"Itu terlalu banyak," tolakku. Menggeleng tegas. "Terlalu banyak? Hmm, tapi milik siapa ya yang terus meminta pusakaku masuk ke dalamnya selama ini seperti tidak punya rasa puas?"Richard membalas dengan tertawa geli. Aku sedikit menyipitkan mata mendengar kata-katanya yang jelas-jelas dimaksudkan untuk menggoda. Lalu aku berkata sambil mengunci sabuk kesucian itu lagi."Aku berubah pikiran. Sekarang aku ingin menguncinya lagi," ucapku, sedikit ketus. "Oh tidak. Tidak tidak! Maaf. Itu hanya lelucon, Sayangku. Hah?"Richard terlambat mengambil tindakan karena aku sudah mengunci sabuk itu lagi, dia merengek seolah sedang mengamuk.Melihat tindakannya yang imut tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, aku menahan sudut mulut yang hendak terangkat dan memelototinya tanpa alasan."Maaf, Sayang. Aku bercanda. Yang c*bul adalah diriku, bukan kamu. Aku sangat c*bul karena memasukkan p*nis ke dalam mulut istri yang sedang tidur dan menghisap v*ginanya.....""Apa, apa ada sesuatu seperti itu di
"Usir dia."Richard mengeluarkan perintah tegas kepada kepala pelayan agar Raisa yang sudah datang ke sini diusir saja. "TIDAK."Aku langsung menolak perintah itu, sehingga ekspresi Richard berubah menjadi dingin, keningnya berkerut dalam dan wajahnya yang tampan itu menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Jeany, sangat mengejutkan. Bagaimana kamu bisa meninggalkan suamimu sendiri demi bajingan ikan teri seperti itu? Tidak boleh. Kamu tidak boleh bertemu dengan Raisa atau siapa pun itu!" sanggahnya. Nada suara Richard terdengar begitu tegas sehingga tampaknya tak ada celah untukku bernegosiasi. "Tapi dia teman lamaku, Rich. Ayolah, apa salahnya aku menemui dirinya? Raisa perempuan, bukan laki-laki, jadi apa masalahnya?" tanyaku dengan ekspresi lelah, sama sekali tak mengerti dengan tindakan tidakan Richard kenapa dia melarang aku bertemu Raisa. Sayangnya, meski aku sudah memohon, Richard tetap menggeleng . "Tapi itu tidak berhasil. Mata orang itu terlihat tidak murni. Aku yakin
"Tuan, nyonya jatuh pingsan!!"Suara Mayes di pagi hari sangat mengejutkan Richard yang hendak berangkat bekerja. Tanpa memikirkan apapun dia segera berlari ke tempat istrinya berada."Jeany!"Richard sangat panik saat melihat istrinya tergeletak tak berdaya di depan pintu kamar, wajahnya sangat pucat dan badannya panas. Dengan sigap dia memeriksa kondisi istrinya dan membawa Jeany ke rumah sakit untuk diberi penanganan lebih lanjut. Jeany akhirnya ditaruh di ruang VVIP dan diinfus karena dia ternyata mengalami dehidrasi. Richard yang melihat istrinya sampai jatuh pingsan hanya karena protes atas tindakannya yang melarang sang istri bertemu teman lama, menghela napas panjang. "Dia sepertinya benar-benar ingin bertemu temannya itu, apakah aku mengizinkannya saja?" gumam Richard, yang merasa pikirannya kosong saat melihat istrinya jatuh tak sadarkan diri tadi. Setelah mengangguk sendiri, Richard akhirnya mengambil keputusan. Bahwa dia akan mengizinkan Jeany bertemu Raisa, meski Richar
