"Haaaahhh, aku bisa gila."Pria yang seumur hidupnya bekerja sebagai agen rahasia itu mengusap wajahnya yang basah dengan kasar, dia masih berdiri di bawah shower, meratapi betapa kotornya dirinya sekarang. "Berengsek. Betapa rendahnya aku malah hor*ny dengan istri orang! Apalagi itu istri bosku sendiri! Aku sepertinya sudah tak waras! Ada apa denganku ini?!" Dave menjambak rambutnya sendiri. Frustasi. Masalahnya, ini untuk pertama kalinya, kejantanannya seperti ini. Dia bukan orang rendahan yang mudah ereksi hanya dengan melihat wanita cantik. Sejujurnya, ini untuk pertama kalinya dia mengalami hal memalukan seperti sekarang. Dalam 20 tahun hidupnya, ini pengalaman paling memalukan seumur hidup. Bukannya Dave tak pernah bertemu wanita, ada beberapa agen yang berjenis kelamin wanita, tapi tak pernah dia merasakan dorongan seperti ini. Jeany, istri bos besarnya itu bukan hanya cantik luar biasa, sampai-sampai tadi Dave mengira bahwa wanita itu adalah jelmaan bidadari, tapi Jeany
"Haaa. Setidaknya nyonya jarang keluar kamar, aku hanya harus menghindari berinteraksi dengannya sesering mungkin dan mengawasi dari jauh saja, kan? Dengan begini, karir dan leherku akan aman," ucap Dave, mengambil keputusan. Dia bertekad untuk menjauh sejauh mungkin dari Jeany kecuali di saat-saat penting seperti yang disebutkan Richard, di mana ketika ada Raisa di dekat Jeany, sehingga dia akan aman selama seminggu ini. Dia hanya akan mengawasi Jeany dari jauh dan meminimalisir keterlibatan dengan wanita itu. Dengan begitu, dia yakin nyawanya akan aman. "Ide yang sangat bagus. Aku pasti bisa melewati semua ini," ujar Dave. Pada hari pertama bekerja, Dave merasa cukup tenang dan menghabiskan hari dengan nyaman. Dia yakin akan berhasil menjalankan misi yang super berbahaya ini. "Yang perlu kuperhatikan hanya ketika nyonya bersama wanita bernama Raisa dan melaporkan semuanya kepada bos besar. Selain itu, aku akan menjauh dari nyonya sejauh mungkin."Dave yakin cara itu akan ber
Dave yang menutupi wajahnya dengan masker dan kaca mata hitam, akhirnya sukses mengantarkan Jeany jalan-jalan. Raisa tiba-tiba tidak bisa menemani sehingga Jeany pun akhirnya hanya jalan-jalan bersama Dave saja. Setidaknya untuk sekarang Dave merasa aman. Dia kini bisa duduk dengan aman di belakang kemudi, sedangkan Jeany duduk santai di kursi belakang. Dave merasa tenang karena wajahnya tertutup masker dan kacamata hitam, sehingga tidak akan dipergoki Jeany saat dia melirik wanita cantik yang mencuri hatinya pada pandangan pertama itu lewat kaca spion depan. Setelah beberapa menit berdua di mobil, Dave mulai bisa mengendalikan dirinya dan mengemudi dengan tenang. Dia hanya sesekali melirik ke arah Jeany untuk memastikan keadaannya. Wanita cantik yang memiliki tubuh teramat seksi itu, anehnya terlihat sangat lesu di kursi belakang. Hal itu membuat Dave yang polos mulai berpikir macam-macam, dia sangat khawatir dengan keadaan Jeany yang lesu, berpikir bahwa wanita cantik yang di
