Bukankah seharusnya ini hal yang mudah?
Aila hanya perlu menggandeng tangan ayahnya, berusaha berjalan seanggun mungkin seperti yang pernah diajarkan padanya sewaktu geladi resik dulu, menyambut tangan Killian dan mengikuti prosesi sumpah pernikahan sebelum akhirnya mereka sah menjadi sepasang suami istri.Bukankah hal ini dia juga sudah pernah melakukannya?Bahkan dulu tidak ada Heri Roxanne di sampingnya sehingga Aila harus berjalan sendirian menyusuri karpet, menuju lelaki yang pada waktu itu masih salah mengiranya sebagai Ansia, dan pada akhirnya dia terpaksa harus menandatangani surat nikah yang bukan atas namanya.Jadi, bukankah seharusnya sekarang tidak ada masalah?"Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Heri, menundukkan kepala agar bisa melihat lebih jelas wajah putri pertamanya. "Nak? Wajahmu kenapa pucat begitu?"Menggeleng, Aila merasa tidak sanggup untuk menyuarakan jawaban. Saat ini perutnya terasa bergolak tidak nyaman, membuatnya mualSelamat pagi, Kakak-kakak pembaca Sebelumnya saya meminta maaf karena untuk hal tertentu yang sayang sekali tidak bisa saya jelaskan di sini, novel Terperangkap Gairah Suami Butaku untuk sementara di-take down dari GoodNovel, baik di aplikasi maupun web-nya. Saya bahkan tidak tahu, apakah Kakak-kakak pembaca akan bisa membaca catatan penulis ini, semoga saja bisa. Saya akan tetap up secara daily seperti biasa, sambil menunggu bagaimana mengenai kebijakan GN ke depannya untuk novel ini dan tentunya saya juga berkoordinasi dengan Editor in House yang membawahi saya. Semoga akan segera ada kabar baik karena cerita novel ini sebenarnya belum tamat. Namun apabila masalah ini terlalu berlarut-larut, maka saya tidak punya pilihan lain kecuali menamatkannya lebih cepat. Semoga saja tidak, karena saya masih memiliki kepercayaan bahwa GN akan menaungi para penulisnya dengan baik dan adil. Dengan ini saya memohon pengertian Kakak-kakak atas ketidaknyaman
Begitu berdiri di samping Killian, Aila ingin menikmati setiap detik momen yang ada. Rentetan kalimat pembukaan mengenai cinta dan pernikahan pun dibacakan. Itu kalimat yang sama, dengan urutan kata yang sama dan dibacakan oleh orang sama pula dengan saat acara geladi resik pernikahan mereka beberapa hari lalu, tapi bagi Aila saat ini segalanya terasa berbeda. Dengan Killian yang berada di sampingnya, menggenggam erat tangannya, perempuan bermata abu itu bisa sangat menyerap setiap kata yang ada. Lalu, di atas segalanya, yang membuat Aila terpukau adalah ekspresi Killian saat ini. Lelaki bersurai hitam itu terlihat serius, tapi sekaligus gugup. Terlihat yakin, tapi sekaligus cemas. Terlihat mampu, tapi juga ragu. Begitu intens-nya ekspresi yang ditunjukkan Killian, sampai-sampai membuat Aila nyaris tidak memperhatikan apa pun lagi. Seolah dunianya saat ini hanyalah lelaki itu, seolah yang menjadi pusat gravit
Aila merasakan tangan hangat Killian yang saat ini menggenggamnya erat.Lelaki itu menarik dan mengajaknya untuk berlari bersama menyusuri lorong gedung mewah tempat pernikahan mereka dilangsungkan."Apa kamu tahu, bagaimana pendapatku soal ini?" seru Aila, tersenyum lebar atas fakta bahwa saat ini mereka sedang berusaha pergi secepat mungkin untuk bisa menjauh dan menghilang, sementara perhatian para tamu masih teralihkan oleh ulah Ansia. "Kills, coba tebak.""Apa?""Kita sekarang ini malah terlihat seperti dua orang yang sedang kawin lari saja."Killian tertawa, terdengar begitu lepas seperti seseorang yang sudah melepaskan segala beban berat yang selama ini menghantui.Mereka terus berlari, berusaha mengabaikan sorot pandangan heran para pegawai atau pelayan yang melintasi koridor.Yah, tentu saja dalam benak orang-orang itu pun sibuk
"Dari mana saja kalian?" tanya Ivona dengan nada suara setengah melengking. "Satu jam lebih kami mencari-cari kalian dan hasilnya nihil. Apa kalian tahu, kekacauan apa yang nyaris saja kalian akibatkan?"Kalau Aila langsung terlihat mengerut dan seakan hendak bersembunyi di belakang punggung Killian, maka lelaki bersurai hitam itu justru meremas tangannya sesaat, menaikkan satu alisnya dan memasang senyuman miring yang khas sebelum menjawab, "Apakah terjadi gunung meletus, gempa bumi dan gelombang tsunami saat kami tidak ada tadi, Bu?"Kedua mata Heri Roxanne sontak melebar ketika mendengar ucapan Killian tadi, sementara di satu sisi Aila justru sebisa mungkin menahan tawanya.Perempuan bermata abu itu luar biasa merasa geli, sebab apa yang Killian katakan tadi sama persis dengan apa yang Ayahnya katakan saat berjalan mendampinginya sebelum pernikahan.Heri Roxanne saat ini bahkan memandang Killian d