"R-Rich? Ada apa, Sayang?"Jeany sangat terkejut saat suaminya, Richard, tahu-tahu memeluk dirinya yang baru selesai mandi dan berganti baju dari belakang.Richard tak menjawab apa pun, menyibak rambut panjang istrinya yang sedikit bergelombang dan menciumi lehernya."H-hey! Semalam, kan, kita sudah bercinta sampai beberapa ronde, Rich. Tubuhku bahkan masih capek, apa kamu masih belum puas?"Jeany bertanya dengan wajah memerah karena malu saat suaminya itu tak berhenti menciuminya."Kenapa, tidak boleh? Aku masih tidak bisa membayangkan pisah dia minggu dari kamu, Jeany," jawab Richard dengan ekspresi merajuk yang imut, membuat Jeany rasanya gemas bukan main. Itu karena tubuh Richard yang kekar, tidak pantas bersikap imut seperti ini. Meski begitu, dia cukup menggemaskan. "Mau bagaumana lagi. Katamu ini tugas penting, kan? Aku mau saja ikut kamu, tapi kamu bilang malah semakin tidak bisa fokus kalau ada aku. Jadi mau bagaimana lagi?" balas Jeany, mengelus pipi suaminya yang tampan u
"Bagaimana dengan Dave, apa dia siap menjalani misi luar biasa ini?"Richard bertanya kepada Kyle, yang dijawab bawahannya dengan anggukan. "Siap, Tuan."Richard lantas mengingat nama agen itu, Dave. Dave merupakan anggota yang cukup baru dibandingkan dengan beberapa agen lain, tapi kemampuannya tak diragukan lagi.Saat ini, sesuai perintah atasan, dia harus menjalani misi sebagai seorang wanita bernama Davina, yang datang ke rumah Richard dan menyamar sebagai saudara jauh dari Richard untuk menemani Jeany ke mana pun dia pergi sekaligus sebagai mata-mata. "Kalau dia sudah siap, beri tahu Dave untuk datang ke rumah dan memperkenalkan diri kepada istriku sekaligus mulai menjalani misi," titah Richard kepada Kyle, sambil mengendarai mobilnya menuju markas besar untuk bertemu Kyle di sana sebelum keduanya pergi untuk perjalanan bisnis. "Baik, Tuan."Kyle segera melaksanakan perintah Richard dan menyuruh Dave untuk datang ke rumah Jeany. "Mulai hari ini, kamu tinggal di rumah itu sel
Mulut Dave tiba-tiba mengucapkan kata itu begitu saja, saat pertama kali melihat Jeany. Segera pria muda itu menutup mulutnya dengan tangan dan merutuki kebodohannya. Dave yang kini berdandan seperti wanita, lantas mengumpat pelan dalam hati, sekarang langsung tahu alasan kenapa Richard tak pernah menunjukkan wajah istrinya di markas besar yang dipenuhi laki-laki. Itu karena... istrinya secantik ini! Tubuh Dave tiba-tiba gemetar tanpa sebab, baru kali ini dia merasa gentar berhadapan dengan seseorang, padahal biasanya di depan musuh mana pun Dave tak pernah ragu-ragu, tapi kenapa di depan wanita lemah yang sangat cantik ini, dia.... Kenapa istri bosnya secantik ini? Kecantikannya begitu memikat, seperti memiliki kekuatan magis untuk menarik pria mana pun bertekuk lutut di hadapannya. Jantung Dave, untuk pertama kalinya berdebar sangat kencang. "Jadi... kamu saudara jauh Richard yang datang ke sini untuk menemaniku selama suamiku tidak ada?"Di sisi lain, Jeany yang malu luar
"Haaaahhh, aku bisa gila."Pria yang seumur hidupnya bekerja sebagai agen rahasia itu mengusap wajahnya yang basah dengan kasar, dia masih berdiri di bawah shower, meratapi betapa kotornya dirinya sekarang. "Berengsek. Betapa rendahnya aku malah hor*ny dengan istri orang! Apalagi itu istri bosku sendiri! Aku sepertinya sudah tak waras! Ada apa denganku ini?!" Dave menjambak rambutnya sendiri. Frustasi. Masalahnya, ini untuk pertama kalinya, kejantanannya seperti ini. Dia bukan orang rendahan yang mudah ereksi hanya dengan melihat wanita cantik. Sejujurnya, ini untuk pertama kalinya dia mengalami hal memalukan seperti sekarang. Dalam 20 tahun hidupnya, ini pengalaman paling memalukan seumur hidup. Bukannya Dave tak pernah bertemu wanita, ada beberapa agen yang berjenis kelamin wanita, tapi tak pernah dia merasakan dorongan seperti ini. Jeany, istri bos besarnya itu bukan hanya cantik luar biasa, sampai-sampai tadi Dave mengira bahwa wanita itu adalah jelmaan bidadari, tapi Jeany
