Mungkin karena pesta sehari sebelumnya, aku bangun lebih lambat dari biasanya. Begitu aku membuka mataku, yang kulihat adalah Richard yang memelukku seperti biasanya."Selamat pagi, Jeany."Dia menyapa sambil tersenyum, sedangkan aku menatap dirinya dengan kebingungan. "Ya. Selamat pagi juga untukmu, Rich. Tapi... tumben kamu belum berangkat kerja?"Aku bertanya sambil menguap keras dan menggeliat dalam-dalam ke pelukan Richard. Kemudian Richard dengan hati-hati mendorongku menjauh dan berkata."Sayang, lihatlah, aku punya hadiah.""Hadiah?"Sebuah hadiah datang entah dari mana pagi ini. Aku mengusap mataku yang mengantuk dan mencoba untuk bangun."Apakah kamu ingin membuka tanganmu?" tanya Richard yang kini berdiri di pinggir ranjang. Aku ikut duduk dan membuka tanganku seperti yang dia minta, pada saat itu, sesuatu diletakkan di telapak tanganku bersamaan dengan suara gemerincing.Suara gemerincing. Apa yang sebenarnya... Aku segera memeriksa telapak tanganku dan memiringkan kep
"Itu terlalu banyak," tolakku. Menggeleng tegas. "Terlalu banyak? Hmm, tapi milik siapa ya yang terus meminta pusakaku masuk ke dalamnya selama ini seperti tidak punya rasa puas?"Richard membalas dengan tertawa geli. Aku sedikit menyipitkan mata mendengar kata-katanya yang jelas-jelas dimaksudkan untuk menggoda. Lalu aku berkata sambil mengunci sabuk kesucian itu lagi."Aku berubah pikiran. Sekarang aku ingin menguncinya lagi," ucapku, sedikit ketus. "Oh tidak. Tidak tidak! Maaf. Itu hanya lelucon, Sayangku. Hah?"Richard terlambat mengambil tindakan karena aku sudah mengunci sabuk itu lagi, dia merengek seolah sedang mengamuk.Melihat tindakannya yang imut tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, aku menahan sudut mulut yang hendak terangkat dan memelototinya tanpa alasan."Maaf, Sayang. Aku bercanda. Yang c*bul adalah diriku, bukan kamu. Aku sangat c*bul karena memasukkan p*nis ke dalam mulut istri yang sedang tidur dan menghisap v*ginanya.....""Apa, apa ada sesuatu seperti itu di
"Usir dia."Richard mengeluarkan perintah tegas kepada kepala pelayan agar Raisa yang sudah datang ke sini diusir saja. "TIDAK."Aku langsung menolak perintah itu, sehingga ekspresi Richard berubah menjadi dingin, keningnya berkerut dalam dan wajahnya yang tampan itu menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Jeany, sangat mengejutkan. Bagaimana kamu bisa meninggalkan suamimu sendiri demi bajingan ikan teri seperti itu? Tidak boleh. Kamu tidak boleh bertemu dengan Raisa atau siapa pun itu!" sanggahnya. Nada suara Richard terdengar begitu tegas sehingga tampaknya tak ada celah untukku bernegosiasi. "Tapi dia teman lamaku, Rich. Ayolah, apa salahnya aku menemui dirinya? Raisa perempuan, bukan laki-laki, jadi apa masalahnya?" tanyaku dengan ekspresi lelah, sama sekali tak mengerti dengan tindakan tidakan Richard kenapa dia melarang aku bertemu Raisa. Sayangnya, meski aku sudah memohon, Richard tetap menggeleng . "Tapi itu tidak berhasil. Mata orang itu terlihat tidak murni. Aku yakin
