Kesal karena pernah merasa tak enak hati pada si bajingan Kyle, Luana mengetik jawaban. [Malam juga, Monci.] [Dih, baru kali ini gue yang ganteng ini dipanggil monster.] Kyle mengirim balasan, seperti sedang melayangkan protes, yang membuat Luana tertawa keras karena tak habis pikir dengan tingkat kepercayaan dirinya yang sangat sangat tinggi! Ganteng? Yah, oke, dia sedikit ganteng. Sedikit tapi. Sedikiiiit. [Kamu, 'kan, emang monster. Monster ciuman.] Balas Luana. [Iyain. Iyain. Biar Luana nggak ngambek.] Balasannya membuat aku tertawa. Segera Luana menulis chat balasan. [Nggak bisa. Aku tuh bawaannya pengen kesel mulu kalo nyangkut kamu.] [Nanti benci jadi cinta loh, Lun. Lo awalnya benci banget sama gue, besok-besok cinta banget, malu nggak lo?] Dengan percaya dirinya, Kyle mengatakan hal itu. Huekk. Jangan sampai hal itu akan terjadi. [Itu nggak mungkin. Karena kamu buka tipe-ku.] Luana menjawab chat nya dengan tak kalah percaya diri. [Tipe lo kayak g
Beberapa hari berlalu, Kyle sepertinya masih mengira Luana sedang sibuk belajar sehingga sama sekali tak mengirim chat pada Luana di malam hari. Sebenarnya meski Kyle sangat suka minta cium seenaknya, secara mengejutkan, Kyle sebenarnya ternyata mempunyai sisi manis yang tak terduga. "Hmmm, lama juga dia nggak gangguin aku," gumam Luana, suatu malam setelah hampir 3 harian Kyle tak mengirim chat pada Luana sama sekali saat malam hari. Entah kenapa, Luana tiba-tiba merasa kangen dengan sifat jahil Kyle, tapi juga tak mungkin untuknya mengirim chat pada remaja itu lebih dulu, kan? "Bisa-bisa dia ngeledekin aku seumur hidup!" seru Luana sambil menggelengkan kepala. "Yaudah lah, besok-besok dia pasti chat aku lagi," ucap Luana, berpositif thinking. Karena apa, karena meski Kyle saat ini tak pernah lagi mengirim chat padanya, ketika di sekolah, Kyle masih bersikap biasa yaitu tak henti-hentinya menempel dan meminta cium saat tak ada yang melihat. Lambat laun, Luana mulai tidak menu
"Ky, sini aku kasih ciuman," sapa Luana dengan ceria pada Kyle, yang baru masuk kelas.Suatu pagi. Bukan hanya menawarkan lebih dulu untuk mencium dirinya, gadis itu bahkan merentangkan tangannya lebar-lebar untuk menyambut kedatangan Kyle. Seperti dugaan Luana, reaksi Kyle adalah berjalan mendekat dengan mata memicing, tampak sama sekali tidak menyembunyikan kecurigaannya atas sikap Luana yang tak biasa."Hah? Tumben lo? Habis kesambet apa lo?" tanya Kyle, seraya menaruh tas di meja sebelah Luana. "Enggak ada apa-apa, kok. Aku cuman lagi baik aja sama kamu. Mau nggak?" elak gadis itu, sembari kembali membahas tentang ciuman."Mau lah," jawab Kyle, yang membuat Luana langsung sumringah dan mendekatkan bibirnya padanya remaja tampan di depannya itu. Hari ini, Luana punya misi penting yaitu membuat Kyle puas dengan ciumannya dan berhenti menganggu sampai besok, karena besok Luana akan pulang ke rumah dan bertemu Venus, pria yang ia rindukan!Jadi, Luana sejak pagi berencana akan ter