"Haaa. Setidaknya nyonya jarang keluar kamar, aku hanya harus menghindari berinteraksi dengannya sesering mungkin dan mengawasi dari jauh saja, kan? Dengan begini, karir dan leherku akan aman," ucap Dave, mengambil keputusan. Dia bertekad untuk menjauh sejauh mungkin dari Jeany kecuali di saat-saat penting seperti yang disebutkan Richard, di mana ketika ada Raisa di dekat Jeany, sehingga dia akan aman selama seminggu ini. Dia hanya akan mengawasi Jeany dari jauh dan meminimalisir keterlibatan dengan wanita itu. Dengan begitu, dia yakin nyawanya akan aman. "Ide yang sangat bagus. Aku pasti bisa melewati semua ini," ujar Dave. Pada hari pertama bekerja, Dave merasa cukup tenang dan menghabiskan hari dengan nyaman. Dia yakin akan berhasil menjalankan misi yang super berbahaya ini. "Yang perlu kuperhatikan hanya ketika nyonya bersama wanita bernama Raisa dan melaporkan semuanya kepada bos besar. Selain itu, aku akan menjauh dari nyonya sejauh mungkin."Dave yakin cara itu akan ber
"Sekali lagi, itu tugasku, Luna. Kamu nggak usah memikirkan hal yang bukan bagianmu. Tugasmu hanya satu, yaitu selalu bahagia." Ucapan yang meski diucapkan dengan nada datar ala tanpa emosi Kyletersebut, membuat dada Luana rasanya mengembang bahagia. Mungkin karena cinta, sehingga hal biasa seperti itu terdengar luar biasa di telinga Luana, mungkin juga karena jarang sekali Kyle mengatakan hal seperti itu pada orang lain, sehingga Luana merasa istimewa. Kyle yang tidak sadar bahwa kata-katanya tersebut membuat hati seorang gadis meleleh, melanjutkan. "Sedang tugasku adalah membuatkamu bahagia, jadi masalah-masalah nggak penting seperti itu nggak usah kamu pikirkan lagi, mengerti, Luna?" Kyle mengatakan itu dengan suara tegas. "Ya ampun, Tuan...." Luana yang terharu, segera mermeluk erat bos-nya tersebut, tidak menyangka bahwa pria yang dulu saat SMA begitu menyebalkan dan terus mengganggu dirinya, kini tumbuh menjadi pria yang dapat dipercaya seperti ini. Benar-benar pertumb
"Anda ini bicara apa, sih, Tuan?" Luana mencubit pelan punggung tangan Kyle yang melingkar di perutnya, memiringkan kepala untuk menatap bos-nya. Mendadak gadis itu kesal kepada sang bosyang terlalu mudah curiga dengannya,untuk mengungkapkan rasa kesalnyatersebut, Luana pun memukul pelan punggung tangan Kyle karena tidak puas hanya dengan mencubitnya saja. Sementara itu Kyle balas memandang dirinya dengan ekspresi muka ditekuk, membuat Luana menarik napas panjang dan turun dari pangkuannya. Dia kini duduk di samping sang bos dan memegang kedua tanganya, menggenggam telapak tangan yang besar dan hangat meski sedikit kepalan tersebut. "Tuan, Anda kenapa punya pikiran sesempit itu?" keluhnya sambil sekali lagi menghela napas panjang. "Pikiran sempit katamu?" bantah Kyle, tak terima. Luana menggeleng dengan ekspresi cemberut, menatap intens pria yang tampak tersinggung dengan ucapannya itu. "Tentu saja. Saya benar-benar kecewa saat tahu Anda ternyata mengukur perasaan saya seda
