"Apa urusan pernikahan ini sudah membuat otakmu tumpul?"
Aiden berkata dengan nada ngeri, memberi Killian pandangan ngeri, dan terlalu ngeri untuk bisa memikirkan kemungkinan lebih lanjutnya."Bukan tumpul," sahut Ayik, terdengar seolah memberi sedikit harapan. "Tapi kurasa dia tidak mempunyai otak.""Aku tidak tahu, oke?" teriak Killian, suaranya bergema di ruang kantor Ayik. "Mana aku bisa tahu kalau malah Tuan Roxannelah yang akan menerima panggilan teleponnya?""Tapi siapa orang bodoh yang bahkan langsung mencerocos di telepon bahkan tanpa mendengar sahutan kata 'Halo' terlebih dulu?" balas Aiden, terlihat jelas sedang berpura-pura menahan senyum. Melihat Killian yang merasa kesusahan seperti ini rupanya bisa memberinya sedikit kesenangan. Yah, setidaknya ini membuktikan kalau lelaki bersurai hitam itu masih menjadi manusia, dan bukanlah iblis atau tembok baja yang dingin seperti sebutannya selama ini."Dan orang bodoh siapa yang menelepon di pagi buta lalu langsuTidak hanya kedua pipi, tapi seluruh tubuh Aila seolah terbakar.Setelah acara geladi resik yang rupanya lebih mirip seperti bencana besar, perempuan bermata abu itu sebenarnya membutuhkan tempat tidur dan kamarnya yang hening untuk berbaring dan sedikit menenangkan diri.Bagaimana tidak? Acara itu dari awal memang sudah kacau.Diawali dengan Killian yang tidak juga kunjung datang hingga satu jam lebih dari waktu yang seharusnya, disambung dengan kedatangannya yang secara tiba-tiba sambil berteriak menyuarakan fakta atas keterlambatannya.Lelaki tampan bersurai hitam itu juga langsung berlari lalu mencium Aila, membuat mereka akhirnya berciuman di depan banyak orang dengan tensi hasrat yang begitu tinggi seolah satu-satunya hal yang mereka inginkan adalah bercinta saat itu juga.Setelah itu, seolah semua masih belum juga cukup, maka sebagai pelengkapnya adalah Killian yang kemudi
Apakah menghabisi calon menantumu itu sebuah perbuatan ilegal?Atau apakah ada peraturan khusus yang memperbolehkan asal dengan alasan tertentu yang bisa diterima? Kalau iya, maka seberapa besar kemungkinannya?Apakah dia harus menyewa ahli hukum agar bisa memeriksanya dengan lebih rinci? Sepertinya itu bukan pilihan yang terlalu buruk dan patut dicoba.Yah, setidaknya hal itulah yangterus berkutat dalam pikiran Heri Roxanne saat ini. Tepatnya, sejak acara geladi resik yang kacau balau tadi."Si Iblis itu," bisiknya, setengah menggeram dan sekaligus berdesis. "Aku kira dia sudah berubah, tapi ternyata sama saja. Bagaimana bisa, dia malah terlambat datang di acara geladi resik pernikahannya sendiri? Apa dia tidak menganggapnya penting, sehingga berani menyepelekan? Aku jadi khawatir, jangan-jangan di hari pernikahan nanti dia juga bakal terlambat seperti tadi. Awas saja kalau dia sampai be
Jantung Aila terasa diremas dengan sangat kuat sehingga rasanya dipaksa berhenti berdetak, sebelum akhirnya berdetak kembali dengan lebih kencang.Segala kekacauan yang berlangsung selama berminggu-minggu kemarin memang mengerikan, tapi obrolan singkatnya bersama Killian di ruang tamu tadi benar-benar membuat Aila menyadari bahwa pernikahan mereka sudah sangat dekat.Dia akan menikah besok.Dengan seorang Killian Ardhana Putra.Benar-benar menikah, dan bukan lagi sebuah pernikahan yang terpaksa atau pun palsu.Dia mencintainya. Mencintai lelaki bersurai hitam itu.Namun sesaat kemudian, Aila tertegun.Dia ingat ....'Sebagai jal*ngku, tugasmu hanyalah mendesah dan memuaskanku.''Diam dan jangan keluar selangkah pun dari ruangan ini. Mengerti?''Panggil aku lagi. Panggil aku se
Bukankah seharusnya ini hal yang mudah?Aila hanya perlu menggandeng tangan ayahnya, berusaha berjalan seanggun mungkin seperti yang pernah diajarkan padanya sewaktu geladi resik dulu, menyambut tangan Killian dan mengikuti prosesi sumpah pernikahan sebelum akhirnya mereka sah menjadi sepasang suami istri.Bukankah hal ini dia juga sudah pernah melakukannya?Bahkan dulu tidak ada Heri Roxanne di sampingnya sehingga Aila harus berjalan sendirian menyusuri karpet, menuju lelaki yang pada waktu itu masih salah mengiranya sebagai Ansia, dan pada akhirnya dia terpaksa harus menandatangani surat nikah yang bukan atas namanya.Jadi, bukankah seharusnya sekarang tidak ada masalah?"Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Heri, menundukkan kepala agar bisa melihat lebih jelas wajah putri pertamanya. "Nak? Wajahmu kenapa pucat begitu?"Menggeleng, Aila merasa tidak sanggup untuk menyuarakan jawaban. Saat ini perutnya terasa bergolak tidak nyaman, membuatnya mual