"Tuan, nyonya jatuh pingsan!!"Suara Mayes di pagi hari sangat mengejutkan Richard yang hendak berangkat bekerja. Tanpa memikirkan apapun dia segera berlari ke tempat istrinya berada."Jeany!"Richard sangat panik saat melihat istrinya tergeletak tak berdaya di depan pintu kamar, wajahnya sangat pucat dan badannya panas. Dengan sigap dia memeriksa kondisi istrinya dan membawa Jeany ke rumah sakit untuk diberi penanganan lebih lanjut. Jeany akhirnya ditaruh di ruang VVIP dan diinfus karena dia ternyata mengalami dehidrasi. Richard yang melihat istrinya sampai jatuh pingsan hanya karena protes atas tindakannya yang melarang sang istri bertemu teman lama, menghela napas panjang. "Dia sepertinya benar-benar ingin bertemu temannya itu, apakah aku mengizinkannya saja?" gumam Richard, yang merasa pikirannya kosong saat melihat istrinya jatuh tak sadarkan diri tadi. Setelah mengangguk sendiri, Richard akhirnya mengambil keputusan. Bahwa dia akan mengizinkan Jeany bertemu Raisa, meski Richar
"R-Rich? Ada apa, Sayang?"Jeany sangat terkejut saat suaminya, Richard, tahu-tahu memeluk dirinya yang baru selesai mandi dan berganti baju dari belakang.Richard tak menjawab apa pun, menyibak rambut panjang istrinya yang sedikit bergelombang dan menciumi lehernya."H-hey! Semalam, kan, kita sudah bercinta sampai beberapa ronde, Rich. Tubuhku bahkan masih capek, apa kamu masih belum puas?"Jeany bertanya dengan wajah memerah karena malu saat suaminya itu tak berhenti menciuminya."Kenapa, tidak boleh? Aku masih tidak bisa membayangkan pisah dia minggu dari kamu, Jeany," jawab Richard dengan ekspresi merajuk yang imut, membuat Jeany rasanya gemas bukan main. Itu karena tubuh Richard yang kekar, tidak pantas bersikap imut seperti ini. Meski begitu, dia cukup menggemaskan. "Mau bagaumana lagi. Katamu ini tugas penting, kan? Aku mau saja ikut kamu, tapi kamu bilang malah semakin tidak bisa fokus kalau ada aku. Jadi mau bagaimana lagi?" balas Jeany, mengelus pipi suaminya yang tampan u
"Bagaimana dengan Dave, apa dia siap menjalani misi luar biasa ini?"Richard bertanya kepada Kyle, yang dijawab bawahannya dengan anggukan. "Siap, Tuan."Richard lantas mengingat nama agen itu, Dave. Dave merupakan anggota yang cukup baru dibandingkan dengan beberapa agen lain, tapi kemampuannya tak diragukan lagi.Saat ini, sesuai perintah atasan, dia harus menjalani misi sebagai seorang wanita bernama Davina, yang datang ke rumah Richard dan menyamar sebagai saudara jauh dari Richard untuk menemani Jeany ke mana pun dia pergi sekaligus sebagai mata-mata. "Kalau dia sudah siap, beri tahu Dave untuk datang ke rumah dan memperkenalkan diri kepada istriku sekaligus mulai menjalani misi," titah Richard kepada Kyle, sambil mengendarai mobilnya menuju markas besar untuk bertemu Kyle di sana sebelum keduanya pergi untuk perjalanan bisnis. "Baik, Tuan."Kyle segera melaksanakan perintah Richard dan menyuruh Dave untuk datang ke rumah Jeany. "Mulai hari ini, kamu tinggal di rumah itu sel
Mulut Dave tiba-tiba mengucapkan kata itu begitu saja, saat pertama kali melihat Jeany. Segera pria muda itu menutup mulutnya dengan tangan dan merutuki kebodohannya. Dave yang kini berdandan seperti wanita, lantas mengumpat pelan dalam hati, sekarang langsung tahu alasan kenapa Richard tak pernah menunjukkan wajah istrinya di markas besar yang dipenuhi laki-laki. Itu karena... istrinya secantik ini! Tubuh Dave tiba-tiba gemetar tanpa sebab, baru kali ini dia merasa gentar berhadapan dengan seseorang, padahal biasanya di depan musuh mana pun Dave tak pernah ragu-ragu, tapi kenapa di depan wanita lemah yang sangat cantik ini, dia.... Kenapa istri bosnya secantik ini? Kecantikannya begitu memikat, seperti memiliki kekuatan magis untuk menarik pria mana pun bertekuk lutut di hadapannya. Jantung Dave, untuk pertama kalinya berdebar sangat kencang. "Jadi... kamu saudara jauh Richard yang datang ke sini untuk menemaniku selama suamiku tidak ada?"Di sisi lain, Jeany yang malu luar
