"Tuan Muda, apakah Anda baik-baik saja?" Melirik dari kaca tengah mobil, Jerome bertanya dengan nada khawatir.
Tidak ada sahutan, tentu saja, dan hal tersebut membuat Jerome merasa semakin khawatir.
Yah, bagaimana tidak?
Tadi dia sudah menunggu Hugo begitu lama, tapi tuan mudanya itu tidak juga kunjung datang. Sampai-sampai Jerome kemudian berniat untuk menjemput.
Asisten pribadi itu sudah setengah jalan hendak ke tempat terakhir kali dia meninggalkan Hugo tadi, ketika lelaki tampan beriris merah itu akhirnya datang.
Namun, ada yang aneh.
Ini jelas ada sesuatu yang tidak benar. Sebab selain sikap Hugo yang sangat pendiam, ekspresi wajah lelaki itu pun terlihat begitu kacau. Jerome bahkan sudah separuh menyakini bahwa tuan mudanya itu telah mengalami sesuatu yang berat, tapi apa?
"Kenapa Tuan Muda terlihat pucat? Apakah mungkin belia
Aila mengusap wajahnya.Tadi dia sudah terlambat mengikuti dua mata kuliah sekaligus, dan sekarang malah sengaja bolos dari semua jadwal hari ini yang masih tersisa. Dengan pikiran yang sekacau ini, rasa-rasanya tidak mungkin bagi Aila untuk bisa mengikuti pelajaran apa pun.Duduk berjongkok di bawah sebatang pohon yang berdiri di salah satu sudut areal parkiran kampus, perempuan cantik itu kini malah terlihat seperti seekor kucing kecil yang sedang meringkuk dan seolah hendak bersembunyi.Cukup lucu sebenarnya. Apalagi dengan atasan berbahan rajut dan bermodel turtle neck berwarna abu yang dia kenakan, Aila justru terlihat bagai anak kucing yang tengah bergelung. Hanya saja, keadaan yang dia alami saat ini tentu sangat jauh dari kata lucu tersebut atau hal yang semacamnya.Malah seumpama bisa, sekarang rasanya Aila ingin sekali menggali tanah, lalu mengubur dirinya sendiri dalam-dalam.
Hugo nyaris membenturkan kepalanya ke meja kerja.Apakah ini adalah hari sialnya? Kenapa sejak tadi dia terus menerus mengalami kemalangan, sih? Atau, apakah dia sedang diikuti oleh hantu nasib buruk, sehingga selalu saja apes seharian ini?Tadi, dia sudah mengalami pengalaman yang sangat buruk dengan Aila.Belum apa-apa, tapi Hugo sudah langsung menerima penolakan dari perempuan yang pertama kali berhasil mencuri hatinya, bahkan tanpa sempat dia melakukan apa pun sebagai usahanya.Lalu sekarang, di saat dia sedang mati-matian berusaha menata hati dan mencoba bersikap tegar agar tetap terlihat baik-baik saja. Namun belum lagi dia merasa sedikit lebih baik, nyatanya malah terjadi hal yang semacam ini?"Apakah ada yang bisa saya bantu untuk Anda?""Tidak ada.""Sebenarnya, apa keperluan Anda hingga datang kemari?""Tida
Satu jam sebelumnya."Apa tadi yang Kakak katakan? Selingkuh? Siapa? Maksudnya Kakak yang berselingkuh, begitukah?"Ansia mendengus tidak percaya, lantas tertawa kecil seolah hal yang baru saja Aila beri tahukan hanyalah sebuah kekonyolan semata."Oh! Ya, ampun, Kak. Rasanya aku akan lebih mudah percaya bahwa memang ada kelinci yang hidup di bulan, bila harus dibandingkan dengan ucapan Kakak tadi," lanjutnya."Aku serius, Sia," eyel Aila, yang kali ini semakin cemberut saja karena melihat tanggapan adik kembarnya itu. "Nyatanya, aku sempat memikirkan lelaki lain selain Kills.""Lalu?""Ya?""Apa lagi?""Apa maks—""Selain memikirkan lelaki lain yang entah siapa itu." Memotong ucapan Aila dengan nada tidak sabar, perempuan cantik berambut hitam panjang itu menahan diri agar tidak memutar mata
Aila sedang duduk di tepi tempat tidurnya.Tidak ada yang perempuan cantik itu lakukan, selain merenung dan memainkan kedua tangannya dengan gelisah. Entah berapa jam sudah dia mengurung diri di dalam kamar tidur.Sudah beberapa kali Aila menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. Raut wajahnya terlihat muram, dan dalam hati pun dia merasa tidak tenang.Sebentar lagi Killian pulang.Suara detik jam dinding, entah mengapa kali ini begitu nyaring menyapa pendengaran, membuat Aila bisa menghitung waktu bahkan tanpa perlu untuk melihatnya langsung.Kenapa suasana sekarang terasa begitu hening? Seolah situasi tenang yang terjadi sebelum adanya badai, memberi perasaan yang begitu tidak nyaman dalam hati Aila."Bagaimana ini?" gumamnya sembari menggigit bibir. "Bagaimana nanti saat aku harus menghadapi Kills? Aku harus bersikap seperti apa?"