"A-apa, Tuan? Pernikahan?" Mulut Luana membulat dengan tatapan bingung saat Kyle menyebut kata pernikahan. Kyle yang berada di atasnya balas memandang gadis di bawahnya dengan bertanya-tanya. "Kenapa kamu seperti linglung begitu saat aku menyebut kata menikah, Luana?" Atas pertanyaan tersebut Luana mengulurkan tangannya dan membelai pipi Kyle yang mulus. Ah, tidak. Tidak mulus karena saat ini adalah satu jerawat kecil nakal berwarna merah muda yang berada di pipi dekat telinga pria itu. Hal itu serta merta membuat konsentrasi Luana buyar dan membuat bibir gadis mungil itu cemberut. "Ish, bagaimana bisa, sih, Anda sampai jerawatan seperti ini, Tuan?Tunggu sebentar, saya akan mengambilkan Anda salep. Saya tidak terima wajah Anda yang setampan dewa ini sampai ditumbuhi jerawat!" Dia melayangkan protes. Luana, dengan lihainya meloloskan diri dari kungkungan Kyle dan berjalan menuju meja rias tak jauh darinya. Kyle hanya mengendikkan bahu dan duduk di tepi ranjang, menunggu g
Anehnya, hal itu tidak ada terjadi hari ini. Di bagian depan celana, hanya ada basah di bagian yang terletak di antara dua pahanya. Seperti normalnya orang yang baru saja mengeluarkan sperma. Sungguh aneh. Cairan itu seperti cairan pria pada umumnya sekarang. Apa yang membuatnya berbeda dengan kejadian ketika di ruangan kantor nya waktu itu? Apakah karena saat itu Kyle sedang berada diambang kehilangan kekuatan, sehingga cairannya juga berpengaruh? Hal ini harus ia bicarakan dengan Rion lagi. Setelah mencapai kesimpulan itu, Kyle bernapas lega dan memandang gadisnya dengan penuh cinta. "Kamu tadi mau melakukan apa sebelum aku ke sini, Luna?" Kyle bertanya kepada Luana yang masih betah memeluk dirinya. "Eummm, makan. Mau merebus mie tadi." Gadis itu menjawab malu-malu. "Ya sudah, sana ke kamar mandi, aku juga mau ambil celana dan baju bersih di mobil. Habis itu kita makan bersama, ya?" ucap Kyle. Luana mengangguk dan dibantu Kyle turun dari meja. Pria i
Luana terengah-engah karena payudaranya terus dimainkan Kyle, sedangkan Kyle sibuk dengan semua ketegangan dalam dirinya. "Biarkan aku melakukan ini, Lun. Aku sangat merindukannya," ucap Kyle dengan nada tegas. Pria itu memandang payudara Luana dengan sikap menghamba. Di mata Kyle, milik Luana ini selalu yang terbaik. Kedua bulatan itu besar, bulat sempurna, segar, putih mulus dan penuh, seperti mengundang Kyle untuk melesak kan mulutnya di sana, sampai benda itu terhisap sepenuhnya di mulut Kyle. "Ah, aku nggak tahan," desahnya dengan ekspresi serius saat memandang payudara besar Luana, seakan-akan itu cobaan paling berat dalam hidupnya. Pria itu benar-benar tak sabar untuk menggigit bulatan besar milik Luana yang seperti bakpao baru matang tersebut, dengan puncak berwarna merah muda yang menggoda. Pria itu tak sabar untuk melakukan banyak hal di sana. Jadi, Kyle pun mendekatkan mulutnya ke payudara Luana yang terbuka, dan mulai menjilat serta menyedot putingnya y
"Aku bicara jujur, Luana." Kyle mengatakan itu dengan tegas, seraya berjalan mendekat seraya mengulurkan tangannya untuk meraih gadis itu ke dalam pelukannya. "Aku tidak pernah berbohong padamu," lanjutnya dengan serius, saat Luana sudah berada di dalam pelukannya. "'Sudahlah, lupakan. Lagian itu juga sudah hampir seminggu lalu," balas Luana sambil menggeleng dengan pasrah. Tidak ada gunanya lagi untuk marah, toh pelukan dari Kyle ini benar-benar membiusnya, mencairkan seluruh kemarahan yang sebelumnya membuncah di dadanya. Luana balas memeluk Kyle, tubuh pria itu besar, ramping dan berotot, sehingga sangat nyaman untuk berada di pelukannya. "Maafkan aku, akhir-akhir ini benar-benar nggak ada waktu istirahat, Luana. Maafkan aku, ya?" bisiknya lembut di samping telinga sang gadis. Luana sekali lagi menggeleng. Meskipun dia membalas pelukan Kyle, bahkan membebankan wajahnyadi dada bidang pria itu, dan dia juga sudah luluh saat Kyle mengatakan maaf pertama, dia tetap pura-pu
