"Gue?"Kyle bertanya, tatapannya seperti orang yang sedang terkejut dan tak mengira bahwa Luana akan menjawab seperti itu.Luana menganggukkan kepala dengan mantap dan menjawab."Iya, kamu."Mendengar itu, Kyle terdiam beberapa detik, pandangannya terlihat kosong, dan beberapa saat kemudian, dia tiba-tiba tertawa sambil memandang Luana dengan tatapan menggoda."Hmm? Kenapa? Apa lo udah kangen dicium lagi sama gue?" tanya Kyle, terlihat penuh percaya diri, membuat Luana merasa sangat gatal untuk menabok pipinya.Namun, mengingat bahwa Kyle sekarang sedang terluka, segera Luana mengurungkan niat itu dan berkata terburu-buru untuk menjelaskan kesalahpahaman Kyle."Hey. Jangan salah paham, aku cuman nggak bisa lihat orang terluka sendirian kayak gini. Jadi.... ""Jadi? Apa lo bakal nemenin gue tidur bareng di sini?" potong Kyle, tampak antusias.'Tidur di sini? Mana mungkin! Aku tidak sudi tidur di dalam mobil saat ada kamarku yang empuk dan lembut menunggu.'Luana membatin."Nggak! Maksu
Luana tiba-tiba merasa sangat melankolis dan ingat ibunya yang sudah meninggal dunia. Sebenarnya Luana tidak tinggal dengan ayahnya sejak awal, karena ayah dan ibu Luana bercerai, gadis itu tinggal dengan ibunya sejak kecil.Luana merasa bahagia tinggal dengan sang ibu, tapi masa-masa bahagia itu tidak bertahan lama, saat dia naik kelas 2 SMA ibunya yang sepertinya kelelahan bekerja akhirnya sakit parah dan sebelum beliau meninggal, ibunya menyerahkan Luana kepada sang ayah.Sayangnya, ayah Luana bukan orang yang baik bagi gadis itu.Luana selalu berusaha mendekat tapi ayahnya terus menganggap gadis itu orang asing, dan jika moodnya memburuk, ayah akan memukuli dan mengurung Luana di gudang."Ah sudahlah. Kenapa jadi melankolis kayak gini? Aku pasti bisa menghadapi ini," ujar Luana, mengangguk sendiri. Dan beberapa saat kemudian meringis menahan sakit akibat pukulan ayah."Kak Venus besok pasti akan menyadari kalo aku dikurung, jadi aku tinggal menunggu pagi aja," ucap Luana, mencoba
Meski saat ini Luana sangat ketakutan, ia tetap memberanikan diri dengan bertanya.Dan jawaban tuan Ivander sangat mengejutkan."Hm? Saat kamu tidur, aku menyuruh anggota khusus untuk menyuntik dirimu dan Gerald menggigitmu. Tentu masih meninggalkan bekas, kan?""Ah? Jadi...!"Gadis itu terbelalak kaget saat mendengar fakta mencengangkan tersebut.Luana benar-benar tak mengira mereka semua melakukan semua itu tanpa sama sekali kusadari.Bagaimana bisa ada serangkaian peristiwa penyusupan di kamarnya, sedang ia sama sekali tak menyadarinya. Ini menakutkan.Lalu, tentang bekas gigitan. Memang Luana pernah menemukan beberapa di lengan atau betis selama selang 2 minggu ini, tapi dengan bodohnya Luana mengira bahwa selama ini ia menggigit tubuhnya sendiri saat tidur.Betapa naifnya."Ya. Sekarang, pilihan ada di tanganmu, apakah kamu lebih suka metodeku atau Gerald."Saat Luana masih tenggelam dalam pikirannya, tuan Ivander berbicara.Ditanya seperti itu, Luana tak tahu harus memilih yang
