"Lun, setelah bibir lo bertemu bibir gue. Bibir ini jadi milik gue, jangan pernah coba-coba nyentuhin bibir lo ke cowok lain!" potong Kyle cepat, matanya tampak berapi-api seperti orang yang sedang marah besar."Ke obsesifan macam apa itu? Padahal kamu menciumku tanpa persetujuan! Bisa-bisanya kamu dengan seenaknya ngelarang ini dan itu!" sanggah Luana, dengan bibir cemberut."Bodo amat. Gue nggak mau denger," sahut Kyle yang sedang bersandar di kursi mobil, seraya menutup matanya dengan lengan. Seperti menunjukkan dengan jelas bahwa Kyle sudah tak mau berdebat lagi tentang masalah ciuman itu."Huuuh, nyebelin banget kamu ini tau nggak."Luana mengerucutkan bibir saat melihat tingkah Kyle, sedangkan Kyle, langsung menyingkirkan lengannya dari mata dan menatap tajam ke arah Luana."Apanya yang nyebelin? Bagian mana dari diri gue yang nyebelin emang?"Kyle bertanya dengan nada tersinggung, sehingga Luana hanya memalingkan wajah, tak mau berdebat.Keheningan kini menyelimuti mereka berd
"Gue?"Kyle bertanya, tatapannya seperti orang yang sedang terkejut dan tak mengira bahwa Luana akan menjawab seperti itu.Luana menganggukkan kepala dengan mantap dan menjawab."Iya, kamu."Mendengar itu, Kyle terdiam beberapa detik, pandangannya terlihat kosong, dan beberapa saat kemudian, dia tiba-tiba tertawa sambil memandang Luana dengan tatapan menggoda."Hmm? Kenapa? Apa lo udah kangen dicium lagi sama gue?" tanya Kyle, terlihat penuh percaya diri, membuat Luana merasa sangat gatal untuk menabok pipinya.Namun, mengingat bahwa Kyle sekarang sedang terluka, segera Luana mengurungkan niat itu dan berkata terburu-buru untuk menjelaskan kesalahpahaman Kyle."Hey. Jangan salah paham, aku cuman nggak bisa lihat orang terluka sendirian kayak gini. Jadi.... ""Jadi? Apa lo bakal nemenin gue tidur bareng di sini?" potong Kyle, tampak antusias.'Tidur di sini? Mana mungkin! Aku tidak sudi tidur di dalam mobil saat ada kamarku yang empuk dan lembut menunggu.'Luana membatin."Nggak! Maksu
Luana tiba-tiba merasa sangat melankolis dan ingat ibunya yang sudah meninggal dunia. Sebenarnya Luana tidak tinggal dengan ayahnya sejak awal, karena ayah dan ibu Luana bercerai, gadis itu tinggal dengan ibunya sejak kecil.Luana merasa bahagia tinggal dengan sang ibu, tapi masa-masa bahagia itu tidak bertahan lama, saat dia naik kelas 2 SMA ibunya yang sepertinya kelelahan bekerja akhirnya sakit parah dan sebelum beliau meninggal, ibunya menyerahkan Luana kepada sang ayah.Sayangnya, ayah Luana bukan orang yang baik bagi gadis itu.Luana selalu berusaha mendekat tapi ayahnya terus menganggap gadis itu orang asing, dan jika moodnya memburuk, ayah akan memukuli dan mengurung Luana di gudang."Ah sudahlah. Kenapa jadi melankolis kayak gini? Aku pasti bisa menghadapi ini," ujar Luana, mengangguk sendiri. Dan beberapa saat kemudian meringis menahan sakit akibat pukulan ayah."Kak Venus besok pasti akan menyadari kalo aku dikurung, jadi aku tinggal menunggu pagi aja," ucap Luana, mencoba
Meski saat ini Luana sangat ketakutan, ia tetap memberanikan diri dengan bertanya.Dan jawaban tuan Ivander sangat mengejutkan."Hm? Saat kamu tidur, aku menyuruh anggota khusus untuk menyuntik dirimu dan Gerald menggigitmu. Tentu masih meninggalkan bekas, kan?""Ah? Jadi...!"Gadis itu terbelalak kaget saat mendengar fakta mencengangkan tersebut.Luana benar-benar tak mengira mereka semua melakukan semua itu tanpa sama sekali kusadari.Bagaimana bisa ada serangkaian peristiwa penyusupan di kamarnya, sedang ia sama sekali tak menyadarinya. Ini menakutkan.Lalu, tentang bekas gigitan. Memang Luana pernah menemukan beberapa di lengan atau betis selama selang 2 minggu ini, tapi dengan bodohnya Luana mengira bahwa selama ini ia menggigit tubuhnya sendiri saat tidur.Betapa naifnya."Ya. Sekarang, pilihan ada di tanganmu, apakah kamu lebih suka metodeku atau Gerald."Saat Luana masih tenggelam dalam pikirannya, tuan Ivander berbicara.Ditanya seperti itu, Luana tak tahu harus memilih yang