Sepulang kerja, hujan turun dengan derasnya, membuat Luana benar-benar terkurung di dalam rumah. Dia berencana menghabiskan malam dengan menonton drama setelah berendam di dalam kamar mandi yang membuat tubuhnya segar dan wangi. Luana tiba-tiba berpikir kalau menonton drama di ponsel sambil makan mie yang dicampur telur pasti rasanya nikmat sekali, jadi dia berjalan menuju dapur untuk melaksanakan niatnya tersebut. Dengan handuk masih melilit di kepala karena rambutnya yang masih basah, Luana mulai menyiapkan apa saja yang akan dia masukkan ke dalam mie nya tersebut. Selesai mandi, Luana hanya memakaikaus warna putih long size sampai paha dengan hanya memakai celana dalam tanpa menggunakan bra di dalamnya. Luana berniat menonton drama itu sampai tertidur, jadi dia memutuskan untuk tidak memakai bra agar tidak repot-repot melepasnya ketika hendak tidur nanti. Luana berjongkok untuk mengambil sesuatu dari dalam kulkas, dia mengambil cabe, telur, sosis dan daun bawang Se
Tuan Ivander berkata lagi, kali ini dengan nada lebih putus asa. Kyle yang sejatinya sangat menyayangi ayahnya, akhirnya mengangguk pelan. Pria muda itu mencoba bertoleransi sedikit lagi meski ayahnya selalu bersikap sangat menyebalkan dan seenaknya sendiri. "Silakan Ayah bicara," ucapnya tenang. Kyle kembali duduk saat sang ayah menunjuk kursi, pria itu belum sepenuhnya percaya dengan sang ayah, sehingga duduk dengan ekspresi defensif. Seakan-akan siap pergi kapan saja, jika ucapan sang ayah kembali menyakiti hatinya. Tuan Ivander yang melihat bagaimana Kyle memberi kesempatan, menghela napas lega dan mulai berbicara. "Mengenai masalah sayembara itu, maaf, memang benar, aku sudah tahu semuanya, tentang vampir itu juga, dan Luana yang hampir mati juga. Aku sengaja membuat dokumen itu untuk memancing dirimu kembali sini, karena aku tahu kalau kamu pasti tidak akan terima jika Luana yang disalahkan di insiden pulau itu." Tuan Ivander mulai berbicara panjang lebar.
Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan sinis ayahnya, menjawab dengan mata sedikit menyipit. "Aku tidak menyangka ayah ternyata serendah itu menilai orang. Memangnya apa yang salah dengan asal usul keluarga Luana?" Melihat anaknya yang sudah terbakar amarah, tuan Ivander, ayah Kyle itu hanya memandang dengan santai. "Menurutmu, apakah gadis yang ibunya bekerja di luar, tidak jelas keberadaannya, dan meninggalkan anaknya lalu menikah lagi dan memilih kebahagiaannya sendiri, bukan termasuk perempuan rendahan?" Ayahnya berkata dengan alis terangkat satu. Brak!! Kyle membanting dokumen-dokumen yang tadi dibawanya ke meja kerja sang ayah. "Berhenti mengolok-olok seseorang yang tidak kamu kenal dengan baik, Ayah! Cukup. Jangan menghina Luana lagi!'" "Aku tidak menghina, aku bicara kenyataan. Bagaimana keluarga dia hancur, ibunya meninggalkan ayahnya karena ayahnya tidak mampu bekerja, dan Luana—" "Ayah tidak tahu bagaimana dia bekerja dan berusaha sangat keras menyelesa