Meski ada sedikit kekeliruan di awal, Dave untungnya bisa sukses menemani Jeany jalan-jalan saat ini. Richard juga tampak senang saat diberitahu bahwa Jeany tak jadi bertemu Raisa, dan mempercayakan Dave menemani Jeany. Semua memang berjalan lancar awalnya, tapi.... "Nyonya, apa yang Anda lakukan?"Dave yang sudah tak tahan lagi, akhirnya memberanikan diri bersuara. Dia sudah menahannya sejak tadi, tapi Dave merasa ini sudah batasnya. Dia tak tahan lagi untuk berbicara. "Hm? Kenapa, Davina?"Jeany yang berdiri di depannya sambil makan sebuah sosis panggang besar, menoleh ke arah Dave dengan wajah polos. "Maaf sebelumnya jika saya lancang. Tapi, Nyonya. Anda sudah sangat keterlaluan," ucap Dave dengan ekspresi serius. Tatapannya semakin serius saat melihat Jeany yang dengan santainya membuang sosis besar yang tadi dia makan ke tempat sampah, padahal makanan itu tidak ada setengahnya di makan oleh Jeany. "Maksud kamu?"Jeany yang tak mengerti arah pembicaraan Dave, bertanya lag
Wajah wanita cantik yang asalnya cemberut itu, tiba-tiba langsung cerah ceria. "Serius?! Kamu mau, Davina?" tanya Jeany dengan penuh semangat. Dave yang tak mengira idenya yang ini akan diterima dengan mudah oleh Jeany, menjawab gugup. "Saya... saya bersedia, Nyonya."Senyum Jeany semakin lebar mendengar itu, dengan lebih bersemangat dia pun berkata. "Baiklah! Kalo gitu aku akan keliling sepuasnya!" ujar Jeany, tertawa lebar. Dave yang masih terkejut dengan betapa mudahnya mood seorang perempuan berubah-ubah, hanya bisa mengikuti langkah Jeany dengan kebingungan. Jeany bbenar-benar tampak bersemangat lagi, dia berkeliling di sekitar stand penjual makanan dengan gembira, membuat Dave yang tadi panik, kini merasa sedikit lega. Setidaknya nyawanya selamat untuk kali ini. Dave tersenyum lega dan mengikuti langkah Jeany dengan hati ringan. Sayangnya, kelegaan itu hanya bertahan sebentar, karena siksaan sebenarnya baru saja datang. "Davina, habiskan eskrim ini. Aku sudah tidak mau
"U-ughh?"Saat merasakan tubuh lembut Jeany dalam pelukannya, Dave hanya bisa menelan ludah tapi tak mampu mendorong wanita cantik di depannya itu menjauh, seperti dengan sengaja semakin menggodanya, Jeany merespons dengan menahan tubuh Dave dengan ringan, memutar wajah pria muda itu kembali menghadap ke arahnya, dan melanjutkan ciuman panas dan basah mereka. "Hah, hahh, hah..."Sementara Dave berusaha mengatur napas karena ini merupakan pengalaman pertamanya, wanita cantik di depannya itu dengan terampil memimpin pertemuan intim mereka.Bibir mereka kembali bertemu, dan celah kecil di antara keduanya memungkinkan sepotong daging meluncur masuk, menciptakan hubungan yang intens."Aku tidak tahu gimana sebuah mimpi bisa sedetail dan senyata ini. Tapi, meski ini hanya mimpi, aku ingin menikmatinya," gumam Dave, sembari memejamkan mata dan memutuskan dengan suka rela membiarkan dirinya semakin terjatuh ke dalam mimpi anehnya ini. Tangannya dengan kuat menggenggam pinggang Jeany, memb
"Dave, apa kamu tidak tahu betapa tidak sopannya telepon bosmu tengah malam seperti ini?" tegur Kyle, yang suaranya seperti orang baru bangun tidur. "M-maafkan saya, Tuan! Tapi, tapi saya benar-benar ingin mengundurkan diri dari misi ini! Saya akan menerima konsekuensinya bahkan jika Anda mengirim saya ke daerah konflik!" seru Dave dengan suara bergetar karena masih ada sisa-sisa ketakutan yang tertinggal dari mimpinya di mana dia bermimpi kepalanya diledakkan oleh Dante Richardo tanpa ampun. "Haaa, Dave. Baru berapa hari kamu bekerja di sana?"Kyle bertanya dengan nada menegur yang sama, sehingga Dave dengan gugup menjawab. "Satu... ehm, dua hari, Tuan."Mendengar jawaban Dave, Kyle menghela napas panjang. "Baru dua hari dan kamu minta mundur? Apa seperti ini mental seorang pasukan khusus?""B-bukan seperti itu, Tuan! Tapi, tapi saya sayang nyawa saya! Saya... saya masih sangat muda, Tuan," jawab Dave dengan putus asa, sembari meraba kepalanya untuk memastikan anggota tubuhnya it
