengar yang kita bicarakan?""Dia di toilet. Tadi aku lihat Danish mengendong istrinya keluar. Sepertinya istrinya pendarahan."Dino yang sedang melintas untuk mencari Danish, tanpa sengaja mendengar hal itu langsung mengha
"Harusnya kalian berpikir dulu sebelum mengatakan sesuatu. Kalian bukan anak muda lagi, harusnya lebih bijak." Danish masih tampak kesal."Maafkan kami, Nish. Kamu tahu jika yang kami lakukan salah.""Aku tidak berhak memberikan kalian maaf. Yang berhak memberikan maaf hanyalah Isha." Danish tampak semakin dingin."Isha, maaf sudah membuatmu seperti ini. Aku tidak menyangka ucapanku membuatmu kepikiran."Isha sebenarnya sedih ketika mengingat bagaimana mereka membicarakannya. Namun, apa artinya jika marah bukankah itu akan membuang waktu dan tenaganya."Terkadang kita tidak tahu apa yang terjadi pada orang lain. Jangan membiasakan mengasumsikan sendiri. Jika pun aku adalah wanita biasa yang mendapatkan Danish, artinya ada perjuangan yang sudah aku lakukan untuk mendapatkannya." Isha meluapkan sedikit rasa kesalnya. "Aku memaafkan kalian, semoga kalian lebih bijak lagi menilai orang.""Terima kasih." Miska langsung menyalami Isha.Teman-teman yang lain pun menyalami Isha juga. Berterim