"Haaaahhh, aku bisa gila."Pria yang seumur hidupnya bekerja sebagai agen rahasia itu mengusap wajahnya yang basah dengan kasar, dia masih berdiri di bawah shower, meratapi betapa kotornya dirinya sekarang. "Berengsek. Betapa rendahnya aku malah hor*ny dengan istri orang! Apalagi itu istri bosku sendiri! Aku sepertinya sudah tak waras! Ada apa denganku ini?!" Dave menjambak rambutnya sendiri. Frustasi. Masalahnya, ini untuk pertama kalinya, kejantanannya seperti ini. Dia bukan orang rendahan yang mudah ereksi hanya dengan melihat wanita cantik. Sejujurnya, ini untuk pertama kalinya dia mengalami hal memalukan seperti sekarang. Dalam 20 tahun hidupnya, ini pengalaman paling memalukan seumur hidup. Bukannya Dave tak pernah bertemu wanita, ada beberapa agen yang berjenis kelamin wanita, tapi tak pernah dia merasakan dorongan seperti ini. Jeany, istri bos besarnya itu bukan hanya cantik luar biasa, sampai-sampai tadi Dave mengira bahwa wanita itu adalah jelmaan bidadari, tapi Jeany
Saat Luana masih tercengang dengan apa yang tengah terjadi, gadis itu mendengar suara pelan Kyle. "M-maaf."Dia mengatakan itu sambil mengusap wajahnya dengan kasar, sehingga Luana yang tadi hampir tantrum karena ditinggal saat enak-enaknya, ganti menjadi bingung."Maaf... kenapa?"Bibir Luana tentu saja dengan reflek menanyakan itu, sedangkan Kyle malah membuang muka ke jendela dan menarik napas panjang."Maaf udah nyium tanpa izin," jawabnya dengan suara lirih yang terdengar manis di telinga sang gadis, sehingga membuat Luana merasa sedikit terhibur kadang sepertinya dia tidak sedang balas dendam dengan meninggalkan dirinya di tengah-tengah ciuman mereka "Ehm, nggak papa," jawab Luana, pura-pura malu padahal senang luar biasa karena Kyle sepertinya masih, yah, memiliki perasaan padanya. Namun, suasana di antara mereka masih sangat canggung sehingga tak ada satupun yang berbicara."Ehm, Kyle. Kamu ... beneran nanti tidur di sini?"Luana akhirnya bertanya, mencoba mencairkan suasan
"Kyle... "Luana memanggil Kyle dengan putus asa. "Kata lo nggak usah dibahas lagi," tandas Kyle sedikit ketus."Baiklah, baiklah. Sekarang, kamu benar-benar mau tidur sini? Aku bakal temenin kamu. Atau... kamu mau masuk ke rumahku dan tidur di sana?" tawar Luana, mencoba mengambil hati Kyle. "Makasih. Nggak usah terlalu perhatian ama gue," sahutnya. Kali ini, lebih Ketus."Apa ada yang masih sakit, kamu terlihat lemas, Kyle."Luana tetap keras kepala mengajak Kyle bicara karena merasa sangat bersalah telah melukai hatinya."Nggak usah khawatirin gue."Kyle kembali menjawab dengan suara ketus."Ya udah kalo gitu. Apa di mobil ini ada selimut? Apa kamu perlu selimut? Bajumu tadi penuh darah, apa aku perlu masuk ke rumahku buat ngambilin kamu sesuatu? Aku punya hoodie milik kamu di rumah, kalo kamu mau ....""Nggak usah," potong Kyle. Menggeleng sambil masih tetap membenamkan wajahnya di kemudi dengan berbantalkan kedua lengan."Ky, maunya apa kalo gitu? Bilang sama aku," pinta Luana