"Itu semata demi kerahasiaan informasi, Dave. Aku sangat terpaksa melakukan itu, maafkan aku."Jawaban Kyle tak membuat Dave puas sama sekali, tapi hanya semakin membuat dadanya jadi semakin sesak. "Tuan .... ""Sudahlah. Lanjutkan saja misimu. Hari ini aku dan tuan Dante mengevaluasi hasil kerjamu dan cukup memuaskan. Jadi kenapa kamu mundur?" tanya Kyle dengan suara enteng. "Mengevaluasi?"Dave bertanya dengan kebingungan. Bagaimana cara Kyle dan bos besarnya mengevaluasi pekerjaan Dave padahal mereka berada di luar negeri? Dave benar-benar tak mengerti. "Ya. CCTV ada di mana-mana, Dave. Sangat mudah memantau pergerakanmu," jawab Kyle, yang membuat Dave semakin ketakutan. "Ya Tuhan...."Kalau begitu itu artinya... Bosnya memantau Dave setiap saat? Apakah dia akan benar-benar aman? Mereka, mereka tidak melihat adik kecil Dave yang membengkak tiap dekat Jeany, kan?Ya Tuhan, semoga tidak! Dave berteriak dalam hati. Dave, yang mendengar pengakuan Kyle, diam-diam berkeringat dera
Saat keluar dari ruangan Kyle, Luana berusaha tegar dan bersikap seakan tak ada apa-apa. Namun, begitu sampai depan kamar mandi kantor, langkahnya mulai goyah. "Ah." Luana membuka pelan pintu kamar mandi, duduk dia atas toilet dan membuang celana dalamnya yang basah ke tempat sampah dengan ekspresi lunglai. "Kenapa.... " Gadis itu mendesah, menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tersedu-sedu. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isakannya tidak terdengar sampai luar. "Kyle, kenapa kamu begini padaku?" gumamnya nelangsa. Menangis seperti itu rasanya lebih sakit dan menyesakkan, tapi hal itu tidak sesakit yang di rasakannya sekarang. Dirinya merasa hancur saat diusir seperti wanita murahan oleh Kyle tadi, hati gadis itu kini remuk redam. "Teganya kamu, Kyle. Teganya.... " Dia menangis sampai bahunya naik-turun, menekan dadanya yang terasa sangat sesak sampai kesulitan bernapas. Dengan pandangan penuh kaca-kaca air mata yang siap tumpah,
"Luana? Bolehkah?" Pria itu meminta izin untuk menjilati leher dan dadanya yang penuh keringat. Saat Luana dengan malu-malu mengangguk, Kyle segera dengan tekun melakukan apa yang dia inginkan. Kyle baru tahu, bahwa keringat gadis ini ketika sedang terangsang ternyata bisa membantu mengembalikan kekuatan miliknya yang sempat menghilang. Magic stone bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan ini. Saat keringat Luana habis dijilat oleh Kyle, kyle memandang Luana dengan ekspresi lapar. "Lun, cara bikin kamu berkeringat bagaimana?" bisiknya dengan suara menggoda, membuat gadis itu memandang Kyle dengan pipi merona merah, sementara Kyle menggesek penis miliknya yang sudah tegak di antara paha Luana. "Kenapa tiba-tiba ingin membuat saya berkeringat, Tuan?" Luana yang gugup, sampai tanpa sadar berbicara formal kepada Kyle. Kyle tidak menjawab, malah melesak kan mulutnya di buah dada Luana yang benar-benar menggoda, membuat gadis itu mengerang pelan dan menggeliat. "Hah