"Kyle, hai!" Hari ketiga semenjak Kyle akhirnya kembali masuk sekolah, Luana masih berusaha menyapa remaja itu dengan ramah. Mengingat bahwa remaja inila lah sumber uang dan jaminan keamanan bagi Luana. Namun apa, Kyle malah melengos dan berjalan cepat meninggalkan Luana. "Hah? Dia beneran ngehindarin aku ternyata? Tapi kenapa?" gumam Luana, memandang punggung Kyle yang semakin menjauh dengan kebingungan. Gadis itu benar-benar tak mengerti kenapa Kyle mendadak bersikap seperti ini, jadi Luana pun mengejar Kyle ke kelas. "Ky.... " Luana hanya memanggil, tapi Kyle langsung bangkit dengan ekspresi yang seakan-akan dia sangat marah sehingga berkata dengan ketus. "Nggak usah ngomong sama gue." Luana hanya bisa memandang remaja itu dengan kebingungan. Kyle aneh sekali semenjak dia sekolah lagi. Ini sudah tiga hari remaja itu bersikap jutek pada Luana sehingga mau tak mau Luana pun terus bertanya-tanya. Apakah Kyle sekarang membencinya? Tapi kenapa? Luana terus mencoba menging
Luana menoleh dengan terkejut dan berkata. "H-hah? Apa... apa maksudmu, Ky? Siapa yang tebar pesona?" balas Luana, tak terima. Tapi remaja sombong itu hanya mengendikkan bahu dan menutup wajahnya dengan tudung hoodie. "Hah. Gak taulah." Kyle mengatakan itu sambil berjalan menjauh, sehingga Luana yang benar-benar masih tercengang karena tuduhannya, hanya bisa melongo menatap kepergian Kyle. "Dia ini kenapa, sih? Beneran anak aneh!" sungut Luana sambil cemberut. Karena tak tahan dituduh dan diabaikan Kyle tanpa alasan lebih lama lagi, akhirnya Luana pun berlari mengejar remaja itu. "Kyle! Aku mau ngomong sama kamu!" seru Luana pada Kyle. Kini mereka berdua berada di dalam kelas. Kelas sedang sepi karena sebagian besar orang berada di kantin, jadi Luana merasa ini waktu yang tepat untuk bicara dengan remaja tukang ngambek tidak jelas ini. "Apa, sih. Gue sibuk!" ketus Kyle. Seperti yang sudah diduga Luana, Kyle langsung menolak saat gadis itu mencoba mengajak dia bicara. "5
Malam hari, saat Luana sedang belajar di kamar asrama, sebuah chat masuk ke ponselnya.Dari Kyle.[Lun, maaf.]Chat dari Kyle membuat Luana secara refleks tersenyum.'Hm? Anak ini sudah sadar rupanya.'Luana bergumam sambil geleng-geleng kepala.[Gue udah denger semuanya dari ayah. Maaf udah salah paham.]Kyle mengirim chat lagi dan mengatakan bahwa ayahnya secara langsung telah memberi tahu segalanya pada remaja itu, membuat senyum Luana makin lebar saat membaca chat permintaan maafnya.'Kapan lagi dimintai maaf seorang anak mafia, ya kan?'Dada gadis itu membusung karena rasa bangga saat membatin.Tersenyum sendiri, Luana langsung mengetik balasan.[Nggak papa, santai aja. Lagian ini juga pekerjaan yang aku suka karena berkat kamu aku punya banyak uang sekarang. Jadi, kalo kamu butuh ciuman, jangan ragu bilang ke aku, oke?]Luana menulis chat itu dengan penuh percaya diri, karena gadis itu merasa sangat senang saat melihat betapa banyaknya tuan Ivander membayar atas pekerjaan ini.N
Setelah Kyle tahu apa kesepakatan antara aku dan ayahnya, remaja itu sepertinya sedikit menyalahgunakan kontrak di antara mereka. Bagaimana bisa, ciuman yang harusnya hanya ia berikan saat Kyle ada tanda-tanda kambuh dari kutukan, malah diminta Kyle tiap hari! Memang sih setiap kali Kyle meminta ciuman, maka ayahnya akan membayar Luana, tapi tetap saja, Kyle sekarang sangat menyebalkan! Kyle seperti sengaja mengolok-olok Luana dalam pekerjaan ini sehingga Luana semakin hari semakin sebal padanya. "Lun." Kyle, begitu pelajaran sekolah selesai, memanggil nama Luana. "Apa? Minta ciuman lagi?" balas Luana, jutek. Kyle hanya tertawa melihat reaksi jutek Luana dan berjalan mendekat. Kini di kelas hanya ada mereka berdua karena hari ini aku dan Kyle piket membersihkan kelas. Melihat bagaimana tatapan nakalnya, Luana sontak mundur sambil cemberut. "Ky, lama-lama kamu tuh jadi monci tau nggak!" ujar Luana sambil berjalan mundur meski Kyle terus mendekat, sehingga kini Luana terpojok d