Mata Luana mengerjap beberapa kali, menunggu jawaban Venus. Sementara itu, hatinya bergemuruh. 'Serius, dia mengajak aku memakai barang yang sama? Wah, gila! Apakah ini artinya cintaku tak bertepuk sebelah tangan?'Batin Luana berteriak. "Iya, ayo pakai bersama, Lu."Venus menjawab dengan tenang. Saat Luana mengagumi fakta bahwa ia sekarang memiliki barang couple dengan Venus, Venus yang tampak tak sabar, menarik tangan Luana dan mengikatkan gelang itu di pergelangan tangan kiri sebelum akhirnya memakainya sendiri satu gelang yang lain di pergelangan tangannya."Wah, beneran bagus. Sesuai bayanganku," ucap pria muda itu dengan ekspresi puas saat melihat gelang itu melingkar di pergelangan tangan Luana. Venus menjajarkan tangannya di samping tangan Luana sambil tersenyum sendiri, yang anehnya gelang itu terlihat serasi sekali.Jantung Luana kembali berdegup kencang saat menyadari bahwa mereka kini sekarang berdiri saling berdekatan."Kamu suka, Kak?" tanya Luana, pura-pura tenang
"Dia kenapa, sih?" gumam Luana, bingung. Hanya karena insting saja, sebelum membuka puluhan chat itu, Luana mengarahkan pandang ke seberang jalan agak jauh dari tempat ia dan Venus duduk, dan terlihatlah seseorang yang berdiri menghadap mereka, kepala dan mukanya tertutup hoodie hitam, tapi Luana tahu siapa dia karena ponsel di tangan kanannya.Dia ... Kyle. "Kenapa dia di sini?"Luana bergumam lagi. Dari balik hoodie itu, bisa Luana rasakan tatapan tajam Kyle menusuk ke arahnya, sehingga membuat Luana seketika merasa merinding. Luana tak mengerti kenapa remaja itu ada sini.Namun, karena gadis itu tak ingin diganggu saat sedang dengan kak Venus, kualihkan pandang, menekan tombol reject, mengabaikan dirinya sepenuhnya dan terus melanjutkan bercengkerama dengan Venus yang terlihat lahap memakan sostelnya.Meski begitu, diam-diam Luana melirik ponsel.Sebuah chat kembali masuk dari nomor Kyle. Chat dengan tulisan yang sepenuhnya di capslock.[LUANA, JANGAN BILANG SAAT INI ELO LAGI
[Baiklah, kita ketemu di mana besok, kak Ven?]Venus langsung menjawab kalau dia akan menunggu Luana di depan rumah dan berangkat bersama. Mereka janjian ke mall sekitar pukul empat sore.Hal itu membuat Luana semakin yakin jika Venus benar-benar mencintai dirinya. Karena Luana tahu, Venus bukanlah seseorang yang akan mempermainkan perasaan wanita. [Oke, aku bakal dandan cantik besok biar nggak ngecewain kakak.]. Luana bmengirim balasan chat itu dengan berbunga-bunga.[Kamu pake apa aja cantik kok, Lu. Jangan terlalu maksain diri.]Dan jawaban Venus membuat Luana semakin seakan melayang di angkasa."Astaga dia sekarang bahkan terang-terangan memujiku cantik," bisik gadis itu dengan muka memerah. Ia menepuk pipi seraya tersenyum sendiri, mengulangi membaca pesan Venus yang mengatakan bahwa Luana cantik."Duh, kak Venus. Gimana ini, aku semakin jatuh cinta sama kamu, tapi masih nggak berani mengatakan langsung."Gadis itu berteriak sambil menendangkan kaki di udara. "Kalau aku yan
"Kubilang belum ya belum! Ngeselin banget, sih!" hardik Luana, marah.Mendengar itu, Kyle malah tertawa sinis, menatap Luana dengan sedikit mencibir."Emangnya dia udah nembak elo? Emangnya dia bilang kalo juga cinta sama elo? Enggak, 'kan? Venus nggak pernah bilang, 'kan??" ejeknya. Dengan percaya diri. Plak!!!Tanpa sadar tangan Luana sudah melayang menampar pipi Kyle dengan keras karena tak terima atas ucapan remaja itu. Akibat tamparan itu, kini Kyle menunduk dengan rambut depan jatuh menutupi mata.Sialnya, bibirnya malah mengulas senyuman, dia mengelus pipi bekas ditampar Luana sambil tersenyum sinis. Penuh kemenangan.Membuat Luana semakin marah.Tersenyum sinis, Kyle berkata. "Dari tamparan lo ini, lo juga nggak yakin kalo dia bakal nembak lo, 'kan? Gue bener, 'kan? Karena Venus itu nggak bakal nembak lo, Lun. Nggak bakal. Karena Venus ....""Diemm!"Luana berteriak. Tangannya mengepal menahan marah, tak mau lepas kendali dan menamparnya lagi."Gue bener, 'kan? Venus itu