"Dasar iblis," gumam Aila, nyaris tanpa menggerakkan bibirnya sedikit pun.Di wajah cantik perempuan itu memang tersungging segaris senyuman, tapi pandangan sepasang mata berwarna abunya terlihat berkobar, seakan ada gemuruh badai yang menggulung di sana."Dasar lelaki arogan, sombong, nggak punya hati," ujarnya lagi, melanjutkan omelan dalam desisan samar yang bahkan nyaris tidak terdengar.Killian tertawa kecil dan terlihat luar biasa bahagia. Dia mengerling Aila sekilas, mengeratkan genggamannya, lalu mengangkat tangan dan mengecup punggung tangan perempuan itu sebanyak beberapa kali dalam satu menit terakhir, seolah ingin memastikan bahwa cincin pernikahan yang dia sematkan nyaris empat jam lalu masih ada di jari manis Aila."Aku sebal padamu, Kills," sambung Aila, kali ini dengan campuran antara nada marah dan juga merajuk. "Tega sekali kamu."Mengerucutkan sepasang bibir mu
"Queen," bisiknya, menyempatkan diri untuk mencium sekilas tengkuk Aila.Aila sebelumnya sedang duduk mengobrol bersama Ansia dan Aisa, ketika Killian tiba-tiba datang dan langsung melingkarkan lengan di pinggangnya.Lelaki itu tersenyum dan menghela napas berat. Segala penundaan ini terasa bagai seumur hidup bagi Killian.Yah, bayangkan saja.Dua jam untuk sesi pemotretan dan syuting video, dan dua jam untuk berkeliling serta menyapa para tamu undangan.Belum cukup sampai di situ, dua jam kemudian Killian terpaksa pula harus menghabiskan waktu ketika Aiden menyeretnya ke bar, bertiga bersama Ayik yang baru saja datang.Oh, God.Rasanya, hanya Tuhan dan Killian yang tahu, betapa keras lelaki itu sudah berusaha untuk mengendalikan dirinya."Mmh, Kills. Hei." Aila menoleh, memandang Killian dengan sepasang mata abu yang berbinar karena merasa senang.Fakta bahwa tidak ada aroma alkohol yang menguar dari Killian, membuktikan kalau suaminya i
Killian memutar kran shower dan mematikan siraman air dingin. Dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang, lelaki bersurai hitam itu keluar dari kamar mandi.Berjalan memasuki kamar, sesaat dia berhenti dan terpaku dengan nadi yang berdenyut kencang.Aila ada di sini, di atas tempat tidurnya, tertidur nyenyak setelah permainan panas mereka yang entah sudah berapa ronde berlangsung. Melirik jam beker di atas nakas, sepasang mata gelapnya bisa melihat bahwa saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.Pukul sepuluh pagi. Itu berarti tadi mereka bercinta selama hampir empat jam."Tadi itu ... aku pasti sudah benar-benar menggila," erangnya, sekarang mulai mengkhawatirkan keadaan Aila. "Queen .... Dia pasti capek karena perjalanan jauh ini, tapi aku malah langsung mengajaknya bercinta. God!"Killian lalu naik ke tempat tidur, memosisikan diri di atas Aila, bertopang dengan lengan dan kakinya. Dia tidak ingin menyentuh Aila, setidaknya belum.
"Queen, apa kamu yakin?""Tentu saja.""Tapi-""Killian?"Killian mendengus dan, untuk pertama kali dalam hidupnya, cemberut, membuat Aila tertawa melihatnya."Oh, ayolah, Kills," kekehnya, berusaha keras menahan semburan tawa. "Masa kita harus mendekam terus di villa? Sudah dua hari penuh kita menghabiskan waktu hanya dengan berada di vila dan sekitarnya. Apa kamu nggak bosan?""Mana mungkin aku bosan kalau itu denganmu, Queen," rajuk Killian, memeluk Aila dan mencium tengkuknya sekilas. "Aku justru betah kalau harus berduaan saja denganmu.""Dasar mesum.""Mesum sama istri sendiri, boleh 'kan? Lagi pula, aku juga nggak bisa dikata mesum sepenuhnya." Mencondongkan tubuh dan menunduk, Killian berbisik di dekat telinga Aila. "Toh kemarin selama seharian milikku ini belum bertemu dengan pasangannya."Wajah Aila sontak memerah. Dengan gemas dia mencubit pinggang Killian, dan membuat lelaki itu meringis."Queen, sejak kapan kamu menjadi