"Kyle, hai!" Hari ketiga semenjak Kyle akhirnya kembali masuk sekolah, Luana masih berusaha menyapa remaja itu dengan ramah. Mengingat bahwa remaja inila lah sumber uang dan jaminan keamanan bagi Luana. Namun apa, Kyle malah melengos dan berjalan cepat meninggalkan Luana. "Hah? Dia beneran ngehindarin aku ternyata? Tapi kenapa?" gumam Luana, memandang punggung Kyle yang semakin menjauh dengan kebingungan. Gadis itu benar-benar tak mengerti kenapa Kyle mendadak bersikap seperti ini, jadi Luana pun mengejar Kyle ke kelas. "Ky.... " Luana hanya memanggil, tapi Kyle langsung bangkit dengan ekspresi yang seakan-akan dia sangat marah sehingga berkata dengan ketus. "Nggak usah ngomong sama gue." Luana hanya bisa memandang remaja itu dengan kebingungan. Kyle aneh sekali semenjak dia sekolah lagi. Ini sudah tiga hari remaja itu bersikap jutek pada Luana sehingga mau tak mau Luana pun terus bertanya-tanya. Apakah Kyle sekarang membencinya? Tapi kenapa? Luana terus mencoba menging
Luana menoleh dengan terkejut dan berkata. "H-hah? Apa... apa maksudmu, Ky? Siapa yang tebar pesona?" balas Luana, tak terima. Tapi remaja sombong itu hanya mengendikkan bahu dan menutup wajahnya dengan tudung hoodie. "Hah. Gak taulah." Kyle mengatakan itu sambil berjalan menjauh, sehingga Luana yang benar-benar masih tercengang karena tuduhannya, hanya bisa melongo menatap kepergian Kyle. "Dia ini kenapa, sih? Beneran anak aneh!" sungut Luana sambil cemberut. Karena tak tahan dituduh dan diabaikan Kyle tanpa alasan lebih lama lagi, akhirnya Luana pun berlari mengejar remaja itu. "Kyle! Aku mau ngomong sama kamu!" seru Luana pada Kyle. Kini mereka berdua berada di dalam kelas. Kelas sedang sepi karena sebagian besar orang berada di kantin, jadi Luana merasa ini waktu yang tepat untuk bicara dengan remaja tukang ngambek tidak jelas ini. "Apa, sih. Gue sibuk!" ketus Kyle. Seperti yang sudah diduga Luana, Kyle langsung menolak saat gadis itu mencoba mengajak dia bicara. "5
Malam hari, saat Luana sedang belajar di kamar asrama, sebuah chat masuk ke ponselnya.Dari Kyle.[Lun, maaf.]Chat dari Kyle membuat Luana secara refleks tersenyum.'Hm? Anak ini sudah sadar rupanya.'Luana bergumam sambil geleng-geleng kepala.[Gue udah denger semuanya dari ayah. Maaf udah salah paham.]Kyle mengirim chat lagi dan mengatakan bahwa ayahnya secara langsung telah memberi tahu segalanya pada remaja itu, membuat senyum Luana makin lebar saat membaca chat permintaan maafnya.'Kapan lagi dimintai maaf seorang anak mafia, ya kan?'Dada gadis itu membusung karena rasa bangga saat membatin.Tersenyum sendiri, Luana langsung mengetik balasan.[Nggak papa, santai aja. Lagian ini juga pekerjaan yang aku suka karena berkat kamu aku punya banyak uang sekarang. Jadi, kalo kamu butuh ciuman, jangan ragu bilang ke aku, oke?]Luana menulis chat itu dengan penuh percaya diri, karena gadis itu merasa sangat senang saat melihat betapa banyaknya tuan Ivander membayar atas pekerjaan ini.N
Setelah Kyle tahu apa kesepakatan antara aku dan ayahnya, remaja itu sepertinya sedikit menyalahgunakan kontrak di antara mereka. Bagaimana bisa, ciuman yang harusnya hanya ia berikan saat Kyle ada tanda-tanda kambuh dari kutukan, malah diminta Kyle tiap hari! Memang sih setiap kali Kyle meminta ciuman, maka ayahnya akan membayar Luana, tapi tetap saja, Kyle sekarang sangat menyebalkan! Kyle seperti sengaja mengolok-olok Luana dalam pekerjaan ini sehingga Luana semakin hari semakin sebal padanya. "Lun." Kyle, begitu pelajaran sekolah selesai, memanggil nama Luana. "Apa? Minta ciuman lagi?" balas Luana, jutek. Kyle hanya tertawa melihat reaksi jutek Luana dan berjalan mendekat. Kini di kelas hanya ada mereka berdua karena hari ini aku dan Kyle piket membersihkan kelas. Melihat bagaimana tatapan nakalnya, Luana sontak mundur sambil cemberut. "Ky, lama-lama kamu tuh jadi monci tau nggak!" ujar Luana sambil berjalan mundur meski Kyle terus mendekat, sehingga kini Luana terpojok d
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men