"Kamu tahu.... " Kyle berkata dengan napas tersengal-sengal. "Cuma tubuh kamu yang bisa membuat suhu tubuhku hangat kembali, Luana," lanjutnya dengan suara lemah. Mendengar itu, Luana tanpa ragu segera berdiri dan melempar jas yang ia pakai ke lantai. "Baiklah. Aku akan melakukannya, aku akan melakukan hal itu, Kyle. Aku akan melakukan apa pun! Kamu harus sembuh, kamu nggak boleh pergi!" teriak Luana dengan penuh tekad. Gadis itu segera berlari ke pintu untuk menguncinya dan menepuk tangan satu kali sebagai sensor lampu, membuat ruangan itu seketika gelap gulita. "Kyle, tunggu. Aku akan membantumu!" Luana tanpa ragu dia melepas blush hijau muda yang dia pakai dan melempar bra miliknya ke lantai, kemudian dengan tubuh atas tanpa memakai apa pun, mulai naik ke atas tubuh Kyle yang terbaring di sofa. "Kamu percaya sama aku, oke? Aku akan melakukan seperti saat membuat kamu bisa kembali normal ketika SMA, aku akan membuat kamu sembuh lagi, Kyle. Jangan pergi dulu, jang
Jam kerja selesai. Kyle semakin panik saat melihat Luana yang mulai berkemas, sementara Jasmine dan Gio belum juga meninggalkan meja kerja mereka. Kyle memutar otak untuk mencari cara supaya Luana masuk ke dalam ruangannya tanpa membuat Gio dan Jasmine tahu sehingga kedua makhluk brengsek itu tidak merecoki pertemuan mereka dengan alasan yang mengada-ada. Sementara itu, sakit kepala Kyle semakin parah dan demamnya mulai tinggi. Kyle meraih ponsel di meja, mengetik sesuatu dengan jemari yang gemetar karena demam. [Lun.] Bahkan untuk mengirimkan pesan singkat seperti itu, Kyle membutuhkan usaha yang sangat keras. Kepalanya seperti berputar-putar dan demam yang dideritanya membuat pria itu tidak fokus. Matanya sampai menyipit untuk menyelesaikan chat yang ia kirim ke Luana. [Sini, ke aku.] Tak sanggup lagi mengetik banyak, Kyle melempar ponselnya dan memijat kepala yang seperti meledak. Dia tak sanggup menahan sakit ini lagi, sepertinya magic stone yang dipinjamk
Gio lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi licik, sebelum kemudian menjawab. "Karena aku yang menukar sendiri barang itu sebelum sampai ke Kyle, jadi tentu saja aku tahu." Ekor mata Gio melirik ke Kyle yang sedang memijat keningnya dengan ekspresi puas. "Sayangnya, karena kekuatannya melemah, Kyle bahkan nggak sadar kalau barang itu palsu dan terus bergantung pada benda itu seperti orang bodoh," lanjutnya dengan bibir mencibir. "Kamu gila!" Jasmine berseru, menggeleng tak percaya, tapi juga salut pada pria yang sepertinya lebih kuat dari Kyle ini. Sepertinya, pria yang wajahnya mirip Kyle ini sedang tidak berbohong, kini Jasmine baru menyadari bahwa aura Kyle hari ini, memang tidak sekuat dan semenusuk biasanya. "Sekarang, kamu percaya padaku, kan?" Gio bertanya dengan ekspresi penuh kemenangan. Jasmine ingin mengangguk tapi dia sadar bahwa harus berhati-hati dengan pria di sampingnya ini, jadi dia menjawab. "Aku masih harus berpikir lebih dalam lagi." Gio yang
"Kamu bicara apa? Aku nggak ngerti." Masih seperti sebelumnya, Jasmine menjawab ketus perkataan Gio. Gio hanya tertawa geli melihat reaksinya tersebut, menyandarkan punggung ke kursi dengan kedua tangan bersilang di dada. "Nggak usah pura-pura polos." Ucapan sinis Gio itu, direspons Jasmine dengan kerutan kening. "Aku nggak tahu apa maksud kamu ngomong seperti itu tadi, dan aku nggak paham, siapa yang tadi kamu panggil gadis setengah vampir," sergah Jasmine dengan nada tersinggung. Gio tidak menjawab, tapi segera menjentikkan jemarinya dengan santai. Wajah Jasmine memucat saat Gio menunjukkan bukti, bahwa dirinya juga bukan manusia biasa. Bahkan tingkat kekuatannya di atas Jasmine. "K-kamu.... " Jasmine tak bisa berkata-kata. "Santai saja," ucap Gio sambil menyugar rambut peraknya dengan santai saat melihat wajah pucat Jasmine. "Aku tahu, tujuan kita sama," lanjutnya seraya melirik ke arah Kyle, yang diikuti oleh lirikan mata Jasmine. "Kamu...." Gio menunjuk dada Jas