Sebenarnya tidak ada yang berlebihan dalam foto dan video berdurasi singkat yang Killian terima.Di dalam foto tersebut, hanya memperlihatkan Aila yang tengah berdiri berdekatan dengan satu tangan yang berada di atas dada seorang lelaki. Sementara video dengan durasi tidak lebih dari tiga puluh detik yang menyertainya, menampakkan kedua orang itu sedang mengobrol dengan sikap yang begitu akrab seolah mereka berdua telah saling mengerti. Bahkan saking akrabnya, lelaki itu pun sempat mencengkeram kedua lengan istrinya.Hanya itu. Tidak lebih.Tidak ada adegan pelukan, ciuman, atau hal romantis lain mereka lakukan. Sungguh, sedikit pun tidak ada.Namun hal tersebut ternyata sudah cukup membuat Killian merasakan tusukan menyakitkan tepat di dadanya.Lagi pula, di dalam kepala lelaki tampan itu kini berkecamuk berbagai macam pertanyaan. Terutama, karena lelaki yang bersama dengan Aila
Aila terbangun keesokan pagi harinya.Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kali ini dia bangun sendirian saja. Biasanya selalu ada Killian yang tidur disamping dan memeluknya.Semisal kalau lelaki itu bangun terlebih dulu pun, suaminya tersebut selalu menunggu sampai dia bangun untuk mencium dahi Aila, lalu mengucapkan selamat pagi disertai dengan senyuman hangat.Namun ternyata, pagi hari ini dia tidak lagi mendapatkan itu semua."Tubuhku rasanya ... sakit semua."Masih merasakan pegal dan nyeri di sekujur tubuh, meski setelah beberapa saat berlalu pun perempuan cantik itu masih terus berbaring diam.Sekedar mengangkat satu tangannya saja sudah terasa begitu berat, apalagi kalau Aila ingin beranjak bangun?"Sak—kit," keluhnya, ketika mencoba sedikit bergerak dan langsung saja merasakan sengatan nyeri di bagian intimnya. "Aduh!"
Hari ini, pagi pun datang kembali.Aila kembali terbangun sendirian di tempat tidurnya dalam kondisi yang sama. Tubuhnya telanjang dan tertutup selimut, sementara bercak merah pun terlihat semakin banyak memenuhi permukaan kulit.Seperti biasa, perempuan cantik itu bangun lebih siang dari waktu yang biasa. Sekujur tubuhnya terasa pegal, dan Aila pun belajar menyesuaikan diri dengan sengatan nyeri yang dia rasakan di pangkal paha dan juga perut bagian bawahnya.Terdiam beberapa saat sambil tetap berbaring, perempuan bermata abu itu berusaha mengumpulkan tenaga agar bisa sedikit bergerak."Kenapa ... rasanya badanku capek sekali, ya?" gumamnya dengan nada lesu. "Padahal sepertinya jam tidurku sudah bertambah, tapi kenapa rasanya masih begitu lemas?"Haa ... aneh sekali. Bukankah seharusnya setelah bangun tidur, badan terasa jadi lebih segar? Tapi nyatanya Aila masih saja merasa lemas."Silakan masuk," ujarnya, ketika suara ketukan di pintu kam
Malam itu, Killian pulang dengan perasaan marah.Kali ini Erick bahkan tidak sempat memberikan ucapan selamat datang karena sebelum mobil berhenti sempurna pun, lelaki berambut hitam itu sudah langsung membuka pintu dan meloncat keluar."Di mana istriku?" —adalah pertanyaan yang langsung dia lontarkan sambil bergegas memasuki rumah."Apakah ada sesuatu yang terjadi, Tuan Muda?" Erick memburu pertanyaan. Dalam hati lelaki separuh baya itu jelas merasa cemas. Dia khawatir kalau Killian akan berbuat kasar lagi terhadap Aila."Aku bertanya, di mana istriku, Erick?""Mohon jawab pertanyaan saya terlebih dulu, Tuan Muda." Dengan tabah, Erick pun bersikukuh. "Kali ini apa lagi yang akan Anda lakukan terhadap beliau?""Sejak kapan hal itu menjadi urusanmu?" bentak Killian, semakin merasa emosi. "Dia istriku! Terserah aku mau melakukan apa pun terhadapnya, itu h