Selamat pagi, Kakak-kakak pembaca Sebelumnya saya meminta maaf karena untuk hal tertentu yang sayang sekali tidak bisa saya jelaskan di sini, novel Terperangkap Gairah Suami Butaku untuk sementara di-take down dari GoodNovel, baik di aplikasi maupun web-nya. Saya bahkan tidak tahu, apakah Kakak-kakak pembaca akan bisa membaca catatan penulis ini, semoga saja bisa. Saya akan tetap up secara daily seperti biasa, sambil menunggu bagaimana mengenai kebijakan GN ke depannya untuk novel ini dan tentunya saya juga berkoordinasi dengan Editor in House yang membawahi saya. Semoga akan segera ada kabar baik karena cerita novel ini sebenarnya belum tamat. Namun apabila masalah ini terlalu berlarut-larut, maka saya tidak punya pilihan lain kecuali menamatkannya lebih cepat. Semoga saja tidak, karena saya masih memiliki kepercayaan bahwa GN akan menaungi para penulisnya dengan baik dan adil. Dengan ini saya memohon pengertian Kakak-kakak atas ketidaknyaman
Begitu berdiri di samping Killian, Aila ingin menikmati setiap detik momen yang ada. Rentetan kalimat pembukaan mengenai cinta dan pernikahan pun dibacakan. Itu kalimat yang sama, dengan urutan kata yang sama dan dibacakan oleh orang sama pula dengan saat acara geladi resik pernikahan mereka beberapa hari lalu, tapi bagi Aila saat ini segalanya terasa berbeda. Dengan Killian yang berada di sampingnya, menggenggam erat tangannya, perempuan bermata abu itu bisa sangat menyerap setiap kata yang ada. Lalu, di atas segalanya, yang membuat Aila terpukau adalah ekspresi Killian saat ini. Lelaki bersurai hitam itu terlihat serius, tapi sekaligus gugup. Terlihat yakin, tapi sekaligus cemas. Terlihat mampu, tapi juga ragu. Begitu intens-nya ekspresi yang ditunjukkan Killian, sampai-sampai membuat Aila nyaris tidak memperhatikan apa pun lagi. Seolah dunianya saat ini hanyalah lelaki itu, seolah yang menjadi pusat gravit
Aila merasakan tangan hangat Killian yang saat ini menggenggamnya erat.Lelaki itu menarik dan mengajaknya untuk berlari bersama menyusuri lorong gedung mewah tempat pernikahan mereka dilangsungkan."Apa kamu tahu, bagaimana pendapatku soal ini?" seru Aila, tersenyum lebar atas fakta bahwa saat ini mereka sedang berusaha pergi secepat mungkin untuk bisa menjauh dan menghilang, sementara perhatian para tamu masih teralihkan oleh ulah Ansia. "Kills, coba tebak.""Apa?""Kita sekarang ini malah terlihat seperti dua orang yang sedang kawin lari saja."Killian tertawa, terdengar begitu lepas seperti seseorang yang sudah melepaskan segala beban berat yang selama ini menghantui.Mereka terus berlari, berusaha mengabaikan sorot pandangan heran para pegawai atau pelayan yang melintasi koridor.Yah, tentu saja dalam benak orang-orang itu pun sibuk
"Dari mana saja kalian?" tanya Ivona dengan nada suara setengah melengking. "Satu jam lebih kami mencari-cari kalian dan hasilnya nihil. Apa kalian tahu, kekacauan apa yang nyaris saja kalian akibatkan?"Kalau Aila langsung terlihat mengerut dan seakan hendak bersembunyi di belakang punggung Killian, maka lelaki bersurai hitam itu justru meremas tangannya sesaat, menaikkan satu alisnya dan memasang senyuman miring yang khas sebelum menjawab, "Apakah terjadi gunung meletus, gempa bumi dan gelombang tsunami saat kami tidak ada tadi, Bu?"Kedua mata Heri Roxanne sontak melebar ketika mendengar ucapan Killian tadi, sementara di satu sisi Aila justru sebisa mungkin menahan tawanya.Perempuan bermata abu itu luar biasa merasa geli, sebab apa yang Killian katakan tadi sama persis dengan apa yang Ayahnya katakan saat berjalan mendampinginya sebelum pernikahan.Heri Roxanne saat ini bahkan memandang Killian d