Senin pagi.Kyle masuk sekolah, tapi tidak menyapa Luana. Itu membuat gadis itu semakin tidak nyaman.Tanpa sebab, Luana merasa kehilangan dia, saat Kyle asyik berbincang-bincang dengan teman sekelas, tapi tidak menyapa Luana sama sekali padahal mereka duduk bersebelahan."Kyle, marah?"Akhirnya, saat istirahat makan siang, Luana yang sudah tak tahan didiamkan Kyle, bertanya.Kyle yang tetap duduk di kursinya saat teman-teman mulai keluar kelas menuju kantin, menoleh pada Luana dengan menyipitkan matanya."Marah?"Dia balik bertanya, lalu tertawa sinis."Apa penting bagi lo gue marah atau enggak?"Kyle mengatakan hal itu dengan nada mengejek, lalu bangkit berdiri. Di depan pintu, sudah menunggu bawahan setia Kyle yang juga ikut sekolah di sini, Karios. Tak ingin diabaikan oleh Kyle setelah Luana seperti dicampakkan Venus, Luana secara impulsif meraih tangan Kyle yang hendak pergi meninggalkan dirinya. "Kyle, kamu nggak pengen ciuman?"Luana bertanya seperti itu, murni karena ingin
"Hitam? Vampir darah murni tidak ada yang rambutnya berwarna hitam, Tuan. Biasanya rambut mereka berwarna perak seperti warna bulan." Rion menjawab dengan kebingungan. Mata Kyle seketika menyipit mendengar penjelasan dari Rion tersebut. Jika seperti itu, maka mungkin saja Gio yang sudah kenal Luana lebih dulu dari mana memang sengaja mewarnai rambutnya menjadi warna hitam karena ingin mengecoh Luana. Meski untuk saat ini Kyle tidak tahu apa tujuan vampir berengsek tersebut melakukan hal itu. "Dasar imitasi,"' umpat Kyle pelan, mengerutkan hidungnya dengan jijik. Ekspresi dingin menghiasi wajah tampannya saat menoleh ke arah Rion yang tidak tahu kenapa Kyle begitu marah saat tahu rambut asli Gio tidaklah berwana hitam. "Siapkan diri untuk menemui klan vampir begitu kita pulang dari sini besok, Rion. Pilih bawahan terbaik karena mungkin saja akan terjadi perang, kalau pihak sana menolak mendisiplinkan Gio," titah Kyle dengan penuh penekanan. Dia mengepalkan tangannya erat, be
"Sayangnya, Aku nggak menemukan apa pun." Jawaban dari Kyle itu sontak membuat Rion terdiam, sedangkan Kyle sendiri menatap telapak tangannya dengan ekspresi tak terbaca. Pria itu mendesah pelan, lantas berbicara dengan suara suram. "Sepertinya, kekuatanku memang hilang separuh karena sudah keluar sebelum red moon berakhir," ujar Kyle tanpa ekspresi. "Tuan Muda .... " Mendengar itu, Rion menatap sang tuan dengan simpati dan menyesal. "Jangan pikirkan hal itu dulu, sekarang kita fokus mengumpulkan bukti-bukti yang bisa digunakan untuk menemukan pelaku di balik semua ini lebih dulu." Kyle menyugar rambut hitamnya dan mulai mengamati kerangkeng tersebut dengan wajah serius. "Kalau dia bisa bawa vampir baru ke sini tanpa ketahuan siapa pun, ada dua kemungkinan, dia punya koneksi dengan yang berada di sini dan tahu kalo aku nggak mungkin bisa datang di acara ini, dan dia ... bukan manusia biasa, sama seperti kita." Rion mengangguk-angguk setuju atas tebakan bos-nya tersebut. "