"Kyle."Luana memanggil pria itu dengan suara pelan. Ia mencoba bicara untuk memberi tahu bahwa dirinya merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan mereka lebih awal pada remaja lelaki yang sedang memeluknya ini, tapi kata-katanya seakan tertahan di tenggorokan.Lidah Luana kelu. Rasa bersalah menghimpit dadanya dengan kuat."Lo terus ... aja bersikap kayak gini, lo tuh kayak nahan gue tau nggak, Lun. Lo nggak suka gue, tapi lo ngelarang gue pergi. Apa ini, Luana?"Pertanyaan pelan Kyle semakin menohok hati Luana. "Kalo gitu... aku, aku minta maaf, Kyle. Maaf kalo semua chat aku bikin kamu semakin tersiksa," ucap Luana, pelan.Akhirnya, hanya itu yang bisa ia ucapkan pada Kyle. Permintaan maaf.Luana tak tahu jika Kyle sangat menderita selama ini, luana mengirim banyak chat padanya karena ingin berbaikan, ia benar-benar tak tahu jika itu sangat mengganggu Kyle. "Lo tau nggak, lo tuh terus bikin gue berharap. Bikin gue yang awalnya mau nyerah, jadi terus pengin berusaha lagi dan
Luana mengingat wajah Kyle dengan ekspresi menyesal. Sangat yakin bahwa ia kena karma karena dulu telah sering mengabaikan chat dari Kyle, sehingga sekarang mengalaminya sendiri."Huft, mungkin dia sedang sibuk. Ayo kita tunggu sampai besok," ucap Luana, menyemangati diri sendiri dan yakin bahwa besok Kyle pasti akan menjawab chat darinya. Sialnya, bahkan sampai besok, chat Luana tetap tak dibalas oleh Kyle! "Kyle... kenapa sejahat ini sama aku, sihhh???"Di hari ketiga Kyle tak memedulikan semua chat dari Luana, Kyle berteriak frustasi.Bayangkan! Setiap hari Luana mengirim banyak chat pada Kyle, entah itu bertanya keadaan atau mengirim permintaan maaf, tapi apa? Semua chat Luana itu hanya dibaca olehnya!"Kenapa dia jadi dingin banget sama aku? Apa aku udah nggak ada kesempatan lagi buat dimaafin?" gumam Luana, putus asa.Rasanya sangat menyesakkan. Ini bahkan lebih sakit daripada patah hati."Please, kapan sih kamu mau ngebales chat aku??"Luana akhirnya hanya bisa mencak mencak
"Kyle... "Luana menghela napas dengan perasaan bersalah karena lagi-lagi melukai hati Kyle dan segera duduk di pinggir ranjang untuk melihat semua bukti yang sudah dirangkum oleh pria itu. Saat tahu semaunya, bahwaVenus benar-benar sangat terlibat dalam kasus human trafficking bersama Julia, yang hampir menghilangkan keperawanan Luana, serta rekaman telepon bagaimana Julia berbicara dengan Venus bahwa Venus ternyata mengincar Luana sejak lama untuk dijual, tubuh gadis itu seketika lemas selemas-lemasnya."Jadi sebenarnya selama ini aku... tertipu mentah-mentah?"Luana menggumamkan kata itu dengan ekspresi hancur, terlebih saat ingat, bahwa ia telah menyakiti Kyle, orang yang sangat tulus menolongku dengan prasangka yang begitu kejam, membuat Luana merasa sangat bersalah sampai tak tahu harus berbuat apa."Ky, dia... dia pasti kecewa banget sama aku. Apakah setelah ini, dia nggak bakal mau ketemu aku?"Memikirkan Kyle yang pergi meninggalkan dirinys, hati Luana terasa hampa dan koso
Luana menghela napas dan memandang dirinya dengan putus asa lalu berkata."Yaudah gini aja, urusan kamu besok itu, ada hubungannya dengan masalahku tadi nggak?""Emm, ada," jawab Kyle sambil menganggukkan kepala dan mencium punggung tangan Luana yang kini digenggam olehnya.Sebenarnya hati Luana terus berdesir atas semua sentuhan Kyle, entah bagaimana ssentuhannya seperti sedang menggoda sehingga Luana merasa sedikit susah fokus."Tentang...?"Luana yang sedikit geli karena bibir Kyle yang kini mencium pergelangan tangan gadis itu, bertanya."Ya tadi, yang terjadi tadi. Gue bakal urus sampe tuntas dan cabut sampe akar. Gue nggak bakalan bisa tenang sebelum urusannya selesai," jawab Kyle, sambil menatap ke arah Luana dengan ekspresi serius."Ah, tapi kenapa.... ""Kenapa? Bukannya alasannya udah jelas? Mereka udah nyakitin lo jadi gue nggak bisa tinggal diem gitu aja," potong Kyle sambil mengendikkan bahu, seakan pertanyaan luana itu sudah jelas dan tak butuh jawaban."Maksudku, kenapa