Kesal karena pernah merasa tak enak hati pada si bajingan Kyle, Luana mengetik jawaban. [Malam juga, Monci.] [Dih, baru kali ini gue yang ganteng ini dipanggil monster.] Kyle mengirim balasan, seperti sedang melayangkan protes, yang membuat Luana tertawa keras karena tak habis pikir dengan tingkat kepercayaan dirinya yang sangat sangat tinggi! Ganteng? Yah, oke, dia sedikit ganteng. Sedikit tapi. Sedikiiiit. [Kamu, 'kan, emang monster. Monster ciuman.] Balas Luana. [Iyain. Iyain. Biar Luana nggak ngambek.] Balasannya membuat aku tertawa. Segera Luana menulis chat balasan. [Nggak bisa. Aku tuh bawaannya pengen kesel mulu kalo nyangkut kamu.] [Nanti benci jadi cinta loh, Lun. Lo awalnya benci banget sama gue, besok-besok cinta banget, malu nggak lo?] Dengan percaya dirinya, Kyle mengatakan hal itu. Huekk. Jangan sampai hal itu akan terjadi. [Itu nggak mungkin. Karena kamu buka tipe-ku.] Luana menjawab chat nya dengan tak kalah percaya diri. [Tipe lo kayak g
"Dasar kamu."Kembali Luana menutup muka dengan bantal karena benar-benar tak bisa mengendalikan raut wajah atas semua pujiannya tersebut."Emm, Lun, sini, gue peluk," Pinta Kyle seraya mengulurkan tangan dan memeluk gadis itu. "Ngelunjak, ya."Luana mengatakan itu, tapi tak keberatan dipeluk olehnya."Bukan, bukan ngelunjak. Gue liat llo dari tadi meluk diri lo sendiri, lo sebenarnya masih ketakutan, 'kan?"Kyle bertanya dengan suara lembut.Haaa, bagaimana sih dia selalu dan selalu saja sepeka ini? Kalau aku luluh dan jatuh cinta padanya bagaimana?Luana mendesah dalam hati. Hubungan cinta dengan Kyle pasti akan sulit mengingat dia siapa.Luana benar-benar takut patah hati lagi."Nggak usah takut lagi, semua udah berlalu dan semuanya udah gue beresin. Nggak bakalan ada yang ganggu lo lagi. Gue juga bakal meluk lo sampe lo bisa tidur tenang."Kyle berbicara dengan suara menenangkan sambil mengelus punggung Luana, sehingga dengan terbata gadis itu pun mengucapkan terima kasih."M-ma
Ranjang itu sangat besar sehingga jika Luana ikut tidur di sana, sebenarnya bahkan tak perlu takut berdesakan dengan Kyle. "Beneran nggak... papa?" tanya Luana, yang masih takut jika kedatangannya ini mengganggu Kyle. "Iya nggak papa, sini aja sama gue di sini," ulangnya dengan lebih tegas sekarang. Kyle mendudukkan Luana di tepi ranjang dan tanpa ragu, gadis itu pun segera naik ke atas ranjang dan berbaring meringkuk di sana. "Maaf tapi... tidur di kamar asing sendirian, serem banget," ujar Luana sambil membenamkan wajah di bantal milik Kyle yang kupeluk. Kyle ikut duduk dan menepuk-nepuk pelan puncak kepala Luana "Yaudah kalo gitu, tidur sini. Gue nanti tidur di sofa. Tuh sofanya sebelah situ, lo bisa liat gue dari sini, jadi nggak usah takut lagi, oke?" ucap Kyle. Namun, Luana menggelengkan kepala tak setuju dengan ucapannya tersebut. "Nggak boleh." Mendengar Luana mengatakan tidak boleh, Kyle tampak mengerutkan keningnya. "Hah? kenapa nggak boleh, Lun?" Kyle bertan