Menahan kesal, Kyle segera turun dari atas tubuhLuana dan membenahi resleting celananya."Ada masalah apa, Tuan?"Luana ikut duduk dan merapikan kausnya, Kyle menghentikan gerakannya sebentar lalu menatap gadis itu dengan sorot penuh minta maaf."Rion telepon katanya menemukan bukti baru atas kasus ini, Lun. Aku haruspergi segera untuk menyelesaikan makalah ini sebelum kita kembali ke kota."Penjelasan dari Kyle membuat Luanamengangguk penuh pengertian."Pergilah, Tuan."Kyle menyugar rambutnya kebelakang dan mendekat pada Luana untuk mengecup sekilas pipi mulus gadis cantik itu. "Maafkan aku," bisiknya.Luana mengangguk dan tersenyum lebar."Tidak apa-apa. Aku tahu ini hal yang tidak bisa ditunda-tunda."Kyle masih saja menatap Luana dengan pandangan tak rela.Bagaimana pun juga diputus di tengah permainan panas seperti tadi rasanya benar-benar menyebalkan."Aku akan segera kembali, istirahatlah, Lun."Kyle mengulurkan tangan dan mengusap kepala Luana dengan penuh kasih sayang."A
Kyle tentu saja segera menggeleng dengantegas dan menarik tangan gadis itu menuju ranjang."Luana, sudah kubilang, nggak boleh ya nggakboleh! Aku nggak akan ke mana-mana, sekarang, sini aku temani."Dengan tegas, Kyle segera mendudukkan Luana di tepi ranjang dan menyentuh kedua pundak gadis tersebut."Nggak ada Gio, nggak bolehjkmenyebut nama Gio. Atau apapun tentang bajingan itu! Aku yang akanmenemani kamu di sini, mengerti?"Melihat betapa seriusnya Kyle saat mengatakan hal itu, Luana langsung tersenyum lebar penuh sukacita, mengangguk dengan ekspresi puas karena pancingannya berhasil dan segera menuju ke tengah ranjang."Hm, kalo begitu ayo berbaring dengan saya di sini, Tuan. Temani saya tidur," ujar Luana sembari menepuk-nepuk ranjang di bawahnya yang empuk dengan ekspresi ceria. Kyle yang tidak sadar sedang dimanfaatkan Luana, dengan suara tegas menjawab. "Baiklah.""Ahhh, senangnya. Begitu dong dari tadi!" seru Luana dengan senyum lebar, sehingga Kyle akhirnya menyadari, b
Luana memberanikan diri menatap tengah mata bos-nya tersebut."Anda marah kepada saya, Tuan Muda," tebaknya sendu."Lalu?"Kyle yang sampai sekarang tidak juga membalas pelukan Luana tersebut, melayangkan pertanyaan yang membuat Luana semakin galau."'Saya akan melakukan apa pun untuk menahan Anda di sini, karena saya benar-benar takut ditinggal sendirian saat ini, " jawab Luana, menatap Kyle dengan penuh tekad."Hmm."Sebagai balasan, Kyle hanya berdehem, seakan tak tertarik dengan tekad Luana. "Saya sedang sangat serius, Tuan."Luana kembali berkata dengan tegas. "Memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk menahanku di sini?"Kyle bertanya dengan ekspresi meremehkan."Sesuatu yang pasti sangat bisa menahan Anda, Tuan," jawab Luana dengan tegas. Gadis itu, mengangguk dengan ekspresi yakin saat menjawab pertanyaan Kyle. "Contohnya?" tantang Kyle dengan kedua tangan bersilang di dada.Tanpa ragu, Luana mengulurkan tanganke arah bagian bawah kemeja Kyle, di suatu tempat di bawah ika
Kyle meraih dagu Luana dan mengangkatnya sedikit sehingga membuat gadis itu menatap matanya, tapi karena gugup, Luana secara reflek mengalihkan pandangan. "Kenapa wajahmu pucat? Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku, Luana?" tanyanya penuh selidik.Luana sekali lagi membuang pandang karena tak sanggup bertatap muka dengan Kyle yang memandang seakan menembus masuk ke hatinya."A-apa maksud Anda, Tuan Muda?" elak Luana. Suara gadis itu sedikit bergetar ketika menanyakan hal tersebut.Kyle yang masih intens menatap matanya, tersenyum tipis dan bertanya dengan suara yang sangat tenang. "Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku kalau sudah kenal Gio sebelum ini, Luana?"desak Kyle dengan raut muka tak suka.Luana menelan ludah karena tenggorokannya yang seperti tercekik sebab rasa gugup yang melanda dirinya."Itu... ehm, saya, saya lupa, Tuan Muda," jawabnya membela diri.Kyle menggeleng dan tersenyum dengan mata menyipit."Lupa? Nggak mungkin. Mana mungkin kamu ngelupain hal seperti itu,