"Minggir." Jasmine yang sudah kini berada di depan mereka, menatap Luana dengan muka ditekuk. "Pindah posisi," lanjutnya judes, bibirnya yang bergincu merah terang maju beberapa centimeter. "Eh, kenapa?" Luana yang tak tahu maksud kedatangan Jasmine ke meja kerjanya, bertanya dengan bingung. Sementara gadis tinggi semampai yang kini memakai dress hitam selutut dan terbalut jas warna krem tersebut menatap Luana dengan gerah. "Aku sekarang kerja di sini menggantikan Katy, geser. Jauh-jauh dari aku, jangan terlalu dekat," ucapnya ketus. Luana dengan masih linglung, menatap tak percaya apa yang sedang didengarnya saat ini. "Cepetan. Dasar lelet." Keluhan yang keluar dari mulut jasmine tersebut membuat Luana segera mengangkat barang-barangnya dan bergeser, tapi kemudian kembali lagi. Dia menaruh barang-barang miliknya itu di tempat semula dan memberanikan diri menatap Jasmine yang duduk di sebelah Gio dan sibuk dengan ponselnya. "Kalau kamu menggantikan tempat Katy,
"Halo, Sayangku." Seorang pria menyapa Luana dengan begitu mesra. Luana memandang pria dengan rambut berwarna perak seperti bulan purnama dan memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih itu dengan setengah hati. "Siapa yang kamu panggil sayang?" ketusnya dengan bibir cemberut. Gio yang kini berdiri di depan meja kerja Luana tersenyum-senyum sendiri dengan ekspresi menggoda. "Siapa lagi memangnya kalau bukan kamu? Nggak ada makhluk mungil yang terlihat sangat imut di mataku kecuali kamu, Luana sayang." Mendengar itu Ahra hanya memutar bola matanya dengan ekspresi bosan. "Nggak usah gombal, aku tahu kamu bukan Kyle," balas Luana, masih dengan muka ditekuk. Dia masih kesal dengan vampir ini karena wajahnya mirip Kyle, sehingga dirinya pernah mengalami insiden salah mengenali orang beberapa kali. Terlepas dari pria inilah yang telahmenyelamatkan dirinya dengan dari teror vampir baru di pulau itu, Luana nmasih tidak bisa melupakan rasa kesalnya. Gio tertawa geli d
"Aku tidak perlu bertemu orang itu untuk menilai bagaimana dia, Kyle," jawab tuan Ivander dengan tegas. Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan ayahnya tersebut. "Ayah selalu mengajariku bahwa kita harus bertatap mata dengan seseorang agar tahu bagaimana dia sebenarnya.Ucapan ayah sekarang penuh kontradiksi, Yah," sindir Kyle dengan tajam, sedang sang ayah hanya mengendikkan bahu. "Aku nggak peduli," jawab tuan Ivander, acuh tak acuh. Kyle hanya menyugar rambutnya ke belakang. kehabisan kata-kata. "Jasmine dan kamu punya kesamaan, kalian pasti akan bahagia jika menikah, Nak. Nasibmu tidak akan seperti ayah kalau kamu menikah dengan Jasmine." Tuan Ivander mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Ada luka yang dalam di sorot matanya saat menyebut tentang nasibnya sendiri. Melihat Kyle yang terdiam, ayahnya melanjutkan. "Kalian sama-sama anak yang lahir dari pasangan manusia dan vampir, jadi, jika kalian menikah, tidak akan ada yang berkorban atau ditinggalkan. Kamu akan