"Dasar kamu."Kembali Luana menutup muka dengan bantal karena benar-benar tak bisa mengendalikan raut wajah atas semua pujiannya tersebut."Emm, Lun, sini, gue peluk," Pinta Kyle seraya mengulurkan tangan dan memeluk gadis itu. "Ngelunjak, ya."Luana mengatakan itu, tapi tak keberatan dipeluk olehnya."Bukan, bukan ngelunjak. Gue liat llo dari tadi meluk diri lo sendiri, lo sebenarnya masih ketakutan, 'kan?"Kyle bertanya dengan suara lembut.Haaa, bagaimana sih dia selalu dan selalu saja sepeka ini? Kalau aku luluh dan jatuh cinta padanya bagaimana?Luana mendesah dalam hati. Hubungan cinta dengan Kyle pasti akan sulit mengingat dia siapa.Luana benar-benar takut patah hati lagi."Nggak usah takut lagi, semua udah berlalu dan semuanya udah gue beresin. Nggak bakalan ada yang ganggu lo lagi. Gue juga bakal meluk lo sampe lo bisa tidur tenang."Kyle berbicara dengan suara menenangkan sambil mengelus punggung Luana, sehingga dengan terbata gadis itu pun mengucapkan terima kasih."M-ma
Ranjang itu sangat besar sehingga jika Luana ikut tidur di sana, sebenarnya bahkan tak perlu takut berdesakan dengan Kyle. "Beneran nggak... papa?" tanya Luana, yang masih takut jika kedatangannya ini mengganggu Kyle. "Iya nggak papa, sini aja sama gue di sini," ulangnya dengan lebih tegas sekarang. Kyle mendudukkan Luana di tepi ranjang dan tanpa ragu, gadis itu pun segera naik ke atas ranjang dan berbaring meringkuk di sana. "Maaf tapi... tidur di kamar asing sendirian, serem banget," ujar Luana sambil membenamkan wajah di bantal milik Kyle yang kupeluk. Kyle ikut duduk dan menepuk-nepuk pelan puncak kepala Luana "Yaudah kalo gitu, tidur sini. Gue nanti tidur di sofa. Tuh sofanya sebelah situ, lo bisa liat gue dari sini, jadi nggak usah takut lagi, oke?" ucap Kyle. Namun, Luana menggelengkan kepala tak setuju dengan ucapannya tersebut. "Nggak boleh." Mendengar Luana mengatakan tidak boleh, Kyle tampak mengerutkan keningnya. "Hah? kenapa nggak boleh, Lun?" Kyle bertan
Untungnya, sepertinya Kyle tidak ambil pusing dengan jawaban Luana dan dia menarik tangan Luana untuk menggenggamnya. "Maaf gue tinggal agak lama. Masih takut?" Suaranya saat bertanya sangat penuh perhatian, sehingga membuat Luana merasa sedikit bersalah karena terus mencurigai remaja yang jelas-jelas menolongnya ini. "Emm, sedikit." Luana menjawab sambil merasakan genggaman tangannya yang hangat, dan mengikut Kyle menuju kamarnya. Kaos yang Kyle pakai masih kaos yang sama dengan saat dia pergi, jadi Luana semakin yakin jika Kyle tadi pergi bukan untuk membunuh Venus. Pemikiran itu membuat hati Luana berangsur-angsur tenang. "Malem ini nginap di sini apa minta diantar pulang?" Kyle yang tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan sebuah kamar, bertanya pada Luana. Luana pikir tadi Kyle akan membawanya ke kamarnya, ternyata tidak. Kyle mengembalikan diriku ke kamar yang tadi ditempati Luana. "M-mungkin... mungkin di sini aja," jawab Luana, yang merasa ketakutan saat memikir