Untungnya, sepertinya Kyle tidak ambil pusing dengan jawaban Luana dan dia menarik tangan Luana untuk menggenggamnya. "Maaf gue tinggal agak lama. Masih takut?" Suaranya saat bertanya sangat penuh perhatian, sehingga membuat Luana merasa sedikit bersalah karena terus mencurigai remaja yang jelas-jelas menolongnya ini. "Emm, sedikit." Luana menjawab sambil merasakan genggaman tangannya yang hangat, dan mengikut Kyle menuju kamarnya. Kaos yang Kyle pakai masih kaos yang sama dengan saat dia pergi, jadi Luana semakin yakin jika Kyle tadi pergi bukan untuk membunuh Venus. Pemikiran itu membuat hati Luana berangsur-angsur tenang. "Malem ini nginap di sini apa minta diantar pulang?" Kyle yang tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan sebuah kamar, bertanya pada Luana. Luana pikir tadi Kyle akan membawanya ke kamarnya, ternyata tidak. Kyle mengembalikan diriku ke kamar yang tadi ditempati Luana. "M-mungkin... mungkin di sini aja," jawab Luana, yang merasa ketakutan saat memikir
"Bodoh, bodoh!"Luana memukuli kepalaku sendiri saat memikirkan ingin menemui Venus di saat seperti ini, karena masih berharap bahwa pria itu tidak sejahat yang Luana kira dan ini semua hanyalah kesalahpahaman.Namun, realita seperti menampar kebodohan gadis itu."Gimana mungkin aku bisa mikir kalo dia nggak terlibat dalam masalah ini? Bodoh banget kalo aku mikir dia bukan orang jahat. Kak Venus jelas jelas tahu aku bekerja dengan Julia dan dia diam saja," erang Luana, menghela napas panjang.Luana sepertinya benar-benar terlalu gila dengan Venus, sehingga meski sudah mendengar sendiri bahwa dialah yang memanfaatkan Luana dan menjebaknya, Luana masih mencoba percaya bahwa itu semua bohong."Kenapa kamu bodoh banget kalo nyangkut dia, sih, Luana?" rutuk Luana, menyalahkan diri sendiri.Setelah merenung cukup lama di bawah shower, Luana yang mulai kedinginan akhirnya bangkit dan mematikan shower, lalu berjalan keluar kamar mandi menggunakan handuk. Di atas ranjang ia melihat hoodie hita
Luana berjalan masuk ke kamar mandi dan bersiap menerima hukuman dari Kyle, Kyle berjalan masuk dan mereka kini berhadapan.Kyle menatap kancing baju bagian atas gadis itu, mengulurkan tangan untuk membukanya.Satu kancing terbuka. Tubuh Luana terasa gemetar saat ujung jari Kyle tanpa sengaja menyentuh kulit Luana. Luana mempejamkan mata karena tak sanggup melihat ke arah Kyle, ia pikir Kyle akan membuka semua kancing kemeja yang ia pakai dan memandikannya seperti yang dia katakan, tapi ternyata, setelah kancing kedua, jari-jarinya berhenti.Kyle tiba-tiba memeluk Luana dengan sangat erat."Haaa, Luana."Suaranya terdengar begitu berat, tapi setelah itu dia tak mengatakan apa pun dan hanya memeluk Luana. "Lo nggak tahu betapa gilanya gue mikirin gimana kalo gue terlambat, gimana kalo lo tadi udah.... "Kyle tak melanjutkan ucapannya, hanya kembali menarik napas panjang."Lo kenapa sih selalu bikin gue kayak orang gila, Luana? Kenapa lo selalu ganggu pikiran gue, kenapa lo.... "Kyle
Kyle, yang terlihat seperti monster kelaparan, menyeringai dingin, berjalan mendekati mereka dan mengambil uang dari saku celana dan melemparkan beberapa tumpukan uang ke depan tiga orang yang hampir merusak tubuh Luana itu."Karena gue lagi nggak pengen ngeliat darah, ambil dan segera pergi! Sebelum gue memeras darah kalian sampai kering dan menjadikan kalian makanan anjing!""K-kami akan segera pergi!"Seperti menyadari keseriusan ucapan Kyle, dengan wajah pucat, ketiga orang itu buru-buru mengambil uang yang dilemparkan Kyle dan dengan tertatih-tatih berjalan keluar kamar.Luana merasa benar-benar lega karena tak jadi diambil keperawanannya oleh tiga orang tak dikenal tersebut, tapi juga ketakutan menghadapi kemarahan Kyle. 'Ahh, sial.'Luana mendesah dengan wajah pucat.Ada krisis baru sekarang. Bagaimana kalau Kyle menyangka bahwa Luana melakukan semua ini dengan suka rela?Tidak, dia harus menjelaskan pada Kyle, bahwa aku dijebak!Luana menggigit bibir bawah, memandang punggun