"Luana, tenang. Kamu nggak perlu terlalu memikirkan hal ini," hibur Kyle, menepuk pelan punggung Luana untuk menghiburnya. "Mungkin saat ini kamu mengalami shock sehingga kamu sedikit trauma. Tapi tenang, begitu sampai kota nanti, aku akan membawamu periksa ke dokter spesialis, jadi jangan takut lagi, Luana." Kata-kata Kyle begitu menenangkan, sehingga membuat Luana menarik napas panjang. "Saya ... saya merasa bersalah karena tidak bisa membantu Anda menyelesaikan masalah ini, Tuan Muda. Maafkan saya yang terus merepotkan Anda," keluh Luana dengan raut muka sedih. Kyle segera menangkup wajah mungil gadis cantik di depannya, dan mengusap air mata di pipinya dengan ujung jempol. "Nggak papa, Luana. Jangan memaksakan diri kalau hal itu bikin kepalakamu sakit. Sekarang, tenangkan dirimu, oke?" pinta Kyle sambil memeluk kembali gadis itu dan mengelus lembut punggung Luana untuk memberinya ketenangan. Luana mengangguk dan kembali meminta maaf. "Nggak masalah, kamu nggak usah mikir
Luana menarik napas panjang dan menatap Kyle dengan mata berkaca-kaca."Apakah sayembaranya sudah berakhir, Tuan?"Kyle mengangguk pelan."Sudah, aku sudah mengumumkan kalau sayembara nggak bisa dilanjutkan lagi. Ada apa?"Lagi-lagi Luana menarik napas panjang dengan ekspresi menyesal."Raven, padahal dia berusaha keras sampai lolos di putaran kedua demi mendapatkan hadiah uang atau mobil untuk ibu dan adiknya, dia pasti sedih karena gagal mendapatkan semua itu."Luana mengatakan semua itu dengan wajah tertunduk, tiba-tiba merasa bersalah karena dirinya telah membuat Raven akan terus direndahkan sepupunya, Rexy, sebab pria itu gagal menang sayembara.Kyle segera mengangkat dagu gadis itu agar mau menatap dirinya."Hal kayak gitu nggak usah kamu pikirkan, nanti aku akan kasih Raven hadiah khusus karena sudah menyelamatkan kamu, Luana," tegas Kyle dengan ekspresi serius. "'Sungguh, Tuan?"Mata Luana segera berbinar cerah mendengar ucapan Kyle tersebut, sedangkan Kyle mengangguk ringan.
"A-Anda... jangan mencium saya kalau cuma berniat memberi harapan palsu, Tuan," jawab luana susah payah, menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering."Harapan palsu?"Seperti sengaja, Kyle malah berbisik dengan suara rendah di dekat telinga Luana, membuat gadis itu merinding sekaligus berharap Kyle melakukan hal yang lebih dan lebih."T-Tuan ...."Luana mengepalkan kedua tangan, menahan diri kuat-kuat untuk tidak meloncat ke dalam pelukan pria yang menebar aura penuh candu itu, karena ingat ia masih punya harga diri.Meski harga dirinya benar-benar tersisa sedikit sekarang.Hal itu karena dalam pikiran luana sudah berseliweran adegan dewasa di mana keduanya saling melepas pakaian dan... dan.... "Awwww!"Luana refleks berteriak kecil saat Kyle tiba-tiba mencubit hidungnya.Pria yang kini sudah duduk normal di samping Luana itu tertawa geli melihat wajah Luana yang cemberut."Sedang membayangkan hal kotor apa, Luana?" tanya Kyle dengan tawa yang membuat kedua matanya meny