Ketika mengetahui hal itu, air mata mengalir semakin deras ke pipi Luana, merasa bahwa tidak ada jalan keluar.Saat melihat Luana yang menangis begitu keras, pria berambut hitam itu menyentuh paha Luana lagi, tak ada sedikit pun rasa kasihan di wajahnya.Wajahnya justru terlihat seperti orang lapar, celananya sudah membengkak hanya dengan meraba pintu masuk Luana yang tertutup celana dalam."Tolong, tolong lepaskan aku...."Luana kini hanya bisa merintih saat tangan-tangan itu mulai meraba-raba tubuhnya, mereka benar-benar sudah kehilangan akal karena melihat tubuh mulus gadis itu. Saat Luana terus memohon mereka untuk berhenti, salah satu dari mereka menampar pipi gadis itu. "Diam, kamu ini merusak kesenangan kami saja! Kamu sudah nggak punya hak atas tubuhmu. Kalau kamu gak terima, proteslah pada Julia yang telah menjual dirimu!" hardik si rambut burgundy yang merasa terganggu dengan rengekan Luana. Mulut Luana kini disumpal sehingga dia hanya bisa mengernyitkan dahinya menahan s
"K-kalian sudah membayar setengah pada siapa?" tanya Luana dengan suara bergetar, berusaha mengusir prediksi buruk yang muncul di kepalanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Siapa lagi? Tentu saja Venus dan Julia. Mereka yang udah menjual kamu ke kami dengan harga mahal karena kamu masih perawan!" jawab salah satu dari mereka sambil tertawa terbahak-bahak.Mendengar kenyataan yang sangat pahit itu, Luana langsung berteriak dan memberontak sekuat tenaga."T-tidak! Aku tidak tahu hal ini! Sungguh! Tolong lepaskan aku! Aku akan mengembalikan uang kalian, tapi jangan sentuh tubuhku!" teriaknya. Luana terus memberontak saat tubuhku di angkat ketiga orang itu dan dilempar ke atas tempat tidur, gadis itu juga segera beringsut ke pojok dan memeluk lututnya dengan ketakutan saat melihat tiga pria yang mendekatinya dengan tatapan bernafsu."Kamu bisa menggantikan uang itu tiga kali lipat? Kalau iya, jumlahnya menjadi segini."Seorang lelaki yang berhasil naik ke atas ranjang dan memeluk t
Sementara itu.... "Apa di sini tempatnya?"Luana yang sudah sampai di motel yang dimaksud oleh Julia, dia mendadak ragu untuk melangkah masuk. Entah kenapa gadis itu tiba-tiba merasakan sebuah firasat buruk."Sebenarnya paket apa ini? Apa sejenis obat-obatan terlarang?" gumam Luana, memandang paket yang kini ia pegang.Luana saat ini bahkan tak bisa menghubungi Venus ataupun Julia, karena sebelum berangkat tadi, Julia bilang bahwa dia perlu menyimpan ponsel milik Luana agar tidak mengganggu pekerjaan."Haaaa, apa aku sedang dijebak? Tapi, itu nggak mungkin, kan?"Luana mulai menggigit bibir bawah, memandang motel yang kata Julia, ia harus ke sini untuk mengantarkan barang yang kini ia pegang.Melihat tempatnya yang sedikit tersembunyi, entah mengapa luana jadi semakin yaakin bahwa yang dia pegang sekarang adalah paket obat obatan terlarang."Tapi gimana kalo enggak? Kak Venus pasti akan sangat kecewa ke aku," gumam Luana, yang sangat takut jika nilainya jatuh di depan Venus.'Baikl